LBH Solok Dukung Masyarakat Adat Pertahankan Tanah Alahan Panjang Resort

Abadikini.com, SOLOK – Lembaga Bantuan Hukum Solok mendukung upaya masyarakat adat dari Suku Bendang Jorong Taratak Galundi Nagari Alahan Panjang mempertahankan tanah mereka yang kini menjadi kawasan Alahan Panjang Resort. LBH Solok juga mengecam aksi pengukuran yang dilakukan oleh BPN disaat ada keberatan dari masyarakat adat.

Kami dukung upaya mempertahankan hak masyarakat adat, baik tanah maupun bangunan. Hak masyarakat adat itu harus dikembalikan kepada mereka jika memang hak mereka dirampas dan diserahkan kepada PT. Danau Diatas Makmur pada tahun 1983 lalu. Harusnya, BPN menyelesaikan sengketa ini dengan bijaksana, tidak main ukur saja. Yang terjadi sekarang, BPN mengukur tanah disaat keberatan masyarakat belum ditindaklanjuti,” kata Direktur LBH Solok Risko Mardianto dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/11/2021).

Menurutnya, proses pengukuran adalah bagian dari proses penerbitan hak atas tanah berupa sertifikat. Hal itu tidak dapat dilakukan sebelum sengketa tanah diselesaikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang. Karna, jika pengukuran dilakukan dan sertifikat diterbitkan bukan atas nama pemilik tanah adat itu maka masyarakat adat harus menguji proses penerbitan sertifikat itu ke Pengadilan. Hal itu sangat merugikan masyarakat, selain memerlukan waktu juga memakan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat adat.

“Sertifikat itu adalah alat bukti kuat dan sempurna, meski bisa diuji ke pengadilan tetap jelas masyarakat adat dirugikan kalau harus menempuh itu. BPN mestinya menyelesaikan sengketa tanah ini dulu baru meneruskan proses pendaftaran hak atas tanah Alahan Panjang Resort yang disebut-sebut merupakan bekas HGU PT. Danau Diatas Makmur itu,” ujarnya.

Menurut Pengacara yang beralamat di Sungai Nanam ini, perlu dilakukan kajian lebih komprehensif terhadap tanah itu. Pasalnya, masyarakat adat di Alahan Panjang menyebut tanah mereka itu adalah tanah yang dirampas paksa untuk perusahaan Prancis pada tahun 1983 dan mantan Bupati Solok Gamawan Fauzi juga mengatakan di media kalau ada penerapan hukum yang salah pada tahun 1983 itu.

“Ini sudah menjadi satu petunjuk untuk menyelesaikan masalah tanah Alahan Panjang Resort itu. Harus diselesaikan dulu kalau tidak ingin terjadi hal-hal yang merugikan pemerintah daerah maupun masyarakat, gunakan petunjuk itu untuk membuka tabir,” jelasnya.

Dia juga menghimbau kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Solok untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat dan tidak mengerahkan alat negara untuk berhadapan dengan masyarakat adat di Alahan Panjang. Pasalnya, menurutnya, pemerintah sebagai penyelenggara negara tentu dapat membuka data terkait PT. Danau Diatas Makmur yang memegang HGU pada tahun 1983 sehingga jelas apa hak dan kewajiban Pemerintah, perusahaan dan masyarakat adat yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut.

Kami mendengar dulu tahun 1983 tanah masyarakat adat itu dirampas lalu diserahkan ke perusahaan dengan status hak guna usaha, nah buka ini biar terang. Jangan menggunakan alat negara untuk menekan masyarakat, tidak bagus.

Di Minangkabau ini semua tatanan kehidupan masyarakat adat itu memiliki aturan adat sendiri dan diakui oleh negara. Harusnya pemerintah dan BPN menyadari itu sehingga tidak bertindak seolah-olah tindakan mereka itu sudah benar. Perlu di ingat bahwa pendekatan hukum itu dilakukan sebagai upaya terakhir, jadi tempuh dulun alternatif yang tersedia, buka ruang itu buat masyarakat,” kata Risko

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker