Luhut Buka Fakta di Balik Izin Bandara IMIP: Semua Sesuai Aturan, Titik
Abadikini.com, JAKARTA – Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya memecah kebisuan soal polemik pendirian Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah.
Dalam pernyataan tertulis pada Senin (1/12/2025), Ketua Dewan Ekonomi Nasional itu menegaskan bahwa keputusan pembangunan bandara tersebut memang diambil langsung olehnya ketika menjabat Menko Kemaritiman dan Investasi di era Presiden Joko Widodo.
Polemik bandara IMIP kembali mencuat setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mempertanyakan tidak adanya aparat negara seperti Bea Cukai, meski bandara tersebut memiliki aktivitas penerbangan yang dinilai “berpotensi menyentuh rute internasional”.
Luhut membantah keras anggapan itu.
Menurutnya, sejak awal bandara tersebut dikategorikan sebagai bandara khusus yang hanya melayani penerbangan domestik sehingga tidak membutuhkan kehadiran aparat imigrasi maupun Bea Cukai.
“Izin pembangunan lapangan terbang itu kami putuskan dalam rapat lintas instansi. Fasilitas ini diberikan untuk mendukung investasi, seperti yang juga dilakukan Vietnam dan Thailand,” ujarnya.
Ia menambahkan, fasilitas tersebut merupakan praktik standar untuk menarik investasi besar, terutama dari sektor hilirisasi nikel yang ketika itu didominasi investor Tiongkok.
“Jika mereka menanamkan modal hingga 20 miliar dolar AS, wajar mereka mengajukan fasilitas tertentu selama tidak bertentangan dengan aturan nasional. Kami tidak pernah mengizinkan bandara IMIP, Morowali, atau Weda Bay menjadi bandara internasional,” tegasnya.
Isu lingkungan juga disentuh Luhut.
Ia mengklaim sudah sejak 2021 meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menindak perusahaan hilir asal Tiongkok yang belum memenuhi standar lingkungan.
Di tengah derasnya kritik, Luhut menepis tudingan adanya kepentingan bisnis pribadi maupun keberpihakan pada negara tertentu.
“Selama menjabat, saya menjaga agar tidak ada konflik kepentingan. Saya tidak pernah terlibat dalam bisnis apa pun,” katanya.
Luhut menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi dan berbagai proyek strategis pada masa pemerintahan Jokowi—termasuk Kertajati dan Patimban—bersifat keberlanjutan, bukan keputusan instan.
Menurutnya, Indonesia membutuhkan kesinambungan kebijakan untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah sebelum 2035.
“Tidak ada pemerintahan yang sempurna. Kekurangan harus disempurnakan, bukan dijadikan alasan untuk memulai dari awal,” ujarnya.
Luhut juga mengajak publik tidak mudah terseret pada prasangka negatif yang dapat merusak kepercayaan terhadap proses pembangunan jangka panjang.
“Pembangunan besar tidak selesai dalam lima tahun. Butuh setidaknya lima belas tahun untuk melihat hasil nyata,” tutupnya.



