Trending Topik

KPU Tidore Nilai Gugatan SALAMAT Tidak Memenuhi Syarat Pasal 158, Layak Ditolak MK

Abadikini.com, TIDORE – Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Tidore Kepulauan 2020 yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), atas gugatan pasangan Calon Nomor urut 3 yakni Salahudin Adrias dan Muhammad Djabir Taha alias (SALAMAT) berlangsung di MK, Senin (7/2/2021).

Pihak terkait KPU dan Bawaslu Kota Tidore membantah semua permohonan yang dilayangkan paslon nomor urut 3 dengan jargon SALAMAT itu.

Kuasa Hukum KPU Tikep, Hendra Kasim menjelaskan bahwa gugatan pihak pemohon (SALAMAT) tidak memenuhi pasal 158, hal itu dikarenakan selisih suara antara pihak pemohon dan pasangan calon terpilih yakni Capt Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen (AMAN) berada diatas 2 persen dari jumlah suara sah, sehingga selisih suara dari pihak pemohon berada diatas 8 persen dan dianggap tidak memenuhi pasal 158.

“Berdasarkan keputusan KPU nomor 340 dan seterusnya, suara sah adalah 65.123, dan 2 persen dari jumlah 65.123 adalah 1.303 yang mulia, sedangkan selisih suara antara pihak pemohon dan pihak terkait adalah 9.768 atau berada diatas 8 persen,” ungkapnya dalam persidangan yang berlangsung di MK, Senin (8/2/2021) yang juga berlangsung secara virtual.

Mendengar penjelasan Hendra, hakim dalam persidangan tersebut yang dipimpin oleh Arief Hidayat turut membenarkan bahwa dari hasil perselisihan suara dianggap tidak memenuhi pasal 158.

Hendra lantas kembali melanjutkan dengan membacakan dalil pemohon terkait dengan indikasi penyalahgunaan APBD Kota Tidore Kepulauan, Dana Desa dan mengarahkan ASN se Kota Tidore Kepulauan untuk ditanggapi oleh Bawaslu. Pasalnya terkait masalah tersebut pihak termohon (KPU) tidak mengetahui akan hal tersebut dikarenakan tidak ada laporan yang masuk ke KPU.

Sementara terkait dengan indikasi pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh petugas KPPS yakni tidak mengisi Formulir daftar hadir pemilih tambahan, dan pemilih daftar hadir pindahan, bahwa hal itu tidak benar. Karena semua KPPS telah mengisi Formulir tersebut dan untuk membuktikan hal iti, KPU telah menghadirkan seluruh alat bukti Formulir C daftar hadir di hadapan yang mulia, yakni bukti P5.

Dan untuk mengenai dalil seluruh PPK menolak untuk memperlihatkan formulir model C daftar hadir pemilihan tambahan atau pindahan, termohon sampaikan bahwa berdasarkan pasal 1 angka 18 PKPU/19/2020 yang menyebutkan kegiatan rekapitulasi adalah kegiatan mencatat hasil penghitungan suara pasangan calon yang dimulai dari tingkat Kecamatan hingga Kota. Adapun tata caranya diatur dalam Pasal 15 a, PKPU/19/2020.

“Dalam rekapitulasi semuanya berjalan dengan baik dan lancar sesuai ketentuan perundang-undangan, untuk rekapitulasi tingkat kecamatan saksi pasangan 01 peraih suara terbanyak ke tiga, tidak hadir di Kecamatan Oba Selatan dan Kecamatan Tidore Timur, karena mereka tidak hadir sehingga tidak ada mandat saksinya dan juga tidak menandatangani form hasil rekapitulasi tingkat kecamatan, Begitu juga pada rapat pleno rekapitulasi tingkat Kota Tidore Kepulauan yang berhubungan dengan mekanisme dan prosedur,” bebernya.

Sehingga Hendra menilai, berdasarkan fakta hukum yang telah dikemukakan, peristiwa-peristiwa ataupun dalil-dalil pemohon sama sekali tidak berdasar dan beralasan menurut hukum. Maka sudah sepatutnya permohonan pemohon dinyatakan di tolak oleh Mahkamah Konstitusi.

Untuk itu, termohon (KPU) memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan eksepsi termohon, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan benar dan tetap berlaku keputusan KPU Kota Tidore Kepulauan nomor 340 dan seterusnya, menetapkan perolehan suara tahap akhir pasangan calon walikota dan wakil walikota tidore kepulauan tahun 2020 yang benar adalah, Pasangan Calon 01 sebanyak 16.251, Pasangan Calon 02 adalah 29.320, Pasangan Calon 03, 19.552 dan jumlah suara sah 65.123. Atau apabila MK berpendapat yang lain mohon putusan yang seadil-adilnya.

Senada disampaikan Bawaslu Kota Tidore Kepulauan yang diwakili oleh Amru Arfa selaku Koordinator Hukum, dalam persidangan itu ia mengatakan terkait dalil pemohon soal dugaan penggunaan APBD tidak ada tekuan dari Bawaslu maupun laporan dari masyarakat, begitu juga dengan pencairan dana 43 Miliar, beserta alokasi Dana Desa, pihak bawaslu juga tidak punya temuan maupun tidak ada laporan dari pihak masyarakat atau tim dari pasangan calon masing-masing. Sementara soal penyalahgunaan wewenang karena pasangan Calon nomor 2 adalah pasangan incumbent sehingga dengan sengaja menggunakan jabatannya untuk mengarahkan ASN maupun kepala desa, dari pihak bawaslu juga tidak mendapatkan temuan maupun adanya laporan dari masyarakat.

“Untuk dalil pemohon terkait indikasi pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh petugas KPPS, kami dari bawaslu berdasarkan hasil pengawasan tidak mendapatkan temuan dan juga laporan dari masyarakat,” tegas Amru dalam persidangan tersebut.

Lebih lanjut Amru menjelaskan bahwa dalam pokok permohonan pemohon angka 8 halaman 6, yang pada pokoknya menyatakan KPU Kota Tidore Kepulauan hanya membacakan keberatan, dari para saksi di tingkat kecamatan, dan tidak mau memperlihatkan bukti formulir sebagaimana diminta sebagaimana diminta oleh saksi pasangan Calon Nomor 1 dan Nomor 3 terkait dengan data Pemilih DPTb, pada rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat Kota oleh KPU Kota Tidore Kepulauan.

“Dan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu, dalam pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi tingkat Kota, oleh KPU Kota Tidore Kepulauan, saksi pihak pemohon tidak dapat memberikan bukti yang diminta oleh KPU. Sehingga keberatan pihak pemohon untuk membuka kotak suara tidak dapat dikabulkan,” katanya.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker