Meski Beda Rumah, Gerindra–PDIP Masih Serumah di Hati Prabowo

Abadikini.com, JAKARTA – Hubungan antara Partai Gerindra dan PDIP kini tak ubahnya drama keluarga yang penuh dinamika. Presiden RI sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, baru-baru ini kembali melontarkan pernyataan nyeleneh tapi penuh makna. Gerindra dan PDIP itu seperti kakak-adik beda rumah, tapi tetap satu darah politik.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7). “Ini sebenarnya PDIP sama Gerindra ini kakak-adik. Tapi karena demokrasi kita diajarkan negara Barat, ya enggak boleh koalisi satu,” ujarnya, separuh berseloroh, separuh menyentil.
Pernyataan ini tidak luput dari sorotan analis komunikasi politik Hendri Satrio atau yang akrab disapa Hensat. Menurut Founder Lembaga Survei KedaiKOPI itu, ungkapan Prabowo bukan sekadar guyonan sambil ngopi di teras rumah negara, tapi sinyal politik yang cukup serius.
“Kalau sudah bilang kakak-adik, artinya mereka kompak. Bisa jadi beda rumah, tapi saling bantu kalau Indonesia butuh,” ujar Hensat kepada wartawan. Ia membaca narasi ini sebagai pertanda bahwa meski secara formal berada di koalisi berbeda, Gerindra dan PDIP sebenarnya punya satu visi: membangun negeri, meski lewat dapur masing-masing.
Yang menarik, Hensat juga menyoroti kemandirian politik dua partai besar ini. Dengan Prabowo sebagai presiden dan Puan Maharani sebagai Ketua DPR, keduanya ibarat saudara kandung yang sudah mandiri dan tidak lagi tergantung pada “ayahanda politik”. Entah siapa “ayahanda” yang dimaksud, tapi pembaca politik pasti bisa menebak arah angin.
“Keduanya sudah punya rumah sendiri. Mereka independen. Sudah enggak perlu minta uang jajan atau izin keluar malam,” canda Hensat, sambil menegaskan bahwa komunikasi antara Gerindra dan PDIP tetap terjaga di level elite.
Ia juga menyebut dua kali pertemuan antara Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai sinyal bahwa “chemistry” politik di antara mereka belum padam. Bahkan menurut Hensat, tinggal tunggu tanggal mainnya saja sampai dua partai ini kembali satu atap, entah di eksekutif, legislatif, atau dalam proyek besar kenegaraan.
“Sudah kompak. Kerja sama itu cuma soal waktu. Kayak jodoh yang sudah ditentukan, tinggal akadnya kapan,” tutupnya dengan senyum politik.
Dengan suasana politik yang semakin dinamis, rakyat mungkin tinggal menunggu apakah dua partai “saudara” ini akan kembali duduk semeja, atau tetap saling kirim pesan manis dari kejauhan. Yang jelas, kalau politik itu soal kepentingan, maka kepentingan untuk tetap menjaga harmoni bisa jadi lebih besar dari sekadar soal siapa di koalisi siapa.