TKD Dipangkas, Pemkot Tidore Pastikan Gaji ASN dan PPPK Aman

Abadikini.com, TIKEP — Kebijakan pemerintah pusat memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) memunculkan kekhawatiran di berbagai daerah, termasuk di Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Pemerintah daerah kini dihadapkan pada tantangan menjaga stabilitas fiskal dan pelayanan publik di tengah keterbatasan anggaran.
Isu tersebut mengemuka dalam forum “Kwatak Bercerita” yang digelar Komunitas Wartawan Tidore Kepulauan (KWATAK) di Aula Sultan Nuku, Kantor Wali Kota Tidore, Selasa (7/10/2025). Forum ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Sekretaris Daerah Kota Tidore Ismail Dukomalamo, pengamat ekonomi-politik Ishak Naser, praktisi keuangan daerah Ramli Saraha, serta Wakil Ketua DPRD Kota Tidore Ridwan Moh Yamin.
Mereka membahas dampak kebijakan pengurangan TKD terhadap keuangan daerah dan pembangunan di Kota Tidore.
Pembangunan Tertekan
Sekretaris Daerah Kota Tidore, Ismail Dukomalamo, menyampaikan bahwa pemangkasan dana alokasi dari pusat akan berpengaruh signifikan terhadap program pembangunan tahun 2026.
“Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik turun sekitar 80 persen, dari Rp49,2 miliar pada 2025 menjadi hanya Rp8,8 miliar di 2026. Ini tentu berdampak langsung pada proyek-proyek infrastruktur,” kata Ismail.
Selain DAK fisik, Alokasi Dana Desa (ADD) juga turun dari Rp38,5 miliar menjadi Rp33,2 miliar. Menurut dia, kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) terkait kemungkinan pemotongan gaji.
Namun, Ismail memastikan Wali Kota Tidore Muhammad Sinen dan Wakil Wali Kota Ahmad Laiman berkomitmen menjaga hak pegawai.
“Belanja pegawai tetap menjadi prioritas. Tidak ada pengurangan ASN maupun PPPK paruh waktu,” ujarnya.
Karena keterbatasan dana, Pemkot Tidore hanya akan fokus pada belanja operasional prioritas, sedangkan belanja modal dan kegiatan fisik sebagian besar ditunda.
Sorotan Hukum dan Fiskal
Pandangan kritis disampaikan praktisi keuangan daerah Ramli Saraha. Ia menilai pemotongan TKD tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
“Pasal 187 UU HKPD secara tegas melarang penurunan Dana Alokasi Umum (DAU) dalam lima tahun sejak 2022. Pemotongan DAU oleh Presiden bertentangan dengan prinsip hukum tersebut,” ujar Ramli.
Ia juga menyoroti perubahan formula DAU yang kini tidak lagi menjamin porsi minimal 26 persen dari pendapatan nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang sebelumnya. Menurutnya, ketentuan baru dalam Pasal 124 UU HKPD bersifat normatif dan tidak memberikan kepastian fiskal bagi daerah.
Ramli mendorong asosiasi pemerintah daerah seperti APEKSI, ADEKSI, APKASI, dan APDESI untuk menempuh langkah hukum terkait kebijakan pemangkasan TKD.
“Ini bukan sekadar soal angka, tetapi soal kemandirian dan hak konstitusional daerah dalam kerangka otonomi,” katanya.
Perlu Pembacaan Kontekstual
Sementara itu, pengamat ekonomi-politik Ishak Naser menilai isu pengurangan TKD tidak dapat dilihat secara parsial. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan bagian dari penyesuaian fiskal nasional yang diatur dalam UU HKPD dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022.
“Struktur transfer dana pusat ke daerah harus dibaca dalam kerangka kebijakan nasional. Jika tidak, akan timbul kesan bahwa pemerintah pusat sengaja memotong anggaran daerah,” kata Ishak.
Ia menekankan perlunya sinergi lintas level pemerintahan agar kebijakan fiskal dapat diimplementasikan tanpa menimbulkan ketimpangan antarwilayah.
“Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu duduk bersama agar solusi yang dihasilkan bersifat menyeluruh,” ujarnya.
Legislatif Minta Inovasi Pembiayaan
Wakil Ketua DPRD Kota Tidore Ridwan Moh Yamin menilai pemangkasan TKD menyentuh langsung kemampuan fiskal daerah.
“Bagi daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang terbatas, kebijakan ini sangat terasa. Namun kita juga perlu memahami bahwa ini bagian dari penyesuaian fiskal nasional,” ujarnya.
Ridwan mengingatkan pemerintah daerah agar tetap menjaga prinsip efisiensi dan prioritas belanja publik. Ia juga mendorong lahirnya inovasi pembiayaan agar pembangunan tidak berhenti.
“DPRD dan pemerintah daerah harus proaktif mencari sumber pembiayaan baru tanpa membebani masyarakat,” kata Ridwan.
Menurut dia, forum seperti Kwatak Bercerita penting untuk mempertemukan pemangku kepentingan dalam mencari solusi bersama menghadapi tekanan fiskal.
Ujian Otonomi Daerah
Kebijakan penyesuaian TKD dilakukan pemerintah pusat untuk menjaga keseimbangan APBN 2026. Namun, di tingkat daerah, langkah ini menguji daya tahan fiskal dan semangat otonomi.
Bagi Kota Tidore, tantangannya kini adalah bagaimana tetap menjaga pelayanan publik, hak pegawai, dan kelangsungan pembangunan di tengah ruang fiskal yang semakin sempit.