Pakar Hukum Sebut 4 Fraksi di DPRD Kota Tidore yang Tolak LPP Wali Kota Telah Lakukan Pembohongan Publik

Abadikini.com, TIDORE – Pasca aksi penolakan 4 Fraksi DPRD Tidore terhadap laporan pertanggungjawaban pelaksanaan (LPP) APBD tahun 2019 dari Wali kota Tidore Kepulauan mendapat tanggapan miring dari akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate, Dr. Abdul Azis Hakim.
Menurut pakar Hukum Tata Negara jebolan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, aksi penolakan oleh empat Fraksi tersebut memalukan.
Ia menilai, 16 anggota DPRD Tidore Kepulauan yang mewakili masing-masing fraksi itu tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan amanahnya selaku wakil rakyat. Azis menganggap mereka telah melakukan pembohongan publik.
“Menurut saya, 16 anggota DPRD Tidore Kepulauan ini tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan amanahnya selaku wakil rakyat, di sebabkan karena melakukan pembohongan publik terkait dengan integritas dan komitmen kinerja dengan sikapnya melakukan penolakan LPP APBD tahun 2019 yang telah di setujui sebelumnya,” ujarnya saat dimintai tanggapan terkait polemik DPRD dan Pemkot Tidore Kepulauan, Selasa (4/8/2020).
Sebab menurut Azis, perilaku 16 anggota fraksi tersebut telah menabrak prinsif-prinsif hukum terkait etika pejabat negara. karena kata Azis, sebelumnya regulasi tersebut telah di setujui oleh DPRD.
“Apa alasannya jika semua regulasi yang sudah di setujui sebelumnya lalu kemudian di tolak lagi, ini namanya ingkar dan pembohongan publik. Ini yang saya bilang memalukan,” tegasnya.
Sikap yang di tunjukkan dari 16 anggota dari 4 fraksi itu tambah Azis, merupakan presenden buruk sejarah penyelenggaraan tugas dan fungsi DPRD Tidore Kepulauan pada periode ini, karena penolakan LPP APBD oleh 16 anggota DPRD ini cenderung memperlihatkan sikap yang mengada-ada, sangat tidak profesional dalam konteks implementasi funsi-fungsinya.
“Justru dalam konteks hukum, perbuatan ini di sebut amoral, karena jauh dari prinsip-prinsip kepatutan dan keadilan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut pakar hukum tata negara itu, 16 anggota DPRD Tidore Kepulauan dari 4 Fraksi gabungan itu harus di proses secara hukum karena menolak LPP itu secara tidak langsung menolak hasil audit BPK.
Lanjut Azis menegaskan, apa yang di lakukan Pemkot Tidore Kepualau itu sudah benar dengan mengembalikan hasil kerugian negara. Sementara 16 anggota Fraksi itu melakukan sebaliknya dengan menolak hasil audit BPK.
“Lembaga manapun di negeri ini jika melawan hasil audit BPK pasti ia melanggar kosntitusi, dan jika itu terbukti maka saya kira wajib di proses secara hukum karena melawan ketentuan hukum yang ada,” tegas Azis.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ternate itu menilai aksi para wakil rakyat Tidore Kepulauan itu telah melanggar prinsip-prinsip etika sebagai pejabat negara, sehingga perlu diproses di badan kehormatan (BK) DPRD.
“Dalam konteks ini saya menilai bahwa perilaku ke 16 anggota DPRD diduga kuat melanggar prinsip-prinsip etika sebagai pejabat negara, sehingga perlu untuk dilakukan proses secara etik melalui badan kehormatan (BK) DPRD,” tandas Azis.
Azis menjelaskan, proses hukum dan etik terhadapat 16 anggota DPRD itu penting di lakukan agar tidak terkesan anggota DPRD dalam melakukan fingsinya hanya mengikuti selera politiknya.
“Diproses secara hukum maupun diproses secara etik perlu sebagai pembelejaran,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kamis (30/7/2020), pekan lalu DPRD Kota Tidore Kepulauan gelar sidang paripurna untuk mendengarkan penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan (LPP) APBD tahun 2019 dari Wali Kota Tidore Kepulauan, Capt Ali Ibrahim.
DPRD Kota Tidore dengan sendirinya menolak laporan pelaksanaan APBD kota Tidore Kepulauan tahun 2019, yang telah di audit BPK untuk dijadikan peraturan daerah, padahal diketahui APBD tersebut telah melalui pembahasan dan telah disetujui mereka tahun sebelumnya.
Dalam paripurna tersebut, empat Fraksi dari lima Fraksi di DPRD Tidore Kepulauan menolak LPP Wali Kota. Hanya Fraksi PDIP yang menerima laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah.
Empat Fraksi itu adalah Fraksi gabungan PKB-Hanura, Nasdem-Golkar, PAN-Perindo, dan Demokrat-PKS.
Keempat Fraksi gabungan dengan sebanyak anggota 16 orang itu menilai LPP Wali Kota Tidore Kepulauan janggal. Terutama pada penggunaan anggaran perjalanan dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota keluar daerah maupun dalam daerah.
Pasalnya, dalam APBD Kota Tidore Kepulauan tahun 2019, untuk anggaran perjalanan dinas Wali Kota di anggarkan sebesar Rp 2.560.000.000; dengan realisasi sebesar Rp 2.367.689.317. Sedangkan biaya perjalanan dinas Wakil Wali Kota di anggarkan Rp 2 miliar dengan realisasi sebesar Rp 1.703.824.700.
Sementara dalam LPP disebutkan realisasi penggunaan anggaran dinas wakil wali kota lebih besar dari wali kota.
Disebutkan pula, dalam setahun wakil wali kota Tidore Kepulauan menhabiskan anggaran perjalanan dinas ke dalam maupun keluar daerah sebesar Rp 950 juta Sementara wali kota hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp 705 juta untuk perjalanan dinas.