Filep Wamafma Uraikan Analisis Dana Bagi Hasil Migas, Masyarakat Adat Papua Harus Tau

Abadikini.com, JAKARTA – Senator Papua Barat Filep Wamafma menguraikan sejumlah analisis terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Papua Barat. Sebagai wakil daerah yang duduk di Komite I DPD RI, Filep dikenal sangat concern terhadap kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua dan Papua Barat.

Ia terlibat aktif mulai dari perumusan, pengesahan hingga mengawal implementasi UU Otsus yang turut diperjuangkannya termasuk terkait besaran alokasi DBH Migas bagi Provinsi Papua Barat. Oleh sebab itu, Filep berharap masyarakat turut mengawal pelaksanaan UU Otsus itu agar dapat digunakan secara tepat sasaran.

Lebih lanjut, senator Filep mengulas sejumlah peraturan terkait DBH Migas dalam kurun waktu tertentu agar masyarakat memperoleh deskripsi dan pemahaman yang komprehensif. Ia mengatakan, bahwa sejak 2011 hingga saat ini, selalu ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perkiraan alokasi DBH Migas untuk Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan PMK Nomor 70/PMK.07/2011, perkiraan alokasi DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2011 adalah sebesar Rp 680.292.930.000,-

“Rinciannya, DBH SDA yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi adalah 55% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp 550.548.835.000. Sedangkan, DBH SDA yang berasal dari Pertambangan Gas Bumi adalah 40% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari Sumber Daya Alam Gas Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp129.744.095.000,” jelas Filep, Sabtu (24/9/2022).

Selanjutnya, Filep menjelaskan, PMK Nomor 09/PMK.07/2012 menyebutkan, perkiraan alokasi DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2012 adalah Rp 325.455.851.000.

Adapun rinciannya, DBH SDA yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi adalah 55% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp323.515.747.000. Sedangkan, DBH SDA yang berasal dari Pertambangan Gas Bumi adalah 40% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari Sumber Daya Alam Gas Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp1.940.104.000.

Filep menambahkan bahwa dalam PMK Nomor 234/PMK.07/2014 pun disebutkan, perkiraan alokasi DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2014 adalah sebesar Rp1.071.455.039.000.
Rinciannya adalah DBH SDA yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi adalah 55% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari SDA Minyak Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp532.471.201.000. Lalu, yang berasal dari Pertambangan Gas Bumi adalah 40% dari perkiraan total penerimaan negara yang berasal dari SDA Gas Bumi Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar Rp538.983.838.000,” papar Filep.

“Dari perkiraan itu, kita bisa mendapat gambaran besaran DBH Migas yang diterima Papua Barat. DBH Migas merupakan dana dari hasil Migas yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara tentu merupakan wewenang Pemerintah Pusat. Namun pengaturan pembagiannya sudah tegas sesuai UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dari sana kemudian UU No. 2 Tahun 2021 mengatur pembagian kepada Provinsi Papua Barat,” ungkapnya.

Doktor alumnus Unhas Makassar ini menjelaskan, dalam Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus disebutkan bahwa salah satu sumber penerimaan provinsi dan kabupaten di Papua Barat berasal dari dana perimbangan dan salah satu bagian dari dana perimbangan berasal dari DBH Minyak Bumi dan DBH Gas Alam, masing-masing sebesar 70%.

“Penerimaan ini berlaku sampai tahun 2026 dan diperpanjang sampai tahun 2041. Sedangkan, mulai tahun 2042, penerimaannya menjadi 50% masing-masing. Hal yang sama diteruskan dalam PP Nomor 107 Tahun 2021 dalam Pasal 4. Khusus untuk masyarakat adat, disebutkan bahwa penerimaan DBH Migas di atas dialokasikan sebesar 10% untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat. Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 107 Tahun 2021 juga menegaskan hak yang sama, dan menambahkan di ayat (2) bahwa Penggunaan DBH Migas diprioritaskan bagi OAP pada daerah penghasil dan terdampak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Filep mengatakan, angka-angka yang tersaji dari setiap PMK di atas, tentang perkiraan alokasi DBH SDA Migas dalam rangka Otsus di Provinsi Papua Barat, dapat dijadikan ukuran untuk menghitung besaran DBH Migas yang diterima masyarakat adat.

“Ada fakta bahwa pada 2019, Pemerintah Pusat membayar SISA DBH Migas tahun 2017 sebesar Rp 2,5 triliun. Asumsi sederhana diambil, misalnya DBH Minyak Bumi 1,25 triliun dan DBH Gas Bumi 1,25 triliun,” katanya.

Adapun terkait pembagiannya kemudian diatur dalam Perdasus Nomor 3 Tahun 2019 penerimaan dari minyak bumi sebesar 55% dan  penerimaan dari gas bumi sebesar 40%. DBH minyak bumi sebesar 55% tersebut, dijadikan 100% untuk dibagikan kepada provinsi sebesar 30%, kepada kabupaten/kota penghasil sebesar 40%, kepada daerah non penghasil 30%.

“Dari DBH Provinsi sebesar 30% itu diberikan 25% bagi alokasi pemberdayaan masyarakat adat. Seluruh penerimaan kabupaten/kota sebesar 40% di atas diperuntukkan bagi  pemberdayaan masyarakat adat sebesar 33% dan BLT kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat sebesar 10%. Terkait hal-hal tersebut di atas, diwajibkan ada Pergub untuk kriteria pembagian daerah penghasil dan non penghasil,” terang Filep.

Dengan asumsi di atas, Filep menguraikan perhitungan DBH Minyak Bumi sebagai berikut:
– Untuk Provinsi = 30% x Rp 1.250.000.000.000,- = Rp 375.000.000.000,-
– Untuk Kabupaten/Kota Penghasil = 40% x Rp 1.250.000.000.000,- = Rp 500.000.000.000,-
– Untuk Kabupaten/Kota non Penghasil = 30% x Rp 1.250.000.000.000,- = Rp 375.000.000.000,-

Selanjutnya, dari Rp 375.000.000.000 di provinsi, diambil 25% untuk pemberdayaan masyarakat adat diperoleh Rp 93.750.000.000,- Kemudian, dari Rp 500.000.000.000,- di kabupaten/kota, diambil 33% untuk pemberdayaan masyarakat adat diperoleh Rp 165.000.000.000,  dan diambil 10% untuk BLT pemilik hak ulayat Rp 5.000.000.000,- Hal yang sama juga berlaku bagi DBH Gas Bumi.

Berdasarkan uraian di atas, Filep Wamafma mengajak masyarakat terutama orang asli Papua (OAP) untuk bersama turut mengawal eksistensi DBH Migas bagi pemberdayaan masyarakat adat. Dengan begitu diharapkan implementasi DBH Migas di Papua Barat berjalan sesuai dengan amanat UU Otsus.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker