Islam Menghargai Waktu

UMAT ISLAM kerap dinilai kurang disiplin soal waktu. Jika mereka mengadakan acara, sudah ditentukan jamnya, maka pada saat pelaksanaannya, tidak berjalan tepat waktu. Waktunya ‘ngaret’. Sebuah istilah yang menunjukkan tidak disiplin. Demikian pula dalam rapat organisasi Islam, berjalan tidak tepat waktu, hingga harus di skor lebih dahulu untuk menunggu yang belum datang, atau agar qourum (jumlah peserta rapat yang dipandang syah untuk memulai rapat). Rapatnya memang dibuka pada waktunya. Tapi dimulainya kemudian. Selain itu, dalam berjanji tidak ditepati waktunya. Ucapanya insyaa Allah (jika dikehendaki Allah), namun pada waktunya berubah menjadi ‘nanti’ atau tidak dipenuhi.

Ini gambaran yang terjadi pada ummat Islam. Namun tidak berarti, Islam adalah agama yang anti disiplin dan atau tidak menghargai waktu. Islam justru agama yang sangat mengajarkan disiplin dan menghargai waktu. Bahkan Islam memberikan penghargaan bagi yang menghargai waktu. Hal ini dibuktikan baik dalam ajaran ajarannya. Selain itu dalam praktek hidup sehari sehari yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, sahabat dan sebagian ummatnya. Terutama, bagi mereka yang memegang teguh keyakinan dan ajaran Islam.

Waktu dalam Islam

Tentang waktu dalam Islam secara tegas disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala sebagai berikut: “Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang orang yang beriman dan beramal shaleh, dan mereka saling nasehat menasehati tentang kebenaran, dan saling nasehati menasehati dalam kesabaran”. (QS. Al Ashr: 1-3).

Ayat ini mengingatkan kepada manusia, termasuk juga ummat Islam, tentang betapa pentingnya memperhatikan, menghargai dan mengutamakan waktu. Jika mereka tidak melakukannya, maka mereka sendiri yang akan mengalami kerugian. Mereka akan rugi di dunia, dan juga akan rugi di akhirat. Di dunia saja dikenal istilah, ‘time is money”, atau waktu adalah uang. Lewat saja waktu perjanjian usaha, atau tidak tepat waktu bertemu, tentu uang yang akan didapatkan akan melayang dan hilang.

Itu dalam urusan dunia. Mengabaikan waktu akan merugi, baik dalam hal peluang usaha, maupun dalam meraih keutungan materi. Adapun bagi seorang muslim, tentang pentingnya waktu bukan hanya dalam soal meraih uang, keuntungan materi, penghidupan dan kehidupan dunia saja. Seperti dalam hal bangun dipagi hari, sebelum waktu Subuh, dengan harapan agar meraih rezki yang halal. Mereka juga harus masuk kerja tepat pada waktu, dan pulangnya juga demikian. Pekerjaannya juga harus dilakukan tepat waktu, dan diselesaikan pada waktunya, tanpa ditunda tunda.

Pentingnya waktu dalam Islam juga dalam konteks ibadah dan meraih pahala dari Allah Ta’ala. Bahkan, pada saat mereka sedang mencari uang, yakni bekerja dan berjual beli pun, semuanya harus ditinggalkan. Ini pada waktu ibadah yang diwajibkan-Nya sudah datang. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya: “Wahai orang orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (QS, Al Jumu’ah:9).

Makna ayat ini menegaskan tentang betapa pentingnya memperhatikan, menghargai dan mengutamakan waktu ibadah, yaitu shalat Jum’at. Pada saat hari Jum’at di siang hari. Bila suara adzan berkumandang dari masjid. Maka setiap muslim diperintahkan untuk segera ke masjid melaksanakan shalat berjamaah dan mendengarkan khutbah. Perintah melaksanakan shalat Jum’at ini pada dasarnya telah mendidik mereka, agar benar benar memperhatikan, menghargai dan mengutamakan waktu dalam beribadah.

Tentu bukan shalat Jum’at saja yang harus diperhatikan, dihargai dan diutamakan waktunya, melainkan juga shalat-shalat wajib lima waktu, yang dilaksanakan secara berjamaah. Apabila terdengar suara adzan dari masjid, maka telah diperintahkan kepada setiap muslim untuk memenuhi panggilan-Nya dan bersegera melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda yang berhubungan dengan amal yang utama, antara lain: “Shalatlah di awal waktu”. (HR. Bukhari).

Waktu adalah pembatas

Dalam dunia ilmu disebutkan, bahwa hidup manusia di bumi ini dibatasi oleh ruang. tempat dan waktu. Karena itu mereka tidak bisa bebas dari waktu. Ini artinya mereka tidak bisa menyatakan ingin hidup bebas sebebas bebasnya, seperti penganut faham liberalisme. Dalam hidup manusia pasti ada batasnya. Waktu salah satu hal yang membatasi diri dan aktifitas hidupnya. Usia dan umur mereka dibatasi Allah Ta’ala, Mereka tidak bisa hidup selama lamanya. Hanya Nabi Nuh ‘alaihis salam saja yang umurnya hampir 1000 tahun. Namun manusia yang lain tidak akan sampai sepanjang itu.

