Kode dari Istana, Jokowi: Penundaan Pemilu 2024 dan Penambahan Jabatan Presiden Merupakan Bagian Demokrasi
"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," ujarnya.

Abadikini.com, JAKARTA – Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang dilemparkan oleh PKB, PAN, Golkar baru-baru ini menuai kontroversi dan membuat gaduh di kalangan publik. Pasalnya tak ada dasar hukum yang mengaturnya.
Wacana tersebut tentu mengingatkan orang akan janji dan komitmen presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri yang menyatakan bahwa dirinya akan tunduk kepada konstitusi dan tidak ada niatan untuk menambah periode jabatan.
Terkait akan wacana penundaan pemilu tersebut presiden Jokowi akhirnya angkat bicara. Mantan Gubernur DKI tersebut menyatakan dirinya bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
“Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, dikutip dari kompas.com Sabtu (5/3/2022).
Meski demikian, Jokowi menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.
Namun, sekali lagi, ia menegaskan bakal tunduk dan patuh pada konstitusi.
“Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” ujarnya.
Konstitusi memang telah tegas mengatur penyelenggaraan pemilu maupun masa jabatan presiden.
Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan lima tahun sekali.
Sementara, merujuk Pasal 7 UUD, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
Penundaan Pemilu Melanggar Konstitusi
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra sebelumnya telah menyatakan bahwa penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum.
Yusril menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
“Jadi, jika pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali,” kata Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang.
Penundaan pemilu itu juga disinyalir akan mengakibatkan lahirnya pemerintahan ilegal. Sebab, dijalankan oleh penyelenggara negara yang tidak memiliki dasar hukum.
Adapun penyelenggara negara yang dimaksud Yusril adalah mereka yang seharusnya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali dalam pemilu.
“Kalau tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD semuanya ‘ilegal’ alias ‘tidak sah’ atau ‘tidak legitimate‘.” jelas Yusril.
Sementara, pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyatakan, wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi.
“Ini adalah perkembangan yang memalukan, sekaligus membahayakan. Wacana penundaan pemilu, sebenarnya adalah bentuk pelanggaran konstitusi,” kata Denny dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).
Dalam teori ketatanegaraan, ia menjelaskan, pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat, tetapi alasannya harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menyebutkan, hal itu bisa diukur dari dampak tindakan pelanggaran konstitusi semata-mata demi menyelamatkan negara.
Indikator lainnya adalah tetap adanya pembatasan kekuasaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai pilar utama dari prinsip konstitusionalisme.
“Maka, dengan parameter demikian, menunda Pemilu 2024, menambah masa jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan parlemen, dan kepala daerah, nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi yang berjamaah,” ujar Denny.
Diberitakan sebelumnya wacana penundaan pemilu 2024 diungkapkan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Cak Imin mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu hingga dua tahun setelah mendengar pendapat dari pengusaha, analis ekonomi, dan pelaku UMKM.
Ketum PAN Zulkifli Hasan juga setuju dengan penundaan Pemilu 2024. Sementara Ketum Golkar Airlangga Hartarto menyatakan setuju meski tidak secara eksplisit.
Pada Januari lalu, usulan memperpanjang masa jabatan presiden ini juga disampaikan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengeklaim, usulan itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya. Alasannya, perlu waktu untuk memulihkan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga para pengusaha ingin penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.