Kasus Haji Rp1 Triliun: KPK Gali Peran Ustadz Khalid Basalamah

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pendakwah sekaligus pemilik agensi perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, dalam kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan Khalid diperiksa sebagai saksi pada Selasa (9/9). Ia diduga menunaikan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 melalui jalur kuota khusus yang bermasalah.
“Makanya kami tanyakan prosesnya sebagai jemaah haji. Kami butuh keterangan tidak hanya dari pemilik travel dan ketua asosiasi, tapi juga dari para jemaah,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Menurut Asep, posisi Khalid bukan sekadar jemaah biasa, melainkan pembimbing rombongan. “Dalam rombongan haji maupun umrah biasanya ada ustaz yang menjadi pembimbing. Beliau berangkat bersama rombongannya dengan peran tersebut,” ujarnya.
Meski Khalid juga dikenal sebagai pemilik agensi perjalanan dan Ketua Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji), KPK menegaskan pemeriksaan dilakukan dalam kapasitasnya sebagai jemaah.
Kasus ini bergulir sejak 9 Agustus 2025, ketika KPK resmi mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji. Sehari sebelumnya, penyidik telah meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Tak lama kemudian, KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi kerugian negara. Pada 11 Agustus, KPK mengumumkan kerugian awal mencapai lebih dari Rp1 triliun. Untuk mencegah pelarian, tiga orang dicegah ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Paralel dengan penyidikan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan haji 2024. Dari 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi, Kementerian Agama membagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Skema itu dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan reguler 92 persen.