Usia dan umur adalah waktu yang membatasi manusia. Hampir semua manusia ingin hidupnya panjang. Sampai sampai, pada saat mereka merayakan hari kelahiran pun menyanyikan lagu, “Panjang umurnya’. Padahal umurnya makin berkurang, atau semakin pendek, sebab hanya Allah Ta’ala yang menentukan berapa lama usia manusia. Bahkan, ada yang mengatakan ingin hidup seribu tahun lagi. Faktanya sebelum berusia seratus tahun, dia sudah mati meninggalkan dunia fana ini.

Karena itulah, waktu benar benar membatasi hidup manusia. Apalagi Allah Ta’ala secara tegas menyatakan, “Setiap yang berjiwa pasti akan mengalami kematian”. (QS. Ali Imran: 185). Nabi Nuh ‘alaihis salam yang paling panjang usianya dari seluruh manusia, akhirnya juga meninggal dunia. Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan, nyatanya mengalami kematian. Dia tidak dapat hidup selama lamanya, sebagaimana Tuhan itu sendiri. Hanya Allah Ta’ala yang Maha Hidup selama lamanya. Tak ada waktu, ruang dan tempat yang membatasinya.

Karena menyadari waktu adalah pembatas, dan berarti hidup manusia terbatas dan dibatasi oleh umur dan usianya, maka sepanjang hayat mereka, hendaknya waktu harus dipergunakan dengan baik dan sebaik baiknya. Tentu memanfaatkan waktu yang baik adalah untuk melakukan ibadah dan amal shaleh. Bukan melakukan aktifitas yang sebaliknya. Yaitu mengisi hidupnya dengan berbuat dosa, kekafiran dan kefasiqan. Sejarah telah memberikan pelajaran berharga tentang sosok manusia yang benar benar memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan beramal shaleh. Sebagaimana uswah dari para Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, dan para sahabat sahabatnya.

Semakin bertambah usia manusia, maka semakin terbatas pula waktu hidup mereka. Oleh sebab itu, pada saat Allah Ta’ala masih memberikan kesempatan hidup hingga usia tua, maka hendaknya umur tidak disia siakan. Perbanyaklah beribadah dan beramal shaleh, dan tinggalkan aktifitas membuang buang waktu, seperti misalnya: (1). Bermain gaple atau game, (2). Duduk melamun, (3). Banyak menonton sinetron dan musik, (4). Kumpul-kumpul ngobrol ngalor ngidul membuang waktu, (5). Bergadang, berjudi, minum minuman keras, foya foya, main sabu, berzina dan perbuatan buruk lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengingatkan tentang waktu yang terbatas ini dalam sabdanya: “Manfaatkanlah lima perkara (waktu) sebelum datang lima perkara (waktu). Pertama, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu. Kedua,  waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Ketiga, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu. Keempat, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu. Kelima, waktu hidupmu sebelum datang waktu kematianmu”. (HR.  Al Hakim).

Waktu sebagai penghargaan

Islam bukan hanya menghargai waktu, melainkan juga memberikan penghargaan kepada orang orang orang yang memperhatikan, menghargai dan memanfaatkan waktu dengan sebaik baiknya. Pernghargaannya berbeda beda. Ada mereka yang diberikan langsung penghargaannya di dunia ini, dan ada pula yang akan serahkan di akhirat nanti. Di dunia ini penghargaan yang diberikan dapat berupa rezki yang berlimpah, harta kekayaan, dipanjangkan umurnya, kedudukan yang terpuji dan keberkahan.

Bagi orang yang mengisi waktunya untuk bersilaturrahim kepada karib kerabat, sahabat dan orang orang yang dikenalnya, akan diberikan penghargaan, sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam: “Siapa yang suka dilapangankan rezkinya dan dipanjangkan umurnya hendaknya dia menyambung silaturrahim”. (HR. Bukhari, Muslim). “Siapa yang bertaqwa kepada rabbnya dan menyambung silaturrahim niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak, serta keluarganya akan mencintainya”. (HR. Bukhari. Hadits Hasan).

Lalu bagi orang orang yang menggunakan waktunya pada sebagian malam untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, mereka akan mendapat penghargaan. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu. Mudah mudahan Tuhanmu mengangkatmu  ke tempat yang terpuji”. (QS. Al Isra’:79).

Selain itu bagi mereka yang menggunakan waktunya untuk memperbanyak berdzikir kepada Allah Ta’ala, juga akan diberikan penghargaan. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Orang orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar Ra’d:28).

Tetapi sebaliknya, bagi orang orang yang melupakan Allah Ta’ala, dan tidak mau mengingat-Nya, maka mereka tidak akan dihargai, bahkan direndahkan-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu seperti orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa pada diri sendiri. Mereka itulah orang orang yang fasiq”. (QS. Al Hasyr: 19). (MK.2.1.2020).

Oleh: Muhsin MK

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker