Senator Filep Wamafma Dorong 4 Akar Masalah Papua Hasil Riset LIPI Ditindaklanjuti

Abadikini.com, JAKARTA – Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma mengungkapkan kondisi paradoks yang terjadi di tanah Papua. Menurutnya, data dan fakta telah menunjukkan tanah Papua memiliki beragam kekayaan alam yang melimpah baik bahan tambang berupa emas, tembaga, perak, minyak dan gas bumi serta keanekaragaman hayati di hutan maupun lautan.

Akan tetapi kekayaan alam tersebut tidak sejalan dengan kondisi masyarakat di tanah Papua yang hingga saat ini masih menempati persentase penduduk miskin tertinggi secara nasional. Pada September 2022, BPS merilis daftar provinsi termiskin di Indonesia yang menunjukkan bahwa Provinsi Papua masih memimpin dengan persentase penduduk miskin tertinggi yakni sebesar 26,86%, meningkat 0,24% poin terhadap Maret 2022, yang diikuti oleh Provinsi Papua Barat sebesar 21,84%.

“Dalam tampilan angka kemiskinan itu, Pemerintah melalui Kementerian ESDM, menyatakan bahwa dalam laporan Peluang Investasi Emas-Perak Indonesia, Pulau Papua memiliki cadangan bijih emas hampir 1,9 miliar ton pada 2020. Jumlah itu setara dengan sekitar 52% dari total cadangan bijih emas nasional. Tanah Papua sungguh kaya,” kata Filep dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Filep menambahkan, tambang emas tersebut tersebar di enam kabupaten, yakni Pegunungan Bintang, Keerom, Nabire, Dogiyai, Mimika dan Paniai. Alokasinya ialah sumber daya biji 3.2 miliar ton, sumber daya logam 0.002 juta ton, cadangan biji 1.87 miliar ton, dan cadangan logam 0.0015 juta ton.

“Bukan cuma emas, tembaga, pada 2021, tambang Grasberg yang ada di Papua, memproduksi 1.34 miliar ton tembaga. Ada juga 1.76 juta ton biji dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak; bahkan batu bara, alumunium, minyak bumi, nikel, marmer, semuanya ada di Papua,” sambungnya.

Tak hanya itu, pimpinan Komite I DPD RI ini juga menyinggung kekayaan SDA gas alam dengan merujuk data Kementerian ESDM yang menyebutkan, Indonesia memiliki cadangan gas alam/gas bumi sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi pada 2021. Bahkan disebutkan, cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia berhubungan erat dengan cekungan sedimen dimana penyebarannya berada di utara dan selatan Papua.

“Sebagian cadangan yang terdapat di daerah Kepala Burung dan Bintuni kini telah berproduksi, sedangkan daerah lainnya masih dalam tahap eksplorasi. Teluk Bintuni menjadi lokasi pertambangan serta pengolahan LNG terbesar di Papua Barat. Pertambangan yang dibangun oleh pemerintah tersebut disinyalir menyimpan cadangan mencapai 500 miliar kubik. Selain Teluk Bintuni, cadangan lainnya tersimpan di wilayah Sorong, Kapulanda, Babo, dan Klamono. Saat ini cadangan di Papua Barat adalah yang terbesar ketiga untuk skala nasional,” jelasnya.

Lebih lanjut, di sektor kehutanan, Papua Barat menjadi provinsi dengan persentase kawasan hutan terbesar, yakni 87,3%. Persentase itu didapatkan dari luas daratan Papua Barat sebesar 9,6 juta hektare, sementara kawasan hutannya mencapai 8,39 juta hektare. Sedangkan Papua menempati posisi kedua dengan persentase kawasan hutan mencapai 78,5%.

“Sayangnya, berdasarkan Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, terpantau deforestasi di Papua pada tahun 2022 seluas 19.426 hektar, seluruhnya berasal dari aktivitas bisnis pembalakan kayu dan perkebunan kelapa sawit,” sebut Filep.

Sebagai timbal balik, sampai dengan tahun 2022, Papua dan Papua Barat telah memperoleh transfer Dana Otonomi Khusus (DOK), Dana Tambahan Infrastruktur (DTI), dan Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp154,91 triliun dalam rangka melaksanakan Otsus di Tanah Papua.

Akan tetapi, sampai tahun 2022, Papua masih menjadi provinsi dengan IPM terendah, yakni hanya 61,39 pada 2022, diikuti Papua Barat dengan IPM 65,89. Hal itu sejalan dengan data BPS yang menyebutkan hanya 80.427 orang jumlah mahasiswa sarjana dari Papua pada tahun 2019 dari jumlah penduduk sebanyak 3.322.526 orang.

Kemudian, Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya juga menjadi Wilayah Ke-23 dan 24 yang disisir permasalahan stunting serta kemiskinan ekstremnya oleh Kemenko PMK. Sebelumnya dalam dialog, Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroy menyampaikan bahwa Kabupaten Pegunungan Arfak menjadi wilayah yang angka stuntingnya paling tinggi di Papua Barat yaitu sebesar 51,5 persen.

Hal tersebut karena minimnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, seperti rendahnya cakupan bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap, kurangnya sarana dan prasarana air bersih yang layak, serta masih ditemukan balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan.

Oleh sebab itu, Senator Filep mengajak pemerintah dan pihak terkait lainnya untuk membahas serta mencarikan solusi atas 4 akar permasalahan di Papua yang dirumuskan oleh peneliti LIPI sejak lama. Keempat akar permasalahan itu yakni:

(1) Sejarah integrasi Papua ke Indonesia yang dilakukan melalui referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 dimana terindikasi adanya kecurangan yang dilakukan pemerintah Indonesia karena tidak sesuai dengan isi dari Perjanjian New York, yaitu “one man one vote”; (2) Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat keamanan negara yang berlangsung hingga saat ini; (3) Marginalisasi dan diskriminasi terhadap orang Papua yang terus meningkat; serta (4) Kegagalan pembangunan infrastruktur sosial yang terjadi di Papua, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, serta ekonomi rakyat.

“Kondisi ini tentu memprihatinkan, saya berharap kajian LIPI yang telah merumuskan empat akar permasalahan penyebab konflik di Papua itu dapat segera ditindaklanjuti dan dicari solusinya bersama-sama, sehingga stigma kemiskinan akan dapat dihindari. Dan, sudah lebih dari 20 tahun Otsus berjalan, kita berharap akan dapat berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua,” pungkasnya.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker