Wali Nagari Masih Aktif Tapi Camat Usulkan Plt, Begini Kata Praktisi Hukum di Solok

Abadikini.com, AROSUKA – Beredar informasi tentang adanya usulan mengangkat Sekretaris Kecamatan Gunung Talang menjadi pelaksana tugas Wali Nagari Koto Gadang Guguak di sosmed. Usulan tersebut berdasarkan Surat dari Camat Gunung Talang Nomor 800/197/CGNT-2017 tanggal 24 Mei 2021. Surat itu ditandatangani oleh Ratna Juwita, S. Sos selaku Plt. Camat Gunung Talang Kab. Solok.

Dalam surat yang beredar itu, usulan pengangkatan Plt. Wali Nagari Koto Gadang Guguak tersebut berdasarkan hasil Rapat Terbatas hari Senin tanggal 24 Mei 2021 antara Asisten Koordinator Bidang Pemerintahan, Kepala DPMN Kabupaten Solok, Kabag Pemerintahan dan Camat Gunung Talang tentang permasalahan Wali Nagari Koto Gadang Guguak terkait dengan pemberhentian Kepala Jorong secara sepihak yang dilakukan oleh Charles Camra selaku Wali Nagari. Surat itu ditembuskan kepada Kepala Daerah, Kepala BPKSDM, Kepala Inspektorat Kabupaten Solok, dan Wali Nagari se Kecamatan Gunung Talang.

Ketika media ini melakukan konfirmasi kepada Charles Camra dirinya membenarkan adanya surat yang beredar tersebut. Dia mengatakan sudah melihat surat dimaksud. Namun, dirinya belum menyikapi usulan itu karena pihaknya masih melakukan kajian.

Sementara, salah seorang praktisi hukum di Solok, Risko Mardianto, SH , yang dimintai pendapatnya mengaku kaget dengan usulan itu. Menurut dia, apa yang disebutkan didalam surat usulan itu adalah hal ngawur, apalagi dasarnya karena tindakan wali nagari yang melakukan pemberhentian Kepala Jorong secara sepihak oleh Charles Camra selaku Wali Nagari belum dibuktikan terlebih dahulu secara hukum. Mestinya, alasan usulan itu harussesuai dengan aturan dan tidak berdasarkan tudingan atau dugaan semata. “Saya kaget, setahu saya Wali Nagari Koto Gadang Guguak belum berhenti atau diberhentikan, tapi malah diusulkan Plt. Ini bagaimana, Wali Nagari masih aktif kok diusulkan Plt, nanti dua orang memimpin Koto Gadang Guguak, soal pemberhentian Kepala Jorong oleh Wali Nagari yang disebut secara sepihak itu mestinya di uji dahulu. Caranya bisa dengan menguji SK Pemberhentian Kepala Jorong itu ke Pengadilan,”ujar Risko Mardianto yang juga berprofesi sebagai Advokat tersebut.

Menurut dia, usulan untuk Plt itu bisa saja terjadi namun ketika Wali Nagari sudah meninggal dunia sehingga tidak dapat lagi menjalankan tugas dan kewajibannya, atau karena berhenti atas permintaan sendiri maupun di berhentikan. Saat ini, kata Risko, Charles Camra masih aktif masuk kantor, usulan Plt. oleh Camat Gunung Talang dinilai sangat tidak masuk akal. “Soal Pemberhentian Kepala Jorong itu bukan kejahatan pidana, itu murni soal birokrasi pemerintahan. Saya rasa kalau ada kekeliruan bisa diperbaiki namun tidak dengan serta merta menyatakan Wali Nagari sepihak memberhentikan Kepala Jorong disana, mestinya di uji dahulu. Aneh dan tidak masuk akal jika langsung mengusulkan Plt Wali Nagari disaat Wali Nagari masih aktif dan tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran hukum yang berakibat ia bisa diberhentikan,”paparnya.

Advokat itu menerangkan kalau pemberhentian Wali Nagari juga bukan perkara mudah. Pemberhentian seorang Kepala Desa atau di Sumbar disebut Wali Nagari harus sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.

Kata Risko, Kepala Desa adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah. Pemberhentian kepala desa dapat terjadi dengan berbagai alasan, yaitu:

a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.

Kepala Desa diberhentikan, karena:

a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan karena menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya;

c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d. melanggar larangan sebagai kepala desa;
e. adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan 2 desa atau lebih menjadi 1 desa baru, atau penghapusan desa;
f. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; dan/atau
g. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selain itu, Risko menerangkan kalau kepala desa juga dapat diberhentikan sementara oleh bupati/walikota, karena:

a. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa;
b. melanggar larangan sebagai kepala desa;
c. dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan register perkara di pengadilan; dan
d. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, teroris, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Selanjutnya, Badan Permusyawaratan Desa melaporkan kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain jika kepala desa berhenti. Laporan tersebut memuat materi kasus yang dialami oleh kepala desa yang bersangkutan dan kemudian bupati/walikota melakukan kajian untuk proses selanjutnya atas laporan tersebut.

Lebih lanjut, pengesahan pemberhentian kepala desa ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota yang disampaikan kepada kepala desa yang bersangkutan dan para pejabat terkait pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Kewajiban dan Larangan bagi Kepala Desa diterangkan Risko bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (4) huruf c, d, dan m Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”), dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berkewajiban, di antaranya:

a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;
b. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; dan
c. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;

Larangan yang berlaku bagi kepala desa merujuk pada Pasal 29 UU Desa, antara lain:

a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
d. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;
e. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
f. menjadi pengurus partai politik;
menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
g. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
h. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
i. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
meninggalkan tugas selama 30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.

Dengan demikian ungkap Risko, pemberhentian seorang Wali Nagari tidak semudah membalikkan telapak tangan, begitu juga dalam mengusulkan Pelaksana Tugas Wali Nagari. “Berhentikan dulu Wali Nagari baru tunjuk Pelaksana Tugas, kalau masih aktif mana bisa ada Plt Wali Nagari di sebuah Nagari. Wali Nagari itu dipilih langsung oleh rakyat, bukan ditunjuk oleh penguasa, untuk memberhentikan dan mengangkat Wali Nagari harus sesuai prosedur yang diatur dalam aturan. Tidak bisa semena-mena,”terang dia.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker