Rusia Meradang: Tuduhan Putin Tekan Iran Adalah Serangan Propaganda Media AS

Abadikini.com, MOSKOW – Pemerintah Rusia murka dan membantah keras laporan media Amerika Serikat (AS) yang menuduh Presiden Vladimir Putin menekan Iran agar tunduk pada kesepakatan nuklir tanpa hak pengayaan. Moskow menyebut laporan itu sebagai fitnah murahan dan bagian dari kampanye disinformasi yang berbahaya.
Laporan provokatif itu dimuat oleh media AS Axios, yang mengutip tiga sumber anonim. Dalam artikelnya, disebutkan bahwa Putin mendesak Teheran menerima kesepakatan dengan Washington yang pada intinya mematikan hak Iran untuk memperkaya uranium sebuah tuduhan yang langsung ditepis keras oleh Kremlin.
“Ini bukan sekadar berita palsu. Ini fitnah yang dirancang untuk menyulut ketegangan global dan memperkeruh krisis nuklir Iran,” tegas Kementerian Luar Negeri Rusia dalam pernyataan resminya, dilansir dari AFP, Senin (14/7/2025).
Moskow menuding media-media Barat, termasuk Axios, sebagai alat propaganda elite politik “negara gelap” yang tak segan mengorbankan kebenaran demi agenda geopolitik kotor. Kementerian Luar Negeri Rusia bahkan menyebut Axios sebagai “toilet tank” yang menyebarkan disinformasi sistematis, merujuk langsung pada artikel bertajuk “Putin mendesak Iran terima kesepakatan nuklir ‘tanpa pengayaan’, kata sumber.”
Dari Teheran, kantor berita Tasnim mengonfirmasi bahwa Iran tidak pernah menerima tekanan atau pesan dari Putin seperti yang diklaim laporan itu. Iran kembali menegaskan bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan sipil dan sah menurut hukum internasional.
“Program nuklir kami adalah hak yang tidak dapat dinegosiasikan,” kata pejabat tinggi Iran menanggapi tuduhan Barat yang terus memfitnah negaranya hendak mengembangkan senjata nuklir.
Meskipun menjalin hubungan strategis dengan Teheran, Moskow juga menjaga komunikasi terbuka dengan Washington. Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan Putin dan Presiden AS Donald Trump terlihat menghangat hal yang memicu spekulasi, tapi belum terbukti sebagai pengkhianatan terhadap Iran.
Namun, loyalitas Moskow masih diuji. Pada 13 Juni, serangan brutal Israel ke jantung Iran memicu perang 12 hari dan menggagalkan perundingan nuklir Iran-AS yang baru dimulai April lalu. Puncaknya, pada 22 Juni, AS menggempur situs pengayaan uranium di Fordow, Isfahan, dan Natanz serangan langsung ke infrastruktur strategis Iran. Tingkat kerusakan masih belum jelas, tapi pesan Washington sangat jelas: tak ada ruang kompromi.
Rusia mengecam tindakan agresif tersebut, namun tetap memilih jalur diplomasi terbuka. Di sisi lain, Barat terus mendorong narasi konfrontatif melalui media. Narasi “Putin menekan Iran” menjadi senjata terbaru untuk membelah poros Moskow-Teheran dan memperlemah posisi negosiasi Iran di mata dunia.
Di tengah pusaran geopolitik ini, satu hal menjadi terang: konflik nuklir Iran kini bukan lagi soal pengayaan uranium, tapi pertarungan pengaruh global antara poros Timur dan Barat dan media menjadi salah satu medan tempurnya.