KPK Bongkar Dugaan Korupsi Sistemik Dana Hibah Jatim: 21 Tersangka, Gubernur Diperiksa Jadi Saksi

Abadikini,com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan penyimpangan besar-besaran dalam pengelolaan dana hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur periode 2023–2025. Nilainya mencengangkan mencapai Rp 12,47 triliun, dengan lebih dari 20.000 lembaga penerima yang terindikasi tidak seluruhnya kredibel.
“Berdasarkan hasil evaluasi KPK, pengelolaan hibah di Jawa Timur masih menghadapi tantangan serius. Minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, dan kompleksitas regulasi menjadi faktor utama yang membuka celah bagi praktik koruptif,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan resmi, Senin (21/7/2025).
Titik Rawan Penyimpangan
KPK mengidentifikasi sejumlah modus penyimpangan. Mulai dari verifikasi penerima yang tidak profesional, hingga munculnya kelompok masyarakat (pokmas) fiktif dan duplikasi penerima bantuan. Lembaga antirasuah mencatat, terdapat 757 rekening dengan identitas ganda—termasuk kesamaan nama, tanda tangan, hingga nomor induk kependudukan (NIK).
KPK juga menyoroti adanya “pengaturan jatah” hibah oleh oknum pimpinan DPRD. Pola tersebut diduga kuat menguntungkan pihak-pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan anggaran hibah.
Praktek lain yang terbongkar adalah pemotongan dana hibah oleh koordinator lapangan hingga 30 persen terbagi menjadi 20 persen sebagai “ijon” kepada anggota DPRD, dan 10 persen sisanya untuk keuntungan pribadi.
Tak hanya itu, KPK menemukan pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan proposal. Indikasi kuat menyebutkan adanya pengondisian kegiatan oleh pihak luar, yang mencederai semangat pembangunan partisipatif dan akuntabel.
Dana Menguap, Pengawasan Mandek
Minimnya pengawasan menjadi masalah struktural lainnya. KPK mencatat 133 lembaga penerima melakukan penyimpangan, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, baru sekitar Rp 1,6 miliar yang dikembalikan.
Bank Jatim, sebagai pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), juga mendapat sorotan. KPK menilai belum adanya prosedur pencairan hibah yang memadai dari pihak bank, sehingga proses penyaluran dana berjalan tanpa verifikasi keamanan yang memadai layaknya transaksi biasa.
Sebagai langkah korektif, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Di antaranya, penajaman tujuan pemberian hibah agar sesuai dengan program prioritas daerah, penetapan kriteria penerima berbasis indikator terukur, serta transparansi dalam proses verifikasi dan seleksi.
Budi juga mendorong penerapan sistem informasi hibah yang terdigitalisasi dan dapat diakses publik secara real time. Selain itu, KPK menekankan pentingnya penguatan pengawasan internal serta pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan publik.
“Kolaborasi dengan Bank RKUD juga sangat penting untuk merancang sistem pencairan hibah yang akuntabel dan mampu meminimalkan celah penyelewengan,” tegas Budi.
21 Tersangka, Gubernur dan Ketua DPRD Diperiksa
Di sisi penegakan hukum, KPK saat ini tengah mendalami kasus dugaan suap pengurusan dana hibah Jawa Timur periode anggaran 2019–2022. Dalam proses penyidikan, lembaga ini telah memeriksa puluhan saksi, termasuk Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Ketua DPRD Jatim, Kushadi.
Hasilnya, sebanyak 21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah itu, empat orang diduga sebagai penerima suap, terdiri dari tiga penyelenggara negara dan satu staf penyelenggara negara. Adapun 17 lainnya merupakan pihak pemberi suap, yang terdiri atas 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara.
Hingga kini, identitas para tersangka dan konstruksi perkara belum diumumkan secara resmi. KPK menegaskan akan mengungkap seluruh materi perkara saat proses penyidikan dinilai cukup.
Untuk keperluan penyidikan, KPK juga telah mengeluarkan surat pelarangan ke luar negeri terhadap ke-21 tersangka guna memastikan mereka tetap berada di Indonesia.