HMI Minta Pemerintah Bereskan Persoalan Minyak Goreng dari Hulu Hingga Hilir

Abadikini.com, SURABAYA – Awal tahun 2022 dimulai dengan melonjaknya harga minyak goreng di pasaran. Para pelaku pasar, mulai distributor, peritel modern, pelaku pasar tradisional, pedagang eceran, hingga konsumen, terutama pedagang kecil penjual makanan, dihantui harga jual minyak goreng yang tinggi. Mereka menjerit atas kenaikan harga komoditas tersebut.

“Untuk merespons kenaikan harga minyak goreng, pada awal Januari 2022, pemerintah menetapkan kebijakan subsidi minyak goreng. Namun, kebijakan ini berdampak signifikan, bahkan pasokan minyak goreng semakin langka,” ujar Wasekum HMI Badko Jatim Bidang Sosial dan Kesejahteraan, M. T. Shabri saat dihubungi, Senin, (21/2/2022) pagi.

Pemerintah kemudian menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) per 1 Februari 2022. Dalam ketentuan DMO, perusahaan minyak goreng harus memasok minyak goreng sebesar 20% dari volume ekspor mereka. Kemudian dalam peraturan DPO, pemerintah mematok harga CPO Rp 9.300/kg.

“Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit juga ditetapkan HET minyak goreng curah Rp 11.500/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter. Namun, HET tidak bisa berjalan dengan baik di masyarakat karena kelangkaan pasokan minyak goreng,” jelasnya.

Ketidakefektifan kebijakan subsidi minyak goreng kemudian diganti pemerintah dengan kebijakan DMO dan DPO yang berlaku per 1 Februari 2022. Namun, pihaknya melihat kelangkaan minyak goreng masih terjadi, baik di pasar tradisional maupun ritel modern. Kalaupun tersedia, harganya masih di atas HET.

Kebijakan DMO dan DPO yang telah berjalan kini, menurut Shabri, masih belum optimal, sehingga kelangkaan minyak goreng di pasaran masih terjadi. DMO dan DPO baru bisa efektif jika para pelaku usaha CPO patuh dengan kebijakan yang diterapkan.

“Oleh karenanya, jika terjadi pelanggaran harus ada sanksi tegas dan keras kepada pelaku usaha. Misalnya, pemerintah bisa melakukan larangan ekspor CPO ke luar negeri atau bahkan mencabut izin usahanya, jangan sampai kelangkaan yang terjadi dimanfaatkan oleh sebagian pihak dengan menimbun pasokan yang harusnya bisa didistribusikan,” tegas Shabri.

Menurutnya, agar permasalahan ini tidak menjadi bom waktu. HMI Badko Jatim melalui Bidang Sosial dan Kesejahteraan meminta pemerintah untuk lebih bertindak tegas membereskan persoalan tata niaga CPO dan minyak goreng dari hulu hingga hilir.

“Seluruh stakeholder perlu bekerjasama dengan baik, mengingat minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, maka akan sangat mempengaruhi tingkat inflasi di kemudian hari,” ungkapnya.

Shabri menambahkan, selain stabilitas harga, yang terpenting saat ini adalah pasokan atau ketersediaan minyak goreng di masyarakat, terutama di pasar tradisional. Ia juga mengingatkan bahwa, kekuatan ekonomi Indonesia ditopang oleh para pelaku dagang kecil. Oleh karena itu, pasokan minyak goreng perlu diutamakan bagi pedagang kecil.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker