LBH Solok Ingatkan Wali Nagari dan KAN Agar Tidak Ikut Terjerat Kasus Mafia Tanah

Abadikini.com, AROSUKA –  Maraknya kasus sengketa tanah di sejumlah tempat di Sumatera Barat membuat keprihatinan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solok. Pasalnya, sengketa tanah yang terjadi tidak hanya bisa memicu konflik baru tapi juga berpotensi menimbulkan kerugian amat besar.

Menurut LBH Solok, Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari yang ada memiliki peran penting menjaga tanah masyarakat adat dan tanah Ulayat nagari supaya tidak dirampas pihak lain secara melawan hukum.

Terlebih, praktek mafia tanah memiliki modus operandi yang beragam. Masyarakat kecil yang kerap menjadi korban mafia tanah harus diperhatikan.

LBH Solok berharap, peran Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari dalam mencegah terjadinya perampasan tanah bisa dilakukan dengan maksimal, selain itu LBH mengharapkan agar oknum Wali Nagari dan Kerapatan Adat Nagari menerapkan prinsip penuh kehati-hatian, profesional dan teliti dalam hal ini.

Tidak sembarangan menandantangani surat-surat berharga yang berkaitan dengan tanah, apalagi yang bisa menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Jika dilakukan, ada konsekwensi hukum.

Oknum Wali Nagari maupun Ninik Mamak dan Kerapatan Adat Nagari bisa berhadap-hadapan dengan masyarakat yang dirugikan, baik secara Perdata maupun Pidana.

“Jika Wali Nagari maupun Ninik Mamak dan Anggota Kerapatan Adat Nagari sembarangan membubuhi tanda tangan diatas surat yang mestinya perlu dipelajari, diteliti dengan hati-hati dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak lain, itu bisa di Pidana. Masyarakat juga bisa menuntut secara Perdata jika peristiwa itu menimpanya,” kata Direktur Eksekutif LBH Solok Risko Mardianto, Jumat (24/9/2021).

Kata Risko, Oknum Wali Nagari maupun pihak-pihak yang bermain sengketa tanah bisa terjerat hukum. Kata dia, Pasal yang bisa digunakan untuk menjerat Wali Nagari adalah Pasal 263 ayat (1), dan ayat (2) juncto Pasal 264, juncto Pasal 266 juncto Pasal 55 KUHP.

Menurut Risko, saat ini sudah banyak praktek mafia tanah yang menimbulkan kerugian imateril dan materil.

Biasanya, korban mereka adalah kelompok masyarakat yang rentan seperti masyarakat kurang mampu ataupun masyarakat yang ada di pedalaman yang minim informasi dan berpendidikan rendah.

LBH Solok menyebutkan konflik atas sengketa tanah di Sumatera Barat memiliki potensi dan dampak cukup besar lantaran banyak tanah yang belum bersertifikat.

Kebanyakan masyarakat di Sumatera Barat menguasai lahan mereka hanya secara adat (turun temurun). Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat agar mensertifikatkan tanah mereka juga berpotensi besar menjadi korban oknum mafia tanah, oleh karena itu menurut LBH Solok Pemerintah di Nagari, termasuk Ninik Mamak dan Kerapatan Adat Nagari juga perlu berhati-hati agar tidak terjerat hukum.

Selain Wali Nagari dan Ninik Mamak serta Kerapatan Adat Nagari, Badan Pertanahan yang ada juga perlu teliti dalam menerbitkan sertifikat yang dimohonkan.

Sebab, lembaga itu adalah tempat lahirnya sertifikat yang merupakan bukti kuat untuk menyatakan seseorang berhak atas tanah. Karena itu, menurut LBH Solok, BPN harus ekstra hati-hati pula dalam bekerja supaya tidak terjerat hukum.

“Jika di Nagari, Oknum Wali Nagari dan KAN yang ada itu menjadi tempat berlindung bagi masyarakat adat. Jangan sampai mereka tidak hati-hati. Kami berharap supaya kedua pihak itu tidak ikut-ikutan jadi mafia tanah,” ungkap dia.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker