Nadiem Makarim Penuhi Panggilan Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Chromebook

Abadikini.com, JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim hari ini memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Nadiem hadir di Gedung Bundar Kejagung sekitar pukul 09.09 WIB untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
Nadiem, yang mengenakan batik berwarna krem dan celana hitam, tiba didampingi oleh sejumlah kuasa hukum. Ia terlihat membawa tas jinjing hitam, namun belum bersedia memberikan keterangan kepada awak media saat tiba. Ia hanya mengangguk saat ditanya perihal barang yang dibawanya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, telah mengonfirmasi pemanggilan Nadiem. Harli menyatakan harapan agar Nadiem bersikap kooperatif dan hadir memenuhi jadwal pemeriksaan.
“Nanti kita berharap supaya yang bersangkutan bisa hadir dan memenuhi panggilan penyidik untuk dilakukan pemeriksaan,” ujar Harli.
Dalam pemeriksaan ini, penyidik akan mendalami peran dan fungsi pengawasan Nadiem selama menjabat Mendikbudristek terkait proyek pengadaan Chromebook. Harli menjelaskan bahwa penyidik ingin mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterlibatan Nadiem dalam pelaksanaan proyek ini, mengingat posisinya sebagai pimpinan tertinggi di lembaga tersebut.
Proyek pengadaan Chromebook ini memiliki nilai fantastis, mencapai Rp9,98 triliun, dengan rincian Rp3,58 triliun dari anggaran pengadaan bantuan TIK tahun 2020–2022 dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Harli menegaskan pentingnya keterangan Nadiem karena besarnya anggaran yang terlibat.
Kejagung telah menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Dugaan korupsi mencuat setelah uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2018–2019 menemukan kendala, termasuk ketergantungan pada koneksi internet stabil yang belum merata di seluruh Indonesia. Selain itu, kajian awal Tim Teknis Perencanaan Pengadaan TIK sebenarnya merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows, namun dalam pelaksanaannya justru beralih ke Chrome OS/Chromebook, yang diduga tidak sesuai kebutuhan riil.
Berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang dikumpulkan, penyidik menemukan indikasi adanya permufakatan jahat, di mana tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook.