Menteri Bahlil Bantah Isu Investasi di Indonesia hanya Dikuasai Satu Negara

Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah isu yang berseliweran di media sosial tentang investasi yang masuk ke Indonesia dikuasai oleh satu negara tertentu.

Hal itu dikatakan Menteri Bahlil saat menjadi narasumber rilis survei nasional Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) tentang “Polarisasi Politik di Indonesia: Mitos atau Fakta” di Hotel Bidakara Jakarta, Minggu (19/3/2023).

Menurut Menteri Bahlil, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia saat ini lebih tinggi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Rinciannya, PMA sebesar 54 persen, sementara PMDN sebesar 46 persen. Artinya, investasi asing di Indonesia lebih besar.

“Saya sudah menjelaskan, bahwa 54 persen investasi PMA dan 46 persen PMDN. Negara ini kalau mau baik, negara ini kalau mau maju ekonominya dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan masih tetap kita membutuhkan investasi asing, tapi investasi yang berkeadilan,” kata Bahlil.

Singapura, menjadi negara terbesar yang berinvestasi di Tanah Air. Dia merinci, dari total nilai investasi di tahun 2022 sebesar Rp 1,27 triliun, sebanyak Rp 13 miliar datang dari Singapura.

Artinya, polarisasi terkait investasi aseng atau China adalah yang terbesar, merupakan kekeliruan informasi yang sengaja digiring oleh pihak-pihak tertentu untuk membuat gaduh masyarakat.

“Investasi kita dari total Rp 1,27 triliun di tahun 2022 dari migas, sektor keuangan dan UMKM itu 54 persen itu adalah investasi dari negara luar. Jangan kemudian publik hanya urus orang luar negeri terus, ini Singapura Rp 13 miliar itu lebih,” terangnya.

Selain Singapura, Bahlil mengungkapkan, ada beberapa negara Timur Tengah dan Eropa juga berinvestasi di Indonesia. Banyaknya negara luar yang berinvestasi ini menjadikan PMA lebih tinggi dari PMDN.

Namun yang digembor-gemborkan oleh pihak-pihak tertentu adalah penguasaan aseng terhadap pembangunan smelter di Indonesia yang saat ini menjadi konsen pemerintah usai larangan mengekspor bahan mentah pertambangan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

“Sebagian Timur Tengah, sebagian Eropa, sebagian Asia itu sehingga menjadi investasi kita masuk Rp 1.27 triliun atau setara 54 persen PMA. Orang-orang itu berpikirnya cuma kompor, bahwa seolah ini China, seolah ini Jepang, seolah-olah ini Korea, padahal banyak dari negara lain,” ungkapnya.

“Aku berani mengatakan kalau itu benar dikuasai, saya bilang benar. Tapi kalau tidak benar, saya bilang tidak benar juga. Yang dibuat oleh asing apa? Pertama teknologi kita belum punya, yang kedua sebenarnya itu mahal pengusaha dalam negeri tidak berani keluar dan yang ketiga tahu enggak terbang internasional,” jelas Bahlil.

“Kita tidak mau biayai smelter, maka yang terjadi adalah teknologi yang kita bawa dari luar, kemudian uangnya kita bawa dari luar terus kemudian kita mau anti asing?,” tambahnya.

Dikatakan Bahlil, sejauh ini investasi asing membantu langkah pemerintah membangun smelter karena APBN Indonesia sendiri tidak diperuntukkan untuk pembangunan tetapi lebih pada regulasi.

“Ya kalau kita tidak mau asing, ekonomi negara yang akan lambat dan proses imunisasinya pemerintah untuk pakai uang nggak bisa dari APBN. Karena APBN itu tidak untuk membangun industri tapi itu tugasnya pemerintah membangun regulasi kita itu Rp 17 ribu triliun. Kalau kita tidak membuka diri untuk asing bagaimana memutar ekonomi kita,” paparnya.

Bahlil pun menyebut, lancarnya pembangunan smelter ini akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia tanpa harus membangun isu bahwa investasi aseng menguasai pembangunan smelter.

“Tenaga kerja, jadi dari dulu memang ini membangun kawasan industri untuk smelter, orang bilang bahwa asing sudah kuasai, nggak benar tipu-tipu saja itu, seluruh republik ini 80 persen itu punya dalam negeri-negeri,” tegasnya.

Jika Indonesia ingin ekonominya lebih maju dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan, maka butuh investasi asing. Namun dengan catatan investasi yang berkeadilan dan sama-sama menguntungkan.

“Sementara kemampuan keuangan kita terbatas, terus lapangan pekerjaan kita mau taruh di mana sementara fakta yang mengatakan bahwa jutaan tamatan SMK, kampus-kampus swasta maupun negeri dari Aceh sampai Papua dan sekarang 5 sampai 6 juta. Kalau cuma mau harap pemerintah yang menciptakan lapangan pekerjaan bisa defisit,” terang Bahlil.

“Saya cuma takut kalau kita berpikirnya sangat sempit suatu saat kampus ini akan menjadi pabrik pengangguran intelektual dan itu akan menjadi masalah baru bagi bangsa,” tutupnya.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker