Mengenal Pendiri Partai Bulan Bintang, Mohammad Soleiman Ketua Majelis Syuro Pertama

MOHAMMAD Soleiman berasal dari Gorabati, Pulau Tidore, Maluku Utara (Malut). Ialah yang terpilih mewakili Masyumi Maluku sebagai Anggota Parlemen RI hasil Pemilu 1955. Sejak itu ia pindah dari Malut ke Jakarta. Ketika Masyumi bubar ia tetap di Jakarta. Ia selalu berkumpul dengan tokoh-tokoh Masyumi lainnya. Ia kerap datang bersama Dr. Anwar Harjono jika diminta menghadap M. Natsir, mantan Ketua Umum Partai Islam Masyumi. Ia pun aktif di Muhammadiyah dan Dewan Dawah.

Saat Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) berdiri Mohammad Soleiman terlibat di dalamnya. Bahkan dalam Muktamar Parmusi I di Malang, Mr. Mohamad Rum terpilih sebagai Ketua Umum, ia jadilah Sekretaris Jenderal nya. Namun jabatan keduanya tidak direstui rezim Soeharto. Keduanya diganti Jarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun sebagi Ketum dan Sekjen Parmusi. Ternyata kepemimpinan keduanya dibajak Jhon Naro. Akhirnya, kepemimpinan Parmusi beralih ke HMS Mintareja dan Sulastomo sebagai Ketum dan Sekjen.

Namun Mohammad Soleiman masih aktif berjuang. Parmusi difusi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) oleh rezim Orde Baru. Ia tetap berkiprah di dalamnya. Bahkan dalam pemilu 1977 ia terpilih menjadi anggota DPR/MPR RI periode 1977-1982. Pada Pemilu 1982 ia terpilih lagi dan menjadi anggota DPR/MPR RI periode 1982-1987. Setelah itu ia tidak duduk lagi. Ia bersama Anwar Harjono aktif di Dewan Dawah Pusat. Ia duduk sebagai anggota pleno. Saat dibentuk Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) ia duduk sebagai anggotanya. Ketika berdiri Badan Koordinasi Ummat Islam (BKUI) ia pun terlibat di dalamnya.

Dalam Musyawarah Nasional (Munas) BKUI, 10 Juni 1998, dibentuk dua tim dalam proses pembentukan partai Islam penerus Masyumi. Pertama, Tim Partai yang diketuai Mohammad Soleiman. Kedua, Tim Sidang MPR yang diketuai Drs. H. Cholil Badawi. Tim Partai tugasnya antara lain, membahas nama partai yang akan didirikan. Beberapa nama yang diusulkan: Partai Kiblat Ummat (PKU), Partai Amar Ma’ruf Nahi Munkar (PAMNM), Partai Islam Bersatu (PIB), Masyumi dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Sebagai orang yang diamanahkan Anwar Harjono sebagai Ketua BKUI yang sedang sakit, untuk memimpin rapat pembentukan partai Islam, membuat Mohammad Soleiman bekerja keras. Ia tak kenal lelah. Ia bersama Tim Partai secara marathon dan intensif melakukan rapat rapat. Dalam rapat akhir Tim Partai, yang disebut pula sebagai Komisi Politik BKUI, berhasil menetapkan nama partai Islam penerus Masyumi, yakni Partai Bulan Bintang (PBB). Nama inilah yang di syahkan BKUI pada tanggal 13 Juli 1998 di Jakarta.

Pada hari Jumat, 23 Rabiul Awwal1419 H/17 Juli 1998 secara resmi PBB didirikan dan dideklarasikan. Disampaikan dalam Konferensi Pers di Masjid Al Furqan, Dewan Dawah, jl. Kramat Raya 45, Jakarta Pusat. Ini bekas markas Masyumi. Mohammad Soleiman pada nomor urut ketiga setelah Anwar Harjono dan KH. Rusyad Nurdin, sebagai deklarator. Semuanya berjumlah 38 orang, dari wakil ormas dan lembaga Islam. Dalam susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB, ia ditetapkan sebagai Ketua Majlis Syuro. Ia diminta Anwar Harjono mendampingi Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Umum DPP PBB.

Sebagai Ketua Majlis Syuro (MS), Mohammad Soleiman aktif mengikuti rapat dan kegiatan PBB. Salah satu keputusan MS yang cukup penting dan bersejarah pada masa kepemimpinannya adalah, fatwa haram kepemimpinan wanita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini diputuskan dalam rapat MS, 13 Juli 1999 yang dipimpinnya. Fatwanya antara lan: “Wanita haram hukumnya menjadi Presiden/Kepala Negara”. Namun MS menyerahkan formulasi politisnya kepada DPP PBB.

