Gencatan Senjata Hanya di Atas Kertas, Warga Palestina Dirikan Rumah di Kuburan

Abadikini.com, JAKARTA – Puluhan ribu warga Palestina kini menjalani hari-hari mereka di tengah nisan dan batu-batu kuburan. Bukan karena pilihan, melainkan karena tak ada lagi tempat lain untuk berteduh setelah rumah mereka rata oleh serangan udara Israel.
Di Khan Younis, Gaza selatan, pemandangan memilukan itu menjadi nyata: deretan tenda-tenda darurat berdiri di antara makam, menjadi tempat berlindung bagi keluarga yang kehilangan segalanya. Bau tanah kuburan bercampur dengan suara tangis anak-anak yang tak lagi punya rumah.
“Kuburan ini bukan untuk yang hidup. Tapi sekarang, inilah satu-satunya tempat yang tersisa bagi kami,” kata seorang warga seperti dikutip reporter Al Jazeera, Hind Khoudary, Kamis (23/10/2025).
Khoudary melaporkan bahwa banyak keluarga mendirikan tenda di pemakaman lantaran semua lahan kosong di Gaza telah hancur atau dikuasai militer Israel. Di antara batu nisan, mereka berusaha bertahan dari kelaparan, udara dingin, dan trauma perang yang seolah tak berujung.
Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas ternyata belum mengubah nasib mereka. Suara bom memang berhenti sementara, tapi krisis kemanusiaan masih menggila. Listrik nyaris tak ada, air bersih sulit didapat, dan bantuan kemanusiaan tersendat di perbatasan.
Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan sedikitnya 1,9 juta warga Gaza—sekitar 90 persen dari total populasi—telah mengungsi sejak perang pecah. Banyak di antaranya harus berpindah-pindah hingga sepuluh kali atau lebih, mencari tempat aman yang tak pernah benar-benar ada.
Kini, wilayah Gaza selatan berubah menjadi lautan manusia. Tempat penampungan penuh sesak, dan sebagian besar pengungsi terpaksa tidur di ruang terbuka. Yang lebih memilukan, sebagian lainnya hanya bisa menemukan “tempat tinggal” di antara makam, di tanah yang seharusnya menjadi peristirahatan terakhir, bukan rumah sementara bagi mereka yang masih berjuang untuk hidup.
Gencatan senjata mungkin menghentikan ledakan, tapi tidak menghentikan penderitaan. Gaza tetap berduka, dan dunia sekali lagi menyaksikan bagaimana manusia bisa dipaksa hidup di tempat yang seharusnya hanya untuk yang mati.