Dedi Mulyadi Marah Besar Soal Setoran Aqua ke PDAM Subang
Abadikini.com, JAKARTA – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi naik pitam. Dalam sebuah pertemuan yang berubah panas, ia membongkar dugaan praktik “pemalakan” terselubung antara PDAM Subang dan pabrik Aqua di wilayah itu.
Faktanya mencengangkan: perusahaan air minum itu rutin menyetor sekitar Rp600 juta per bulan ke PDAM, padahal tidak menggunakan air dari PDAM sama sekali.
Ironisnya, di tengah aliran dana fantastis tersebut, warga yang tinggal di sekitar pabrik justru masih harus mandi dan mencuci dengan air sawah karena belum terlayani jaringan air bersih.
Pertemuan Panas di Subang
Semua bermula dari sidak Dedi Mulyadi ke pabrik Aqua di Subang. Ia menemukan bahwa seluruh kebutuhan air pabrik bersumber dari sumur bor dalam di lahan milik sendiri, bukan dari PDAM.
Namun, dalam rapat lanjutan yang digelar Rabu (29/10/2025), Dedi mendapati fakta lain: ada “setoran” bulanan Rp600 juta dari Aqua ke PDAM Subang. Dana ini juga tidak termasuk kewajiban pajak air tanah resmi sebesar Rp900 juta yang sudah dibayarkan Aqua kepada Pemkab Subang.
PDAM berdalih, pembayaran itu merupakan “kompensasi” yang diatur dalam perjanjian lama sejak tahun 1994.
Dedi langsung menepis alasan tersebut.
“Ini bukan soal kesepakatan, Pak. Aqua ngambil air di lahannya sendiri, bukan beli dari PDAM. Tapi kok tetap harus bayar? Ini kan lembaga, bukan preman!” tegasnya dalam pertemuan yang disiarkan lewat akun Instagram resminya, dilansir Kamis (30/10/2025).
PDAM Tidur Saja Dapat Rp600 Juta, Warga Mandi Air Sawah
Amarah Dedi makin tak terbendung ketika mengetahui bahwa wilayah sekitar pabrik Aqua, seperti Kecamatan Cisalak dan Kaso Malang, belum mendapatkan layanan air bersih.
Padahal PDAM dengan santai menerima ratusan juta rupiah setiap bulan tanpa kerja nyata.
“PDAM ini tidur saja sudah untung. Bayar satu karyawan pun cukup dari uang itu. Tapi warga sekitar masih mandi pakai air sawah,” sindir Dedi tajam.
Lebih parah lagi, dari Rp600 juta setoran Aqua tersebut, hanya sekitar Rp20 juta atau 5% yang disalurkan untuk dua desa di sekitar pabrik.
Langkah Tegas: Audit Teknis dan Hukum
Menolak kompromi, Dedi Mulyadi mengumumkan dua langkah konkret.
Pertama, ia akan menggandeng tim independen dari ITB dan IPB untuk mengaudit secara teknis status sumber air yang digunakan Aqua apakah termasuk air tanah atau mata air serta dampak lingkungannya.
Kedua, ia akan menugaskan tim khusus untuk melakukan audit hukum dan keuangan guna menelusuri aliran dana Rp600 juta itu dan menilai keabsahan perjanjiannya.
Kritik Tajam terhadap BUMD
Kasus ini memantik perdebatan publik tentang peran BUMD yang semestinya berorientasi pada pelayanan, bukan mencari “keuntungan pasif” dari industri.
Alih-alih memperluas jaringan air bersih bagi warga, PDAM Subang justru terlihat menikmati “uang duduk” dari perusahaan yang mengelola sumber airnya sendiri.
“BUMD bukan tempat memungut upeti. Kalau mau disebut kerja sama, buktikan ada manfaat bagi rakyat,” tutup Dedi.
Kasus ini kini menjadi sorotan luas, membuka pertanyaan besar tentang bagaimana pengelolaan sumber daya air di tingkat daerah bisa berubah menjadi ladang rente.
Sementara PDAM “berendam” dalam uang kompensasi, ribuan warga Subang masih menunggu tetes air bersih di tanah mereka sendiri.


