Akhiri Wacana Tunda Pemilu!

Oleh: Muhammad Al-Amin Jurdi

Abadikini.com – Isu yang lagi hangat saat ini adalah masalah mengenai penundaan pemilu yang akan diselenggarakan tahun 2024 mendatang nanti, sya sebagai orang awam tidak mengerti, kenapa pemilu 2024 ditunda atau dibatalkan sepihak oleh kelompok-kelompok, yang memiliki super power (kekuasaan)

Alasan pemerintah dan kroni-kroninya. Kenapa pemilu 2024 ditunda atau dibatalkan. Pertama, bahwa rakyat senang terhadap kebijakan Presiden Jokowi. Kedua, rakyat mendukung Jokowi tiga periode. Karena mereka dijamin ekonominya. Ketiga, apa lagi dalam masalah pandemi, perlu dana besar untuk melaksanakan pemilu 2024 mendatang. Keempat, krisis ekonomi dari segala sektor, sehingga besar kemungkinan ditunda atau dibatalkan dlu pemilu. Kelima, pemerintah, sangat komitmen dan bekerja keras terlaksanya pemilu yang akan dilaksanakan 2024 mendatang nanti, tapi anggaran dulu yang harus diperhatikan secara matang dan detail.

apakah ada hubungan dan kaitannya dengan kontrak atau perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, yang diusulkan oleh para partai politik pendukung pemerintah maupun partai-partai oposisi pemerintah, walaupun Jokowi menolaknya tiga periode. Tapi berdasarkan alasan atau data yang dikemukakan tadi, itu tidak ilmiah dan memuaskan, Saya berpendapat ada kaitannya. Karena pada awal, inisiatif partai politik pendukung pemerintah sangat besar kemungkinannya untuk ditunda atau dibatalkan pemilu 2024, bahwa konstitusi mengatakan jabatan Presiden hanya dua periode, tidak ada kata-kata “dibatasi” secara tegas disitu. Berarti bisa dilanggar, begitu cara berfikirnya. Inilah yang disebut sebagai teroris konstitusi.

Kembali kepembahasan kita tadi, yang dipertanyakan sebetulnya adalah penundaan pemilu 2024 ini untuk siapa? Saya rasa siapa lagi kalau bukan para segerombolan oligarki dan kapitalisme. Yang sedang ngopi bersama dengan Presiden di istana negara. Merekalah yang mengatur transisi ekonomi dan agenda penundaan pemilu, yang akan dilaksanakan nanti, dan mereka sengaja mengusulkan strategis kepada Presiden dan DPR, untuk membuat sejumlah peraturan-peraturan, untuk berupaya memperpanjang kontrak masa jabatan eksekutif dan legislatif.

Karena pada era rezim negara hukum Jokowi Wododo. Sangat berpeluang besar para kaum oligarki dan kapitalis, untuk mencari keuntungan ekonomi diera masa pandemi, dan Presiden kita juga terkenah lembeh, tidak tegas dalam pendiriannya, dan muda sekali dimanfaatkan oleh bawahannya sendiri, kalau dikatakan benda mati atau boneka. Mereka akan bergerak ketika ada transisi jual beli barang dan jasa. Ketika barang itu berlaku, dan beberapa porsen yang dipunyut atau keuntungan harga komonditi perkapitalnya yang didapat oleh negara dari hasil barang tersebut, atau masalah pajak misalnya. Oligarki berada dan mengatur sistem didalamnya, artinya mereka mencari keuntungan ekonomi dari harga barang itu? Sebagai contoh, misalnya masalah kelangkaan pinyak goreng, disitulah perang besar oligarki dan kapitalisme. Untuk mendapatkan labah keuntungan komonditi ekonomi tinggi, dan ada kaitannya dengan persoalan ini, loh kenapa pemilu 2024 ditunda, lalu siapa yang mengatur sistem ketatanegaraan seperti ini.

Penundaan Pemilu 2024 Menurut Refly Harun

Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menilai sikap Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang akan menurunkan Presiden Jokowi jika tidak mau turun di 2024, merupakan konstitusional.

“Konstitusi atur dua kali, masa jabatan pemimpin negeri, tak boleh diperpanjang lagi, cukup sudah dua kali, ganti presiden ya 2024,” (Refly Harun).

Penundaan Pemilu 2024 Menurut Denny Indrayana

Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai, usulan penundaan Pemilu 2024, yang berarti memperpanjang masa jabatan presiden, anggota parlemen, dan kepala daerah bentuk pelecehan konstitusi.

Dalam teori ketatanegaraan, ujar Denny, pengecualian tidak mengikuti aturan konstitusi itu hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat, dan hanya demi menyelamatkan negara dari ancaman serius yang berpotensi menghilangkan negara.

“Ini nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi berjamaah yang didasari pada dahaga atas kekuasaan semata,” ujar Denny Indrayana lewat keterangan tertulis, Jumat, 25 Februari 2022.

