Filep Ajak para Akademisi Hidupkan Optimisme bagi Masyarakat Papua

Abadikini.com, PAPUA BARAT – Kehadiran Otonomi Khusus Jilid 2 yang dimulai sejak diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2021 bagi beberapa kalangan masih menjadi perdebatan. Menyusul UU tersebut, lahirnya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua sebagai kelanjutan dari pemekaran juga tidak luput dari kritik, hingga perdebatan tentang pemekaran ini pun terjadi diantara akademisi.

Sebagai seorang Senator yang juga merupakan akademisi, Dr. Filep Wamafma menanggapi perdebatan-perdebatan tersebut dengan menyampaikan argumennya.

“Adanya perdebatan tentang Otsus dan pemekaran, apalagi diantara akademisi bagi saya merupakan hal biasa. Secara positif hal tersebut menunjukkan indeks demokrasi yang bagus di tanah Papua. Namun saya mengingatkan pula bahwa perdebatan tidak akan melahirkan hal positif, jika tidak ada gagasan dan solusi nyata. Banyak pihak suka memainkan retorika dan emosi, agar apa yang disampaikan dijadikan sebagai satu-satunya kebenaran. Ini yang harus kita hindari. Kita semua, terutama orang Papua, harus punya cara pandang yang holistik, kaya serta terintegrasi tentang Otsus dan pemekaran,” ungkap Filep dalam keterangan dikutip, Kamis (5/1/2023).

Lebih lanjut, politisi yang juga pakar hukum adat ini menekankan pentingnya membentuk optimisme dalam diri orang Papua. Menurutnya, optimisme dan harapan sangat penting guna mendorong pembangunan berkelanjutan di tanah Papua.

“Pedagogi Paulo Freire menyebutkan bahwa pendidikan itu membebaskan, membahagiakan. Apa yang kita sampaikan, seburuk apapun kenyataan, tidak boleh mematikan jiwa optimisme. Dari dulu orang Romawi bisa membangun dengan adagium, ‘audaces fortuna iuvat’, keberuntungan menaungi orang yang berani. Jadi, akan lebih baik jika para akademisi bertugas menciptakan optimisme dalam jiwa orang Papua. Jika semua yang diberikan cuma pesimisme, mana mungkin orang Papua bisa berkembang dan maju?” tanya Filep.

“Lalu filosofi pemekaran, seperti halnya Otsus yang kita ketahui, berupaya memberikan afirmasi positif pada orang asli Papua. Kegagalan Otsus Jilid 1 tentu berada disana. Itulah sebabnya pemekaran menjadi upaya untuk melakukan pemerataan pembangunan, meningkatkan harkat martabat orang Papua, meningkatkan kesejahteraannya, dan meningkatkan pelayanan publik,” ucap senator Papua Barat ini.

Hal itu, lanjut Filep sesuai dengan konsideran Menimbang UU 14, 15, 16 Tahun 2022 terkait pemekaran di Papua. Menurutnya, apabila sebelumnya hingga akhir Otsus Jilid I IPM Papua masih rendah, maka pemekaran menjadi salah satu jalan keluar supaya pemerintah semakin dekat ke masyarakat, merasakan langsung kebutuhan masyarakat dan mengambil solusi yang tepat sasaran.

Senator Filep pun kembali menekankan aspek-aspek pendapatan daerah Otsus. Ia menjelaskan bahwa kekhawatiran tentang kehilangan pemasukan dari SDA dan turunnya APBD dapat dijawab bahwa setiap daerah Otsus mendapatkan pemasukan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, penerimaan provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka Otonomi Khusus, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

“Pendapatan asli provinsi dan kabupaten/kota diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. Dana Perimbangan dalam rangka Otsus terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam. Ada dana DAU, DAK, juga ada dana tambahan infrastruktur. Itu semua akan ditransfer ke kabupaten/kota. Apalagi kalau kita bicara soal dana bagi hasil, yang oleh UU Nomor 1 Tahun 2022 bicara soal bagi hasil untuk daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil. Yang saya mau tekankan, kita jangan terlalu menabur pesimisme,” ujar Filep lagi.

Selain itu, Dr. Filep menyatakan kurang sepakat dengan istilah creeping genocide, yaitu kepunahan masyarakat adat karena kemajuan yang tak terhindarkan. Istilah ini menurutnya, sangat berbahaya karena harus dapat dibuktikan secara ilmiah dengan adanya fakta tentang hal itu dalam konteks Papua.

“Apakah kekhawatiran tentang creeping genocide ini tidak diikuti dengan pembacaan terhadap UU Otsus perubahan yang kami buat? Dalam UU Otsus Perubahan itu, sudah ada alokasi dana 10% dari DBH Migas untuk pemberdayaan masyarakat adat. Ini di level UU. Jika nanti di DOB baru dibuat Perda, bisa saja ada BLT bagi masyarakat adat. Jadi, marilah kita bangun pemikiran positif. Sekarang tinggal mengawal dan mengawasi penyaluran dan peruntukannya,” kata Filep.

“Bagaimana bisa kita langsung mengukur IPM sementara pemekaran baru saja dimulai? Apalagi bagaimana mungkin kita membayangkan creeping genocide sementara Konstitusi dan UU Otsus Perubahan tetap memberikan perlindungan pada masyarakat adat?” tegas Filep.

Seperti diketahui, istilah creeping genocide ini sebelumnya disampaikan oleh Dr. Agus Sumule, akademisi Fakultas Pertanian Unipa. Anggota Komite I DPD RI ini kemudian mengingatkan tentang pentingnya membangun dan merawat harapan bagi orang Papua.

“Ketika para misionaris datang ke Papua, mereka membangun harapan. Mereka tidak mematikan harapan. Mereka menghadapi fakta sebagai tantangan yang harus dihadapi, bukan sebagai situasi kekalahan. Ini artinya bahwa kita tidak bisa memakai kegagalan di masa lalu sebagai patokan untuk mengukur keberhasilan di masa depan. Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Banyak putra-putri hebat Papua yang saya yakini akan mau dan mampu membangun tanahnya di DOB,” ujarnya.

“Otsus Jilid 2 ini dan UU Pemekaran, menjadi jalan untuk membangun sekolah-sekolah baru, rumah sakit baru, mendidik secara lebih matang para calon guru, membuka peluang bagi orang Papua untuk menjadi tuan di negerinya sendiri. Ada MRP baru, ada DPRP jalur pengangkatan, DPRK jalur pengangkatan, semuanya diberikan untuk OAP yang sebelumnya tidak diakomodasi. Jadi sekali lagi, mari kita bangun harapan dan optimisme di tanah ini. Perlahan namun pasti, waktu akan menilai. Kalau kita kerjakan dengan niat dan hati positif, tujuan akhir akan bisa kita capai,” kata Filep lagi.

Senator Jas Merah ini kemudian menutup argumennya dengan mengatakan, “Kekuatan orang besar berada pada kemampuan memandang kelemahan sebagai kekuatan, dan ancaman sebagai peluang atau kesempatan untuk maju”.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker