KPK Bongkar Kredit Fiktif di BUMD Jepara: Aset Rp60 M Disita, Tersangka Masih Disembunyikan

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menguak tabir kasus dugaan korupsi besar dalam tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kali ini, KPK menyita lima aset senilai total sekitar Rp60 miliar yang diduga terkait dengan skandal pencairan kredit fiktif di PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda).
“Pada Rabu (9/7), KPK melakukan penyitaan aset dari tersangka untuk perkara BPR Bank Jepara Artha,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dilansir dari Antara Kamis (10/7/2025).
Menurut Budi, aset yang disita mencakup tiga bidang tanah dan bangunan di Yogyakarta senilai Rp10 miliar, serta dua bidang tanah seluas 3.800 meter persegi berikut bangunan pabrik di Klaten yang ditaksir senilai Rp50 miliar.
“Penyitaan ini adalah bagian dari upaya memulihkan kerugian keuangan negara akibat kejahatan tersangka dalam perkara tersebut,” jelasnya.
Namun lebih dari sekadar angka kerugian, kasus ini mengungkap potret buram pengelolaan dana publik di level daerah. Dugaan korupsi dilakukan dengan skema pemberian kredit fiktif kepada 39 debitur selama periode 2022 hingga 2024—periode ketika bank milik Pemkab Jepara seharusnya menopang pelaku usaha kecil, bukan menjadi ladang bancakan oknum internal.
KPK memulai penyidikan kasus ini sejak 24 September 2024, dan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Namun, hingga kini identitas mereka belum dibuka ke publik dengan alasan penyidikan yang masih berlangsung.
Ironisnya, pada 26 September 2024, KPK terpaksa mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap lima WNI berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA. Kelima nama ini diduga memiliki peran sentral dalam pengucuran dana fiktif yang menyeret nama BUMD tersebut ke jurang skandal.
Langkah KPK ini patut diapresiasi, namun publik juga berhak bertanya mengapa pengawasan internal dan eksternal terhadap BUMD sedemikian longgar hingga korupsi bisa berjalan mulus selama dua tahun? Siapa yang melindungi para pelaku selama ini?
Dengan nilai kerugian yang mencapai puluhan miliar rupiah, kasus BPR Jepara Artha bukan sekadar kejahatan kerah putih, tetapi pengkhianatan terhadap mandat pelayanan publik di tingkat daerah.
KPK kini dihadapkan pada tuntutan besar untuk tak hanya mengusut tuntas para tersangka, tetapi juga membongkar jaringan sistemik yang memungkinkan praktik korup semacam ini terus hidup di balik nama “Perseroda.”