Mempertahankan Aceh Dalam Pangkuan NKRI

Namun demikian, sikap politik (penghentian kucuran dana otsus) juga berpotensi besar untuk memandegkan derap pembangunan. Sangat terbuka kemungkinan, tingkat kemandegannya melampaui batas, sehingga akumulasi persoalannya bisa membesar. Jika hal ini dibiarkan, maka ketertinggalan ekonomi masyarakat yang demikian curam itu bisa dijadikan pintu masuk untuk menggosok masyarakat. Krisis sosial-ekonomi yang melanda masyarakat Aceh bagai rumput kering yang mudah terbakar ketika tersiram bensin oleh para pihak yang memang menghendaki kekacauan serius di tengah Aceh.

Perlu kita catat, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih potensial bangkit kembali. Potensi destruktif ini haruslah ditutup rapat. Langkah taktisnya simple: tetap mempertahankan perhatian khusus atas status Otsus Aceh, sembari tetap menerapkan hukum jika terjadi penyalahgunaan kewenangan yang bersifat koruptif. Sebuah tamsil, jika di lumbung padi terdapat tikus, maka untuk menangkap tikusnya tidaklah harus membakar lumbungnya. Tetap harus berpikir cerdas dan bertindak jernih dalam menenegakkan hukum.

Menimbang plus-minus dari penghentian dana otsus itu, maka risiko politiknya jauh lebih besar. Karena itu, atas nama mempertahankan Aceh pada Negara Kesatuan Republik Indionesia (NKRI), kebijakan memperpanjang otsus yang berkonsekuensi anggaran itu jauh lebih nasionalistik, manusiawi dan beradab. Cara pandang dan sikap politik konstruktif inilah yang harus dipertahankan. Jauhkan cara pandang yang “menganaktirikan” Aceh dari NKRI. Hal ini, secara empirik, telah membuat warga Aceh menderita secara berkepanjangan, tidak hanya psikis, tapi juga fisik. Tak sedikit nyawa melayang akibat benturan politik ideologis.

Catatan historis yang sanggat kelam itu tak boleh terulang lagi. Demi harkat kemanusiaan. Karena itu tak ada opsi lain bagi Pusat untuk meneguhkan komitmen ideologis pro mempertahankan wilayah. Jika Pusat mengabaikan pertimbangan positif ini, maka kita bisa mencium aroma lain. Yaitu, skenario ingin menciptakan Aceh berpuing-puing. Sasarannya jelas: uranium yang berada di Gunung Lauser, Aceh itu.

Kita tahu, uranium merupakan komponen kimia untuk senjata nuklir yang tak ternilai harganya. Di sisi lain, geopolitik dan geoekonomi, Aceh yang berada di mulut Selat Malaka juga sangat potensial untuk kepentingan transportasi ekonomi dan bisnis antar negara, di samping posisi strategis. Hal ini menambah kedigdayaan Aceh secara topografis, apalagi jika dikaitkan dengan sistem pertahanan nasional.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker