Pahlawan di Tengah Kabut: Antara Keberanian dan Kebijaksanaan
Oleh: Fariz Maulana Akbar
Abadikini.com, JAKARTA – Dalam setiap masa perjuangan, selalu ada dua kekuatan yang menentukan arah sejarah: keberanian bertindak dan kebijaksanaan berpikir. Dua hal itu pernah diwujudkan secara ekstrem oleh dua tokoh besar perang Eropa abad ke-19: Napoleon Bonaparte dan Carl von Clausewitz.
Napoleon adalah simbol keberanian dan naluri. Ia bergerak cepat, membaca medan dengan insting tajam, dan berani mengambil risiko di saat orang lain masih menimbang. Sejarawan Andrew Roberts (2014) dalam Napoleon the Great menggambarkan Napoleon sebagai pemimpin yang mampu “merasakan arah perang sebelum kabar datang.” Ia sering membuat keputusan sebelum laporan lengkap diterima dan justru itulah yang memberinya keunggulan di Austerlitz (1805) dan Jena (1806).
Namun sejarah juga mencatat sisi rapuh dari keyakinan berlebih pada naluri. Dalam kampanye Rusia tahun 1812, Napoleon menulis dalam catatan pribadinya, “Bertindaklah sebagai manusia yang berpikir, dan berpikirlah sebagai manusia yang bertindak.” Ironisnya, di medan Rusia, keseimbangan itu hilang. Ia menyepelekan laporan tentang strategi bumi hangus pasukan Tsar Rusia (Alexander I), dan tentaranya pun binasa di tengah musim dingin. Sejarawan militer David G. Chandler (1966) menyebut tragedi itu sebagai “kemenangan strategi lawan atas kepercayaan diri seorang jenius.”
Sementara itu, Clausewitz berdiri sebagai simbol rasionalitas dan refleksi strategis. Dalam karya monumentalnya On War (1832), ia menulis: _“Many intelligence reports in war are contradictory; even more are false, and most are uncertain.”_ (Clausewitz, 1832, p. 117)
Baginya, masalah bukan pada informasi yang salah, tetapi pada kemampuan pemimpin menafsirkan ketidakpastian. Ia memperkenalkan konsep fog of war (baca: kabut perang) yang menggambarkan bagaimana keputusan besar sering lahir dalam ketidakpastian dan tekanan. Di situlah kepemimpinan sejati diuji yaitu berpikir jernih di tengah kabut informasi dan emosi.
Dua Arus dalam Sejarah Kita
Dua arus besar ini, keberanian Napoleon dan kebijaksanaan Clausewitz, sesungguhnya juga hidup dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bahkan dalam tradisi Islam Nusantara yang memadukan semangat dan akal sehat.
Tuanku Imam Bonjol adalah simbol keberanian yang lahir dari iman. Ia memimpin Perang Paderi (1821–1837) bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan semangat moral untuk menegakkan nilai Islam dan keadilan. Dalam perjuangannya, ada gema Napoleon yaitu keyakinan kuat, kecepatan bertindak, dan keberanian melawan kekuatan besar tanpa gentar. Namun berbeda dari Napoleon yang bertumpu pada ego, Tuanku Imam Bonjol berpijak pada tauhid dan etika. Ia percaya bahwa keberanian sejati lahir dari keyakinan kepada kebenaran, bukan sekadar ambisi menang (BPNB Sumatera Barat, 2022).
Di sisi lain, Mohammad Hatta mewakili wajah kebijaksanaan Clausewitz dalam sejarah Indonesia. Tenang, rasional, dan penuh pertimbangan. Ia memahami bahwa kemerdekaan bukan hanya hasil pertempuran fisik, melainkan juga perang ide dan diplomasi.
Hatta melihat politik luar negeri sebagai lanjutan perjuangan dengan cara lain, dengan kata lain nyaris persis seperti gagasan Clausewitz bahwa perang adalah kelanjutan politik dengan sarana berbeda. Dalam pidato dan tulisannya, Hatta menegaskan pentingnya disiplin moral, kesadaran hukum, dan logika dalam mempertahankan kemerdekaan (Museum Perumusan Naskah Proklamasi, 2023).
Ia adalah pahlawan yang tidak berteriak di medan perang, tetapi berpikir dalam kesunyian dan menjadikan akal sehat sebagai senjata.
Kedua tokoh ini menunjukkan bahwa Islam dan kebangsaan bukan dua jalan yang terpisah, melainkan dua napas yang sama. Tuanku Imam Bonjol mengajarkan keberanian dari iman, Hatta meneguhkan kebijaksanaan dari ilmu. Keduanya mencontohkan keseimbangan antara naluri dan nalar juga antara tindakan cepat dan refleksi panjang.
Dari Kabut Perang ke Kabut Zaman
Kini, “kabut perang” hadir dalam bentuk baru. Bukan lagi meriam dan peluru, melainkan banjir informasi, polarisasi politik, dan hegemoni narasi.
Namun hakikatnya tetap sama, bangsa ini masih membutuhkan pahlawan yang mampu menembus kabut, bukan dengan amarah, tapi dengan kejernihan dan keberanian moral.
Dalam konteks ini, pelajaran dari Napoleon dan Clausewitz tetap relevan.
Napoleon mengajarkan pentingnya bertindak cepat di saat genting, mengambil risiko ketika ragu bisa berarti kalah.
Clausewitz mengingatkan, keputusan yang hebat bukan hanya lahir dari keberanian, tetapi juga dari kemampuan membaca situasi dengan tenang dan rasional.
Begitu pula Tuanku Imam Bonjol dan Mohammad Hatta. Keduanya adalah wajah pahlawan yang memadukan semangat dan pikiran, aksi dan analisis, iman dan ilmu.
Hari Pahlawan seharusnya tidak hanya menjadi momen nostalgia, tetapi juga refleksi kepemimpinan masa kini.
Bangsa yang hanya berani tanpa berpikir akan tersesat; bangsa yang hanya berpikir tanpa berani bertindak akan terhenti.
Dalam dunia yang penuh kabut informasi dan konflik kepentingan, kita memerlukan pahlawan baru, yaitu mereka yang berani melangkah, tapi juga bijak menimbang arah.
Hari Pahlawan bukan hanya untuk mengenang yang gugur, tetapi juga untuk meneguhkan keseimbangan antara hati dan nalar, antara keberanian dan kebijaksanaan.
Sebab hanya dengan dua sayap itu bangsa ini bisa terus terbang, bahkan di tengah kabut paling tebal dalam sejarahnya.
Referensi:
Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat. (2022, November 8). Tuanku Imam Bonjol, Ulama dan Pejuang Perang Paderi. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsumbar/tuanku-imam-bonjol-ulama-dan-pejuang-perang-paderi/
Chandler, D. G. (1966). The campaigns of Napoleon. Scribner.
Clausewitz, C. von. (1832). On war (Vom Kriege). Berlin: Ferdinand Dümmler.
Cronin, V. (1971). Napoleon. HarperCollins.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (2023, August 16). Mohammad Hatta: Pejuang Rasionalitas Bangsa. Pusat Sejarah TNI.
https://muspernas.kemdikbud.go.id/mohammad-hatta-pejuang-rasionalitas-bangsa/
Roberts, A. (2014). Napoleon the Great. Allen Lane.
Kompas.id. (2023, November 10). Makna Hari Pahlawan di Tengah Tantangan Zaman.
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/11/10/makna-hari-pahlawan-di-tengah-tantangan-zaman
Penulis adalah pegiat literasi dan pemerhati masalah bangsa



