Bendera One Piece Berkibar Menjelang HUT RI ke-80, Gibran Disorot Jadi Aktor Intelektual

Abadikini.com, JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, publik dihebohkan oleh maraknya pengibaran bendera bajak laut “Jolly Roger” dari serial One Piece di berbagai daerah. Fenomena yang awalnya dianggap sepele ini kini memantik polemik dan analisis serius dari berbagai kalangan, terutama setelah muncul dugaan adanya tokoh elite di balik tren tersebut.
Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, secara terang-terangan menyebut nama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai sosok yang patut dicurigai berada di balik kampanye simbolik itu.
“Saya curiga dan menduga ada peran Gibran di balik isu One Piece ini,” ujar Jerry dalam keterangannya, Senin (4/8/2025).
“Dalam debat pilpres lalu, dia dua kali tampil dengan logo bajak laut yang sangat populer di kalangan penggemar anime dan manga. Kebetulan, Gibran juga dikenal sebagai penggemar berat karakter Naruto.” tambahnya.
Jerry berujar bahwa bukan hanya dalam debat, Gibran juga sempat tampil mengenakan atribut One Piece dalam berbagai kesempatan publik. Salah satunya saat menghadiri acara Silaturahmi Desa Bersatu di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 13 November 2023. Ia juga pernah terlihat memakai lambang yang sama ketika mengunjungi rumah Presiden Prabowo Subianto.
“Ini bukan tuduhan tanpa dasar. Jejak simbolik itu konsisten. Sekarang bendera One Piece berkibar di berbagai wilayah, dan bahkan dibolehkan di Solo oleh Wali Kota Respati Ardi,” lanjut Jerry.
“Kalau dibiarkan, ini bisa merusak citra Presiden Prabowo. DPR seharusnya mengusut tuntas siapa dalang, pelaku, hingga sponsor yang berada di balik gelombang simbol bajak laut ini.” tegasnya.
Sementara itu, aparat keamanan telah mulai bertindak terhadap sejumlah pihak yang mengibarkan bendera tersebut, terlebih ketika pengibarannya mulai dibandingkan dengan kehormatan bendera Merah Putih menjelang hari kemerdekaan. Namun, di sisi lain, sebagian elite politik dan pengamat justru menganggap fenomena ini sebagai ekspresi kebebasan yang tidak perlu dibesar-besarkan.