Trending Topik

Teknik Modifikasi Cuaca di Indonedia

Abadikini.com, JAKARTA – Pemerintah melalui BMKG dan pihak terkait lainnya melaksanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengantisipasi cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi di Jabodetabek dan Jawa Barat pada masa Tahun Baru 2023.

Kepala BMKG Dwikorita mengklaim pihaknya berhasil mencegah cuaca ekstrem dan hujan lebat yang berpotensi terjadi berkat motode TMC tersebut.

“Alhamdulillah, operasi TMC yang digelar untuk mengantisipasi cuaca ekstrem di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat berjalan sesuai rencana dan bisa dikatakan berhasil,” kata Dwikorita dalam siaran pers, Sabtu (31/12/2022).

Lantas, apa yang dimaksud dengan teknologi modifikasi cuaca?

Apa itu teknologi modifikasi cuaca?

Dilansir dari BRIN, teknologi modifikasi cuaca adalah salah satu bentuk upaya campur tangan manusia untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca seperti yang diinginkan atau singkatnya bisa juga disebut membuat hujan buatan.

Tujuan TMC sendiri adalah untuk memodifikasi cuaca. Biasanya, cara ini dilakukan untuk meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement. Atau dapat juga digunakan untuk mencegah turunnya hujan di suatu tempat (rain reduction).

Dalam konteks pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim, TMC menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan dalam mengurangi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca atau hidrometereologi seperti banjir, banjir bandang, angin kencang, tanah longsor, hingga gelombang laut.

Sehingga, tak heran teknologi modifikasi cuaca ini digunakan untuk mengantisipasi cuaca ekstrem yang diprakirakan terjadi di Jabodetabek dan Jawa Barat.

Cara Kerja Teknologi Modifikasi Cuaca

Dikutip dari laman Kemenkeu, terknologi modifikasi cuaca biasanya dilakukan dengan menaburkan NaCl atau garam ke awan melalui udara. Biasanya bahan TMC ini diangkut menggunakan pesawat kemudian disebarkan pada koordinat yang telah ditentukan.

Namun, metode seperti ini bukan satu-satunya yang bisa diterapkan. Ada metode lain yang bisa dilakukan untuk menghantarkan bahan semai itu ke awan.

Para peneliti mulai mengembangkan metode baru ini dalam beberapa tahun terakhir, yakni dengan penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat, di antaranya dengan menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana Pohon Flare untuk sistem statis.

Dua metode tersebut diakui punya prinsip kerja yang sama dengan teknologi modifikasi cuaca yang umumnya dilakukan dengan menaburkan bahan semai ke dalam awan. Hanya saja metodenya berbeda dengan cara memanfaatkan keberadaan awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya. Maka tak heran, metode GBG dan Pohon Flare biasanya digunakan di wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.

Contoh Penggunaan Teknologi  Modifikasi Cuaca

Teknologi modifikasi cuaca kerap digunakan di Indonesia dalam beberapa agenda besar mulai dari MotoGO Mandalika 2022, G20 di Bali, hingga yang terbaru oleh BMKG terkait potensi cuaca ekstrem di penghujung tahun 2022.

Pada gelaran MotoGP 2022 Mandalika Maret 2022 lalu, metode ini dilakukan dengan menggunakan 1 armada pesawat Casa 212-200 dari Skadron 4 TNI AU Lanud Abdulrahman Saleh, Malang.

Kemudian, pada acara KTT G20 di Bali pada November 2022, BMKG bekerja sama dengan BRIN, TNI AU, Kemenhub, dan Kementerian PUPR menggunakan metode TMC untuk mendukung acara tersebut.

Sebanyak 29 ton garam telah ditabur di langit Bali oleh Pesawat Cassa 212 dan CN 295 dalam operasi TMC yang dilakukan hingga 16 November 2022 itu.

“TMC ini bagian dari skenario mitigasi cuaca yang dipersiapkan untuk mengantisipasi cuaca ekstrem agar gelaran KTT G20 di Bali berjalan dengan lancar dan sukses, serta semua kepala negara dan delegasi dapat melaksanakan pertemuan dengan aman dan nyaman,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari Antara.

Terbaru, Operasi teknologi modifikasi cuaca dilakukan BMKG bersama pihak lainnnya untuk mengadang cuaca ekstrem di Jabodetabek dan Jawa Barat pada masa Tahun Baru 2023.

Kepala BMKG, Dwikorita mengatakan operasi teknologi modifikasi cuaca ekstrem dilakukan dengan cara menabur sedikitnya 30 ton NaCl atau garam menggunakan dua pesawat, yakni Pesawat Cassa 212 dan CN 295 dari Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.

Dwikorita menjelaskan, puluhan ton garam tersebut ditabur di langit wilayah Perairan Selat Sunda, berdekatan dengan Gunung Krakatau pada ketinggian 10.000 kaki.

Awan-awan pembawa hujan atau awan Nimbus, kata dia, berhasil diadang agar tidak turun di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat. Hasilnya, garam-garam yang disebar dengan teknik manual pada koordinat yang telah ditentukan itu berhasil menahan hujan dan hujan turun di wilayah laut sehingga tidak sempat masuk daratan.*

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker