Mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe Divonis 12 Tahun Tahanan Rumah karena Manipulasi Saksi dan Suap

Abadikini.com, JAKARTA – Mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe resmi dijatuhi hukuman 12 tahun tahanan rumah oleh pengadilan pada Jumat (1/8/2025), setelah dinyatakan bersalah dalam kasus manipulasi saksi dan penyuapan. Selain itu, ia didenda sebesar 578.000 dolar AS dan dilarang menduduki jabatan publik selama lebih dari delapan tahun, tepatnya 100 bulan 20 hari.
Uribe, 73 tahun, diwajibkan melapor ke pihak berwenang di kota asalnya, Rionegro, Provinsi Antioquia, sebelum mulai menjalani hukuman di kediamannya. Vonis ini menjadikannya mantan presiden pertama Kolombia yang terbukti bersalah dalam perkara pidana—akhir dari proses hukum yang berlangsung hampir 13 tahun dan melewati persidangan intensif selama enam bulan.
Tokoh konservatif yang menjabat dari 2002 hingga 2010 itu dikenal karena pendekatan militernya terhadap konflik bersenjata Kolombia, yang telah berlangsung lebih dari enam dekade dan melibatkan pemerintah, pemberontak kiri, milisi paramiliter kanan, hingga jaringan narkoba. Selama masa kepemimpinannya, Uribe melancarkan operasi besar-besaran terhadap kelompok gerilya seperti FARC. Namun, kebijakan tangan besi tersebut juga memunculkan kritik tajam terkait pelanggaran HAM, termasuk skandal “false positives”, di mana militer dituduh membunuh warga sipil dan mengklaim mereka sebagai gerilyawan untuk memoles statistik keberhasilan operasi. Penyelidikan mencatat sedikitnya 6.402 korban.
Uribe selama ini juga dibayangi tuduhan memiliki keterkaitan dengan kelompok paramiliter sayap kanan, tuduhan yang terus ia bantah. Kasus hukum yang menjeratnya bermula dari perselisihan dengan Senator Ivan Cepeda, seorang politisi kiri.
Pada 2012, Uribe melaporkan Cepeda ke Mahkamah Agung, menuduhnya mencemarkan nama baik dengan menyebar tudingan bahwa Uribe terlibat dengan kelompok paramiliter Bloque Metro. Namun, pada 2018, Mahkamah justru menolak laporan tersebut dan balik menyelidiki Uribe atas dugaan upaya mempengaruhi saksi.
Uribe dituduh memerintahkan pengacaranya, Diego Cadena, untuk menemui mantan anggota kelompok paramiliter agar bersedia memberikan kesaksian palsu yang menguntungkannya. Dua saksi mengaku Cadena menawarkan uang sebagai imbalan, dan kini pengacara tersebut juga menghadapi proses pidana. Kesaksian itu turut digunakan dalam kasus terpisah terhadap adik Uribe, Santiago Uribe.
Vonis dijatuhkan setelah persidangan maraton selama 10 jam. Hakim menyatakan terdapat bukti kuat bahwa Uribe berusaha memanipulasi keterangan saksi.
Putusan ini menuai kecaman dari sejumlah pihak, terutama dari Amerika Serikat. Pemerintahan Donald Trump mengecam proses hukum tersebut sebagai bermotif politik. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bahkan menyebut bahwa satu-satunya “kesalahan” Uribe adalah karena membela tanah airnya, serta menuding lembaga peradilan Kolombia telah disusupi agenda hakim-hakim radikal.
Meski telah divonis, tim pengacara Uribe menyatakan akan mengajukan banding.