Prabowo Hadapi Defisit Rp638 Triliun, Pemerintah Andalkan Utang Jumbo

Abadikini.com, JAKARTA – Pemerintah kembali menempuh jalan utang besar untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Nilainya fantastis, mencapai Rp781,86 triliun, atau yang terbesar sejak masa pandemi Covid-19 pada 2021 lalu.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, kebutuhan pembiayaan tersebut sebagian besar akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp749,19 triliun. Angka ini melonjak tajam dibanding outlook 2025 yang hanya Rp585 triliun. Sementara itu, porsi dari pinjaman (neto) dipatok Rp32,6 triliun, jauh menyusut 74,9 persen dibanding tahun sebelumnya yang masih Rp130,3 triliun.
Rinciannya, pinjaman dalam negeri justru mencatat angka negatif Rp6,5 triliun, sedangkan pinjaman luar negeri masih mencapai Rp39,2 triliun. Jika dibandingkan tren beberapa tahun terakhir, kebutuhan utang 2026 memang lebih tinggi dari 2025 (Rp715,5 triliun), 2024 (Rp558,1 triliun), 2023 (Rp404 triliun), dan 2022 (Rp696 triliun). Namun, masih di bawah puncak utang pandemi pada 2021 yang mencapai Rp870,5 triliun.
Dalam pidato pengantar RAPBN di DPR RI, 15 Agustus 2025 lalu, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan target pendapatan negara tahun depan sebesar Rp3.147,7 triliun. Di sisi lain, belanja negara dipatok jauh lebih tinggi, yakni Rp3.786,5 triliun.
“Defisit anggaran 2026 dirancang sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB,” tegas Prabowo.
Mengutip dokumen RAPBN yang diterima redaksi pada Rabu (20/8/2025), pemerintah jelas menaruh harapan besar pada pembiayaan utang, terutama dari SBN, untuk menambal jurang fiskal. Tantangannya, pemerintah harus menjaga kepercayaan pasar sekaligus memastikan beban bunga tidak semakin menjerat APBN di tahun-tahun berikutnya.