Gibran Kurang Dewasa, Etika Kekuasaan Tergadai di Panggung Upacara

Abadikini.com, JAKARTA – Sikap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan, Batujajar, Bandung Barat, Senin (11/8), memantik tanda tanya besar di publik.
Gibran, yang baru tiga bulan menjabat wakil presiden, terekam kamera tiba di lokasi upacara tanpa menyalami sejumlah menteri yang berdiri di barisan penyambutan. Yang paling mencolok, ia melewati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, tanpa jabat tangan.
Bukan hanya Bahlil, Gibran juga tidak menyapa Menko Infrastruktur yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, serta Menko Pemberdayaan Masyarakat yang juga Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. Ketiganya dikenal sebagai tokoh partai besar yang memiliki posisi strategis di kabinet.
Pemandangan itu langsung memicu spekulasi ada apa di balik gestur dingin sang wapres? Apakah ini sekadar kelalaian protokoler, atau sinyal awal “perang dingin” di tubuh pemerintahan?
Pengamat politik Universitas Nasional, Andi Yusran, tak segan menyebut aksi itu sebagai cermin kurangnya kedewasaan politik.
“Apa yang diperlihatkan Gibran menunjukkan kekurangdewasaan dalam melakoni jabatannya,” kata Andi, Selasa (12/8/2025).
Menurut Andi, rivalitas politik semestinya tak menjadi variabel pengaruh dalam relasi antarpejabat negara. Apalagi, di panggung pemerintahan, simbol-simbol etika seperti jabat tangan justru menjadi perekat hubungan.
“Inilah yang dikhawatirkan publik sejak awal: minimnya pengalaman Gibran dalam pemerintahan bisa berimplikasi negatif pada tata lakunya sebagai wakil presiden,” tegas Andi.
Gestur yang terekam dalam hitungan detik itu kini menjadi bahan pembicaraan di berbagai ruang—dari meja makan rakyat biasa, sampai ruang rapat partai politik.