Kredit Rakyat Jadi Ladang Korupsi: Lima Pegawai BRI dan Calo Didakwa Rampok Rp19,3 Miliar
 
						Abadikini.com, JAKARTA — Skandal penyalahgunaan dana Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (KUPRA) di BRI Unit Kebon Baru akhirnya menyeret lima orang terdakwa ke meja hijau. Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Arif Darmawan Wiratama, mengungkapkan bahwa praktik curang yang berlangsung sepanjang 2022 hingga 2023 itu diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp19,38 miliar.
Kelima terdakwa masing-masing adalah Dede Kurniansyah (Kepala Unit BRI Kebon Baru periode 2022–2023), Baba Neru (Marketing Mikro 2022–2024), Parlindungan Pasaribu (Mantri 2018–2024), Nur Maidah Perunisyah (Junior Associate Mantri 2021–2024), dan Endang Winarti, seorang wiraswasta yang berperan sebagai calo.
Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat (31/10), JPU menegaskan bahwa para terdakwa secara bersama-sama memperkaya diri sendiri dan pihak lain dengan melanggar aturan penyaluran kredit BRI.
“Sebanyak 436 debitur KUPRA tidak pernah menerima pencairan kredit sebagaimana mestinya. Identitas mereka digunakan tanpa sepengetahuan, seolah-olah sebagai penerima bantuan UMKM dari pemerintah,” ujar jaksa.
Modus Terstruktur: Data Dipinjam, Dana Disedot
Skema penyelewengan bermula ketika Dede, selaku kepala unit, memerintahkan Endang untuk mengumpulkan data calon debitur palsu berupa KTP, KK, dan foto lokasi usaha. Data itu dikumpulkan dari masyarakat dengan iming-iming uang kompensasi Rp2 juta per orang.
Endang kemudian merekrut sejumlah orang, termasuk Retno alias Beno dan Rojan alias Ojan, untuk mencari data tersebut. Setelah terkumpul, berkas diserahkan ke Dede yang kemudian memerintahkan para mantri — Parlindungan, Nur Maidah, dan Baba — memproses permohonan kredit fiktif tanpa survei lapangan (on the spot).
Permohonan kredit itu tetap diproses melalui sistem BRISpot, lengkap dengan dokumen resmi seperti formulir penilaian, evaluasi, dan surat akad kredit. Setelah dana cair, seluruh uang justru ditarik oleh Endang dan Dede untuk kepentingan pribadi.
Uang Mengalir ke Banyak Tangan
Dari total dana yang diselewengkan, sekitar 100 pencairan digunakan Endang untuk membayar utangnya kepada Dede, sementara 20 pencairan dana dipakai Dede untuk kebutuhan pribadi. Endang juga memanfaatkan sebagian dana untuk modal usaha dan membayar bunga dari kredit-kredit sebelumnya.
Tak hanya berhenti di situ, uang hasil kejahatan turut mengalir ke pihak lain. Jaksa menyebut mantan Lurah Cisurupan Garut, Susi, menerima sekitar Rp115 juta dari empat pencairan nasabah. Ada pula nama Hendra Pratomo dari Pusdikbekang dan Yudi (Iyut) yang turut menikmati hasil dana fiktif tersebut.
Sepanjang Desember 2023, Dede bahkan mengelola 40 pencairan kredit nasabah secara langsung tanpa prosedur sah.
Langgar Aturan BRI, Rugikan Negara
Menurut jaksa, para mantri dan pegawai BRI tersebut mengetahui bahwa proses penyaluran kredit tidak sesuai ketentuan internal bank. Namun, mereka tetap melanjutkan proses prakarsa kredit atas instruksi Dede.
“Mereka sadar bahwa pengajuan kredit tidak melalui pemeriksaan langsung dan tidak ada verifikasi faktual terhadap calon debitur,” tegas JPU.
Perbuatan para terdakwa dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.
Dengan kewenangan memutus kredit hingga Rp75 juta per debitur, Dede disebut sebagai otak dari skema korupsi tersebut. Ia menggunakan jabatannya untuk menyetujui ratusan pinjaman fiktif yang seluruh dananya berakhir di kantong pribadi.
Kini, kelima terdakwa harus menghadapi persidangan panjang di Pengadilan Tipikor. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia perbankan mikro yang semestinya menjadi penopang ekonomi rakyat, bukan ladang bancakan oknum di balik meja.
 
				