Dalam Mukernas I PBB, 23-28 Februari 1999, Mohammad Soleiman sebagai Ketua MS memberikan tausiyah penuh semangat. Tausiyahnya antara lain: “Kami tidak akan menargetkan untuk menjadikan seseorang diantara kami ini menjadi Presiden, itu kehendak Allah. Dan bagi orang orang yang minta jabatan Rasulullah bilang, ‘Jangan berikan padanya’. Tapi kalau umat Indonesia ini memberikan kepercayaan kepada PBB.. dengan ridho Nya mendapatkan suara terbanyak, bismillah…!

Isi tausiyah yang disampaikan Mohammad Soleiman itu diantaranya menjadi kenyataan. Dalam Pemilu 1999, PBB mendapat suara terbanyak, dan berhasil masuk DPR/MPR RI. PBB dapat membentuk fraksi sendiri. Yusril kemudian diangkat menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI (kini Menkumham) dalam Pemerintahan Gus Dur dan Megawati. Petinggi PBB lainnya, Abdurrahman Saleh dan Dr. Rifyal Kabah menjadi Hakim Agung RI. Keadaan ini masih sempat disaksikannya. Bahkan ia masih sempat mengikuti saat Yusril terpilih kembali sebagai Ketum DPP PBB dalam Muktamar I PBB, 26-30 April 2000 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.

Dalam Muktamar I PBB Mohammad Soleiman masih ditetapkan sebagai Ketua MS. Walau usianya semakin sepuh, ia tetap aktif dalam rapat dan kegiatan DPP PBB. Saat Mukernas PBB di Yogyakarta, 2020, ia hadir duduk berdampingan dengan Yusril, Ketum DPP PBB dan Sultan Hamengku Buono X, Gubernur DI Yogyakarta. Ia juga hadir bersama Yusril dalam Pelantikan Pengurus DPW PBB Maluku Utara dan Milad III PBB di Ternate. Ia juga aktif berkunjung ke Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan dalam acara PBB.

Pada tahun 2002, dalam acara berbuka puasa di rumah dinas Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI, Yusril, Mohammad Soleiman memberi tausiyah yang cukup bersejarah. Ia berpesan kepada kader-kader PBB yang duduk di legislatif dan eksekutif agar mereka tetap memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Ia pun mengingatkan, supaya Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) buatan Belanda diganti dengan hukum Islam. Ia berharap pada Yusril sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI dapat melakukan perubahan tersebut. Ia dengan tegas mengatakan, “Kalau tidak berani buat apa hidup”.

Isi tausiyah yang seakan pesan terakhir dari perjalanan hidup Mohammad Soleiman di PBB, benar benar diperhatikan Yusril dan wakil-wakil PBB di DPR/MPR RI. Mereka pun telah berusaha dalam Sidang Umum (SU) MPR RI 2020 memperjuangkan Piagam Jakarta masuk kembali dalam amandemen UUD 1945. Bahkan Yusril pun telah berikhtiar memasukkan syariat Islam dan RUU KUHP dan Undang Undang lainnya. Hanya dalam UU Lalu Lintas dan UU Kepailitan yang berhasil dimasukkan syariat Islam. Ini disampaikan Yusril dalam Muktamar II PBB di Surabaya Jawa Timur. Hanya saja pada saat itu Mohammad Soleiman telah tiada.

Mohammad Soleiman meninggal dunia dalam keadaan masih berstatus sebagai Ketua Majlis Syuro DPP PBB. Ia telah mengantarkan berdirinya PBB. Ia pun mengawal PBB sesuai amanah BKUI dan Anwar Harjono, jubir Masyumi. Tentu peran dan jasanya dalam perjuangan PBB tidak kan hilang. Malah kemudian, perjuangannya diikuti dan diteruskan oleh tiga anaknya. Pertama, Muhammad Abduh (Ketua MPW PBB DKI Jakarta hingga wafat). Kedua, Salman Do’a Soleiman (Ketua DPC PBB Sorong hingga wafat). Dan ketiga, Mardliyah Soleiman (aktif di Sekretariat DPP PBB sejak berdiri hinga kini). (MK.8.7.2020)

Oleh: Muhsin MK

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker