Kasus Korupsi Jalan Sumut Menguat, Nama Bobby Kembali Didorong Masuk Persidangan
Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution diperiksa dalam perkara dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut kini telah memasuki tahap persidangan.
“Perkara ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Medan,” ujar Budi dilansir dari Antara Sabtu (15/11/2025).
Ia menambahkan, KPK kini fokus menunggu jadwal sidang bagi para pihak yang diduga menerima suap. Setiap perkembangan dalam proses persidangan akan dicermati secara terbuka, sejalan dengan prinsip transparansi.
Menurut Budi, jaksa penuntut umum akan membeberkan seluruh alat bukti—mulai dari keterangan saksi, surat, petunjuk, hingga barang bukti—untuk mengungkap konstruksi perkara secara utuh. Meski demikian, Budi tidak menjawab apakah KPK akan menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi. Ia menegaskan bahwa hingga perkara dilimpahkan ke pengadilan, KPK belum pernah memanggil Bobby dalam proses penyidikan.
Sebelumnya, ICW mendesak KPK mengambil langkah tersebut. Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, menyebut permintaan itu berangkat dari arahan majelis hakim PN Tipikor Medan yang meminta Bobby dihadirkan dalam sidang perkara dugaan suap. Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi yang mereka peroleh, usulan pemeriksaan Bobby sebenarnya sudah pernah disampaikan penyidik kepada Ketua Satgas KPK yang menangani kasus ini. Namun, menurut ICW, tidak ada satu pun ketua satgas yang berani mengambil langkah tersebut.
Kasus korupsi yang menyeret proyek jalan di Sumatera Utara ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025. Dua hari berselang, KPK menetapkan lima orang tersangka dari dua klaster perkara—yakni proyek jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.
Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting (Kepala Dinas PUPR Sumut), Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPT Gunung Tua sekaligus pejabat pembuat komitmen), Heliyanto (PPK di Satker PJN Wilayah I), serta dua pihak swasta: Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang yang disebut sebagai pemberi suap.
Total nilai enam proyek bermasalah itu mencapai sekitar Rp231,8 miliar. Dalam konstruksi kasus, Akhirun dan Rayhan berperan sebagai pemberi suap. Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto diduga menerima dana untuk meloloskan dan mengatur proyek sesuai kepentingan pihak tertentu.



