Demonstrasi Nepal Liar: Menteri Dipukuli, Istri Eks PM Tewas Dibakar Massa

Abadikini.com, JAKARTA – Nepal memasuki babak paling kelam dalam sejarah politik modernnya. Selasa (9/9/2025), ibu kota Kathmandu berubah menjadi lautan api setelah ribuan demonstran menyerbu gedung parlemen. Mereka membakar pintu masuk, menghancurkan kaca jendela, dan mengibarkan bendera nasional di tengah kobaran api.
Ledakan amarah itu datang hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya. Namun pengunduran diri tidak meredam massa. Justru sebaliknya, protes meluas menjadi gelombang perlawanan antikorupsi yang menargetkan langsung wajah-wajah elite politik.
Sasaran kemarahan rakyat meluas ke rumah-rumah pejabat. Menteri Luar Negeri Arzu Rana Deuba dipaksa keluar dari kediamannya dan dipukuli massa. Wakil Perdana Menteri Bishnu Prasad Paudel dikejar-kejar di jalan, ditendang dan dipukul. Tragedi paling mengenaskan terjadi di kediaman mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal: istrinya, Rajyalaxmi Chitrakar, tewas ketika rumah mereka dibakar.
Kerusuhan juga mengguncang distrik barat Nepal. Dua penjara diserbu, membuat sekitar 900 narapidana lolos begitu saja. Hingga malam, jumlah korban jiwa mencapai 19 orang, ratusan lainnya luka-luka, dan aparat keamanan kewalahan menghadapi amuk massa.
Benih protes ini bermula dari keputusan pemerintah yang melarang 26 platform media sosial. Dalihnya untuk menekan hoaks dan penipuan daring, namun justru memantik amarah publik terutama anak muda yang hidupnya terkoneksi dengan dunia digital. Meskipun kebijakan itu buru-buru dicabut, rakyat sudah terlanjur turun ke jalan.
“Korupsi sudah terlalu lama membusuk di negara ini. Kami tidak ingin lagi ditipu pemimpin yang hanya memperkaya diri,” kata Muna Shreshta (20), seorang demonstran di Kathmandu.
Militer menuding gelombang aksi diboncengi perusuh yang merusak dan menjarah. Dalam pernyataan resmi, Angkatan Darat mengancam akan mengambil alih kendali jika kekacauan berlanjut.
Kini, Nepal berdiri di tepi jurang krisis politik besar. Perdana menteri telah lengser, tetapi pengganti belum jelas. Para menteri bersembunyi di markas keamanan, ketakutan menjadi sasaran. Rakyat menolak pulang, meneriakkan perubahan, dan menuntut pembersihan total dari korupsi serta elite yang dianggap gagal membawa masa depan.