JPPR Desak DPR dan Presiden Segera Kodifikasi UU Pemilu, Soroti Putusan MK Terkait Pilkada dan Pemilu DPRD

Abadikini.com, JAKARTA – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk segera melakukan kodifikasi Undang-Undang Pemilu. Desakan ini muncul sebagai tindak lanjut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 dan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal.
Koordinator Nasional JPPR, Rendy N.S. Umboh, menyatakan bahwa langkah ini sangat mendesak dan harus berpedoman pada Pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang mengacu pada ketentuan UUD 1945. “Bahwa berpedoman pada pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, maka DPR atau Presiden, poin pertama dan utama, harus berdasarkan ketentuan UUD 1945,” kata Rendy di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Sorotan JPPR Terhadap Jadwal Pemilu
JPPR menyoroti rencana pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar dalam rentang 2 hingga 2,5 tahun setelah Pemilu nasional, atau setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan skenario ini, Pilkada diproyeksikan baru akan berlangsung pada tahun 2031 atau 2032.
Selain itu, JPPR juga menyoroti Pemilu DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Organisasi ini menekankan bahwa penyelenggaraan Pemilu DPRD harus tetap mengacu pada UUD 1945, yang secara tegas mewajibkan pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
“Bahwa JPPR berpandangan, tidak ada alasan yang dapat dibenarkan apabila pemilihan umum anggota DPRD tidak dilaksanakan setiap lima tahun sekali in casu dilaksanakan melebihi lima tahun sekali,” tegas Rendy. Ia menegaskan bahwa ketentuan Pasal 22E ayat 1 dan 2 UUD 1945 sudah jelas dan tidak memberikan ruang untuk penafsiran berbeda. Oleh karena itu, pelaksanaan Pemilu DPRD harus berjalan sesuai amanat konstitusi tanpa penafsiran lain dari DPR, Presiden, maupun Mahkamah Konstitusi.
Putusan MK Dinilai Inkonstitusional
Rendy mengutip Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan mengingatkan pada teori hukum Hans Kelsen bahwa konstitusi adalah norma tertinggi (grundnorm) dalam hierarki norma. Berdasarkan prinsip ini, JPPR menilai bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 memiliki masalah konstitusional yang serius, terutama terkait penundaan Pemilu DPRD dengan jeda waktu 2–2,5 tahun.
“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait Pemilu DPRD dipisah dengan jeda 2–2,5 tahun setelah Pemilu 2029, adalah inkonstitusional,” ujarnya. JPPR menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemilu DPRD harus tetap dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali sesuai Pasal 22E ayat 1 dan 2 UUD 1945.
JPPR menekankan bahwa putusan final dan mengikat Mahkamah Konstitusi harus diletakkan secara ideal, objektif, proporsional, dan konstitusional, terutama dalam konteks pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, JPPR mendesak agar proses kodifikasi Undang-Undang Pemilu segera dijalankan secara menyeluruh dan konsisten dengan UUD 1945 demi memastikan kepastian hukum dan menjaga prinsip demokrasi di Indonesia.