Kemenko Polhukam Dorong Penguatan Keamanan Maritim di Forum IOJI 2025

Abadikini.com, JAKARTA – Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menggelar Forum Koordinasi Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum (KKPH) yang dihadiri Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polhukam) pada Selasa, 1 Juli 2025. Forum ini menegaskan kembali urgensi penguatan keamanan maritim di Indonesia, mengingat statusnya sebagai negara kepulauan terbesar dengan luas pengelolaan laut mencapai 6,4 juta kilometer persegi.
Brigadir Jenderal TNI Parwito, Asisten Deputi Koordinasi Doktrin dan Strategi Pertahanan Kemenko Polhukam, menekankan pentingnya penguatan sistem keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di wilayah perairan dan yurisdiksi nasional. Hal ini selaras dengan ketentuan hukum laut internasional UNCLOS 1982 dan berbagai regulasi nasional.
Fokus Forum KKPH dan Langkah Strategis ke Depan
Forum KKPH, yang dibentuk melalui Kepmenko Polhukam Nomor 55 Tahun 2022, berfungsi sebagai mekanisme koordinasi tingkat tinggi untuk memantau, mengevaluasi, dan memberikan rekomendasi terkait Kebijakan Nasional, Pelaksanaan Patroli, Kegiatan SAR, Penegakan Hukum, serta integrasi sistem informasi keamanan laut.
Diskusi dalam FGD ini merupakan wadah strategis untuk meneguhkan kesadaran kolektif, merumuskan kebijakan komprehensif, dan memperkuat sinergi dalam menjaga integritas, stabilitas, serta pemanfaatan optimal sumber daya maritim.
Parwito menjelaskan bahwa langkah-langkah strategis ke depan mencakup penyesuaian kelembagaan Forum KKPH sesuai Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024, modernisasi teknologi pemantauan (radar, drone, satelit), penguatan sinergi patroli lintas batas dan kerja sama internasional, pemberdayaan masyarakat pesisir, serta percepatan perumusan RUU Keamanan Laut sebagai kerangka hukum komprehensif.
Pandangan Berbagai Pemangku Kepentingan
Dr. Sugeng Purnomo, Jaksa Utama dari Kejaksaan Agung, menegaskan bahwa penyelenggaraan KKPH harus berlandaskan kerangka hukum yang kokoh.
Ia merekomendasikan penguatan sinergi antar-instansi, penyusunan RUU Keamanan Laut dengan pendekatan omnibus law, dan pembentukan lembaga baru yang terintegrasi di tingkat nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Senada, Nofly, Deputi Bidang Koordinasi Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Kemenko Polhukam, secara tegas mendukung percepatan penyusunan RUU Keamanan Laut. Fokusnya adalah pembenahan tata kelola regulasi yang kerap menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan beban biaya tinggi bagi pelaku usaha.
Dari sisi teknologi, Yesi Arnas, Direktur Aplikasi Pemerintah Digital, memaparkan urgensi penguatan infrastruktur teknologi digital sebagai prasyarat tata kelola keamanan laut yang terintegrasi.
“Melalui penerapan kerangka arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan pemanfaatan Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) sebagai platform pertukaran data antar instansi, diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih proses bisnis, mendorong interoperabilitas, serta memperkuat keamanan akses data,” tegas Yessi.
Sementara itu, Sholeh, Anggota Panitia Kerja Keamanan Laut Komisi I DPR RI, menegaskan komitmen Panja Keamanan Laut untuk memperkuat sistem keamanan laut Indonesia.
Panja telah mengidentifikasi berbagai permasalahan, termasuk IUU fishing, penyelundupan, pencemaran, keterbatasan teknologi pengawasan, lemahnya koordinasi kelembagaan, dan penegakan hukum yang belum optimal.
Ia mendorong percepatan penyusunan RUU Keamanan Laut sebagai payung hukum terpadu, penguatan peran Bakamla sebagai embrio Coast Guard Indonesia, dan peningkatan kapasitas serta alokasi anggaran yang memadai.