Ketika KPK Main Senyap: Khofifah Diperiksa, Publik Dibohongi?
Oleh: Randy Hasibuan – Mantan Aktivis HMI

Abadikini.com, JAKARTA – Ada yang janggal dan sangat mengganggu nalar publik dalam praktik penegakan hukum hari ini. Di saat KPK begitu terbuka dan agresif saat memeriksa kepala daerah, Bupati, Wali Kota, hingga anggota DPRD, mengapa justru menjadi tertutup ketika menyentuh sosok nasional seperti Khofifah Indar Parawansa?
Informasi yang beredar menyebut bahwa Gubernur Jawa Timur yang masih menjabat itu telah dipanggil dan diperiksa oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Jatim. Namun tak ada siaran pers, tak ada keterangan resmi, tak ada juru bicara KPK yang bersuara. Pemeriksaannya berlangsung diam-diam. Seolah publik tak berhak tahu.
Mengapa ini terjadi? Siapa yang KPK lindungi?
Khofifah bukan nama kecil. Ia adalah tokoh nasional, mantan Menteri Sosial, tokoh perempuan NU, bahkan digadang-gadang sebagai calon wakil presiden. Tapi justru karena itu, keterbukaan menjadi lebih penting. Jika pejabat selevel gubernur aktif bisa diperiksa tanpa sepengetahuan publik, kita sedang dihadapkan pada wajah baru KPK lembaga yang makin jauh dari semangat transparansi.
KPK harus menjelaskan apakah Khofifah hanya diperiksa sebagai saksi? Apakah ada potensi keterlibatan? Atau adakah tekanan politik sehingga penyelidikan ini tak bisa dikabarkan ke publik? KPK bukan lembaga bayangan. Ia dibentuk untuk menjadi terang bagi demokrasi.
Kasus korupsi hibah di Jatim bukan perkara kecil. Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari sana, KPK menyisir aliran dana yang diduga juga melibatkan pihak eksekutif. Jika benar ada keterlibatan pejabat aktif sekelas gubernur, maka semuanya harus dibuka ke publik. Tidak bisa separuh-separuh.
Kita tidak ingin KPK hanya berani memamerkan tersangka dari kalangan rakyat kecil, tapi ciut nyali ketika harus berhadapan dengan elite politik nasional. Ini bukan hanya soal Khofifah. Ini soal kepercayaan publik terhadap integritas lembaga antirasuah.
Sebagai mantan aktivis, saya percaya bahwa demokrasi hanya mungkin hidup jika penegakan hukum adil dan terbuka. Kita tidak butuh KPK yang pandai bersandiwara, tapi lembaga yang berdiri tegak tanpa pandang bulu.
Jika KPK terus bungkam, maka publik pantas bertanya: apakah hukum masih berlaku sama bagi semua orang? Sambil hisap Samsoe dan seruput kopi penulis tuangkan tulisan ini.