Hasto Sampaikan Gotong Royong Islam Kebangsaan Lewat Pancasila di Milad PBB ke-22 Tahun

Abadikini.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, mengatakan di hadapan peserta perayaan Milad ke-22 Partai Bulan Bintang (PBB) bahwa agar seluruh anak bangsa mengembangkan tradisi intelektual, khususnya menyangkut Pancasila dan Islam di Indonesia.

Menurut Hasto, sebelum menghadiri perayaan ultah PBB yang dilaksanakan di kantor pusatnya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (18/7/2020) sore, ia berpamitan dulu ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Presiden RI Kelima itupun menitipkan salam sekaligus ucapan selamat ulang tahun kepada PBB. Selain itu, Megawati juga menitipkan buku untuk disampaikan sebagai oleh-oleh untuk PBB.

“Karena apa? Karena pendiri negeri inipun melaksanakan semuanya dimulai dari sebuah tradisi intelektual luar biasa. Dimana peradaban dunia, agama, ideologi, semua dikontemplasikan sesuai nature bangsa kita sebagai bangsa timur, agraris, negara kepulauan, maka lahirlah Pancasila yang harusnya tidak perlu dipersaoalkan lagi,” ungkapnya.

Hasto berujar belakangan ini banyak pihak yang bertindak atas nama kepentingan politik tanpa mendalami dulu apa yang sebenarnya terjadi. Khususnya yang membenturkan Pancasila, Islam dan menyangkut Bapak Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno.

Padahal, seperti disampaikan Bung Karno, Pancasila adalah sebagai lead star atau bintang penunjuk arah bangsa ke depan. Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahenda, menyebut Pancasila adalah falsafah dasar berdirinya bangsa Indonesia dan PDIP juga sepaham dengan itu.

“Atas ‘kepeloporan bintang’ Pancasila itu pula, Indonesia di era Bung Karno melaksanakan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955, dimana setahun kemudian bangsa Islam Maroko merdeka. Pakistan memperoleh bantuan militer dari Indonesia untuk merdeka sepenuhnya dari Inggris Raya.
Walau dalam kesehariannya Bung Karno menampilkan jati diri Kebangsaan, namun dalam dirinya Bung Karno adalah Islam sejati yang selalu melaksanakan salat lima waktu. Bahkan di negeri komunis Uni Sovyet, Bung Karno mensyaratkan negeri itu mencari dan memugar dulu makam Imam Bukhari sebagai syarat kehadiran Bung Karno ke negeri tersebut” kata Hasto.

Begitupun Megawati saat menjabat presiden, secara geopolitik memberikan kritik keras atas aksi unilateral ke Irak tanpa persetujuan Persatuan Bangsa-Bangsa. Saat itu, Yusril adalah Menteri Luar Negeri Ad Interim yang meneruskan kebijakan Megawati itu.

“Masa karena kepentingan politik, kita disebut komunis? Ini perlu kita luruskan, sama seperti Prof Yusril yang punya tradisi intelektual, maka kita pun harus perkuat tradisi intelektual agar tidak mudah dibentur-benturkan,” jelas Hasto.

“Dahulu, M.Natsir, Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh pendiri bangsa lainnya, selalu membaca dulu baru bertindak. Sekarang, demo dulu baru membaca, kadang bahkan tidak membaca sama sekali. Makanya jadi banyak energi bangsa terbuang sia-sia,” pungkasnya.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker