AS Tarik Diri dari KTT G20, Trump Tuduh Ada “Pembantaian Afrikaner”
Abadikini.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi memutuskan untuk tidak mengirimkan satu pun pejabat ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan digelar di Afrika Selatan tahun ini. Keputusan mengejutkan itu diumumkan tak lama setelah Presiden Donald Trump melontarkan kembali tuduhan lama bahwa petani keturunan Afrikaner menjadi korban pembunuhan dan perampasan tanah secara ilegal di negara tersebut.
Trump sebelumnya telah memastikan tidak akan hadir dalam forum ekonomi global itu dan menugaskan Wakil Presiden JD Vance sebagai wakil. Namun rencana itu ikut batal setelah sumber di Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Vance juga tidak akan berangkat ke Pretoria.
“Merupakan aib total bahwa G20 diselenggarakan di Afrika Selatan. Afrikaner sedang dibunuh, disembelih, dan tanah mereka dirampas secara ilegal,” tulis Trump di platform media sosialnya, Truth Social, Minggu (9/11/2025). “Tidak ada pejabat pemerintah AS yang akan hadir selama pelanggaran HAM ini masih terjadi,” lanjutnya.
Pernyataan keras itu memicu reaksi cepat dari Pemerintah Afrika Selatan. Kementerian Luar Negeri di Pretoria menyebut tudingan Trump “tidak berdasar dan menyesatkan,” serta menegaskan bahwa negara itu tetap siap menjadi tuan rumah G20.
“Penggambaran Afrikaner sebagai kelompok yang sepenuhnya berkulit putih tidak sesuai dengan fakta sejarah. Selain itu, tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa komunitas ini menjadi sasaran penganiayaan,” bunyi pernyataan resmi Kemenlu Afrika Selatan.
Pemerintah setempat juga menegaskan bahwa kelompok kulit putih di Afrika Selatan, termasuk Afrikaner, masih menikmati standar hidup yang jauh lebih tinggi dibanding mayoritas penduduk kulit hitam, meskipun rezim apartheid telah berakhir lebih dari 30 tahun lalu.
Presiden Cyril Ramaphosa menambahkan bahwa ia pernah secara pribadi menjelaskan kepada Trump bahwa tuduhan adanya “pembantaian terstruktur terhadap Afrikaner” tidak memiliki dasar fakta sama sekali.
Namun, meski bantahan itu sudah berulang kali disampaikan, pemerintahan Trump tetap mempertahankan kritiknya terhadap Pretoria — memperlihatkan bagaimana isu rasial dan politik luar negeri kembali bersinggungan di bawah kepemimpinan presiden kontroversial tersebut.