Penundaan Pemilu 2024 Menurut Yusril Ihza Mahendra

Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan usulan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan para pejabat negara ini dilontarkan tanpa dasar konstitusional. Penundaan Pemilu akan menimbulkan krisis legitimasi.

“Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan. Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas kemana-mana,”

Penundaan Pemilu 2024 Menurut Jimly Asshiddiqie

Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menilai, usulan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 oleh para ketua umum partai itu sebatas asal bunyi belaka. Dia pun mengaku belum pernah mendengar ada kajian internal partai terhadap usulan tersebut.

“Maka kalau tidak terlalu penting lebih baik tidak usah direspons agar para ketum tersebut tetap tidak percaya pada omongannya sendiri,” kata Anggota DPD dari DKI Jakarta ini saat dihubungi, Sabtu, 26 Februari 2022.

Penundaan Pemilu 2024 Menurut Margarito Kamis

Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengungkapkan perpanjangan masa jabatan presiden atau menunda pemilu 2024 bisa terealisasi bila Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen kembali. Selain itu, juga bisa dilakukan dengan diterbitkannya dekrit presiden.

“Silakan saja ubah UUD 1945 atau Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit untuk perpanjangan dirinya sebagai Presiden RI. Itu silakan saja. Biar rakyat menilai,” kata Margarito, Jumat, 25 Februari 2022.

Kesimpulan

Memang usulan partai politik pemerintah, sangat keterlaluan dan tidak ada dasar hukumnya. “Sebab ini adalah salah satu mekanisme untuk melecehkan nilai-nilai dan norma-norma hukum, yang diatur dalam konstitusi secara konstitusional.”

Tidak ada lembaga yang mengatur penundaan masalah jabatan Presiden (eksekutif) dan DPR (legislatif), coba kasi tau saya lembaga apa yang mengatur masalah itu. Tidak ada dasar hukumnya? Samahalnya kita mengatakan bahwa mereka adalah ajin berdasi konstitusi.

Konstitusi memberi peluang kepada pejabat negara dua periode. Jumlahnya 10 (sepuluh ) tahun, tidak ada kata-kata tambahan secara normatif disitu? Saya rasa Luhut tidak mengerti sistem ketatanegaraan dan konstitusi, karena Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengatakan bahwa tak usa tergesa-gesa melaksanakan pemilu 2024 katanya. Emang orang yang sakit para itu tidak usa cepat-cepat bawah keruma sakit, biarkan dia sembuh dengan sendirinya tampa diobati, kalau tidak cepat-cepat bawah keruma sakit, orang yang mau kehilang nyawa ini, tinggal tunggu waktunya saja. Maka harus bawah kedokter, supaya dia cepat sembuh, tapi Luhut mengatakan jangan tergesa-gesa. Loh ini orang butuh obat dan perawatan khusus, berarti Luhut Binsar Pandjaitan adalah pembunuh bayaran konstitusi

Secara normatif, yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Artinya Pasal 22E tersebut. Untuk memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD, untuk dapat melaksanakan syarat Pasal 22E, yaitu melalui diselenggarakan asas langsung atau demokrasi langsung, dalam pemilu atau pemilihan umum secara bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun, kalau sudah habis masa jabatan eksekutif (Presiden) satu periode. Bisa dipilih kembali, artinya hanya dua periode, bukan tiga periode. 2024 sudah selesai masa maktinya Jokowi sebagai Presiden, dan memasuki pemilihan Presiden yang baru, tepatnya 2024, kalau ada kelompok yang mencoba menghentikan diselenggarakan pemilu nanti, kita perang dan memberontak atau revolusi total, demi untuk menyelamatkan demokrasi perwakilan, hukum tata negara, dan konstitusi, dari tangan-tangan terorisme konstitusi itu.

Oleh karena itu, kesimpulan dari awal pembahasan tulisan ini, dapat kita simpulkan atau dibagikan dalam beberapa bagian pokok pemikiran, yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, Pasal ini memaknai, guna untuk membatasi kekuasaan Presiden (eksekutif), kalau ada kata tambahan, berarti orang itu telah melanggar konstitusi.
2. Dalam sistem ketatanegaraan, kekuasaan lembaga-lembaga negara. Khususnya kekuasaan eksekutif, perlu dibatasi sedemikian rupa. Sebab kalau tidak ada mekanisme pembatasan, maka akan berbuat sewenang-wenang terhadap konstitusi.
3. Segera dihapus sistem presidential threshold, karena ini sangat menbahayakan, mencelakakan, dan mengacam subtansi demokrasi perwakilan dan konstitusi itu sendiri.

Oleh: Muhammad Al-Amin Jurdi
Penulis adalah Sekretaris Umum PK IMM KH. Djamaluddin Amien Cab. Makassar Timur

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker