Trending Topik

Pakar Dorong UU Transisi Kekuasaan Pemimpin untuk Jaga Muruah ‘Mantan’ Presiden Jokowi

Abadikini.com, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Fahri Bachmid mendorong dibentuknya regulasi berupa undang-undang transisi kekuasaan pemimpin negara. Isinya, mengatur kekuasaan untuk menjaga muruah mantan presiden dan wakil presiden seperti contoh nanti setelah Peresiden Jokowi menjadi mantan Presiden kalak. Menurutnya, hal tersebut langkah positif guna menjaga stabilitas nasional yang terkendali dengan baik.

“Jangan hukum itu menjadi alat gebuk. Tradisi ini harus kita hentikan segera. Contoh pengalaman tidak baik terjadi kepada Soekarno seusai menjabat, termasuk Soeharto, hingga Gus Dur,” katanya saat diskusi publik bertema “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden, di Jakarta, Jumat (1/9/2023).

Ia berharap, ke depan ada pengaturan baik dalam hukum positif agar hal ini bisa dilakukan secara beradab. “Transisi bisa memberikan kepastian dan kesinambungan. Jangan jadi ajang balas dendam,” tegasnya.

Menurut Fahri, hanya Prof Yusril Ihza Mahendra lah sosok yang memilkiki pengalaman di saat berhentinya Presiden Soeharto di 1998 sehingga negara kita yang sudah mengarah ke Indonesia Maju dan Indonesia Emas di 2045.

“Kalau di republik inikan yang berpengalaman untuk mengatur transisi kekuasaan itu cupa pak Yusril, Profesor Yusril Ihza Mahendra lah yang punya pengalaman dan pengetahuan yang mengatur tentang transisi itu. kalau bukan pak Yusril di zaman pak Harto itu saya kira sejarah mungkin tidak seperti ini,” tegas Fahri.

Dalam diskusi yang sama, ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai sosok Profesor Yusril Ihza Mahendra layak menjadi perisai hukum ketika Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi menjabat sebagai presiden.

“Memang hanya Yusril yang bisa melakukan penyelamatan. Dengan kelihaiannya di bidang hukum, dia anggap efektif mengatasi fenomena politik ‘balas dendam’ politik setelah masa tugas,” papar dia.

Ia pun mencontohkan kelihaian Yusril terhadap Presiden Soeharto. Bivitri mengingkap saat itu Yusril merupakan pembuat teks pidato Soeharto saat meninggalkan jabatannya.

Saat pidato, Soeharto menyebutkan dirinya bukan mengundurkan diri sebagai presiden, melainkan berhenti. Secara hukum, makna mengundurkan diri dan berhenti itu memiliki arti yang berbeda. Di sinilah, menurut Bivitri terlihat kelihaian seorang Yusril menjaga wibawa Presiden Soeharto kala itu.

“Pidato Soeharto itu bukan mengundurkan diri, tetapi berhenti. Itu yang membuat Pak Yusril. Kalau mundur, artinya sudah tidak sanggup. Berhenti ya berhenti, karena tidak mendapatkan lagi mandat rakyat,” pungkas Bivitri.

Untuk diketahui, diskusi publik bertajuk “Harkat, Martabat dan Keselamatan Seorang Mantan Presiden” ini menghadirkan narasumber Fahri Bachmid, Bivitri Susanti, Rocky Gerung, dan Pangi Syarwi Chaniago yang dimoderatori Titi Anggraini.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker