Menkes Akan Wajibkan Tes Kejiwaan Dokter di RS, Tindak Tegas Kasus Bullying dan Pencabulan

Abadikini.com, JAKARTA – Menyusul maraknya kasus perundungan (bullying) dan pencabulan yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan akan segera mengeluarkan aturan wajib tes kejiwaan bagi seluruh dokter di rumah sakit pendidikan. Hal ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
“Saya akan segera keluarkan aturan, di semua RS pendidikan harus dilakukan rutin tes kejiwaan maksimal satu tahun sekali, minimal enam bulan sekali,” tegas Menkes Budi.
Langkah ini diambil sebagai respons atas desakan dari berbagai pihak, termasuk Komisi IX DPR RI, untuk mengatasi masalah serius yang mencoreng dunia kesehatan Indonesia. Menkes Budi menyatakan bahwa pihaknya telah berkonsultasi dengan kolegium psikologi klinis untuk merancang tes kejiwaan yang komprehensif.
“Kita sudah konsultasi dengan kolegium psikologi klinis untuk melihat tes kejiwaannya apa dan itu menjadi kewajiban untuk kolegium dalam menentukan apakah dia bisa lulus atau tidak,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengambil langkah strategis dan komprehensif dalam menyikapi kasus perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Ia menekankan pentingnya kerjasama antara Kemenkes, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), rumah sakit pendidikan, Konsil Kesehatan Indonesia, kolegium kesehatan Indonesia, majelis disiplin profesi, dan lembaga profesi terkait lainnya.
“Untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap tata kelola PPDS, termasuk melakukan tes kejiwaan,” kata Yahya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
Yahya Zaini merekomendasikan penggunaan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) sebagai bagian dari upaya menciptakan ekosistem PPDS yang aman, beretika, dan profesional. Ia juga menekankan perlunya pengawasan ketat, mekanisme audit berkala, sistem pelaporan yang adil dan transparan, serta pemberian sanksi tegas kepada pelaku dan pimpinan layanan kesehatan yang terlibat.
“Lalu memberikan sanksi tegas dan memberikan efek jera, kepada para pelaku dan pimpinan layanan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sesuai tugas pokok dan fungsi Kementerian Kesehatan RI,” tuturnya.
Selain itu, Yahya Zaini juga mendesak Kemenkes dan pihak terkait untuk memberikan perlindungan komprehensif kepada korban kekerasan, perundungan, dan pelecehan seksual, termasuk pendampingan psikologis dan bantuan hukum.