Pengamat Nilai Penetapan Pilkada Desember Spekulatif Ditengah Pandemi Covid-19

Abadikini.com, JAKARTA – Melalui rapat virtual tentang tahapan pilkada serentak 2020, Komisi II DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, serta DKPP bersepakat tahapan Pilkada 2020 mulai dijalankan kembali pada 15 Juni mendatang. Sedangkan pemungutan suara akan dihelat pada 9 Desember tahun ini, Rabu (27/5/2020).

Pengamat politik, Ferry Daud Liando menilai penetapan pilkada serentak 9 Desember 2020 ditengah pandemi Covid-19 sebagai keputusan spekulatif.

“Ini keputusan spekulatif. Jika tidak dipertimbangkan maka akan berisiko pada aspek keselamatan masyarakat,” kata Ferry melalui keterangan persnya, Kamis (28/5/2020).

Sebab, menurut Ferry, hingga kini kurva statistik pasien Covid-19 belum melandai, pergerakan kurva masih tetap naik.

“Tidak mungkin Pilkada dilaksanakan dalam kondisi mencekam seperti ini,” ujarnya.

Jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember 2020, menurut dia, pemerintah dan masyarakat akan menghadapi beberapa konsekuensi di antaranya, berpotensi makin banyak penularan kepada masyarakat dan petugas penyelenggara Pemilu.

Di awal tahapan akan terjadi interaksi antar masyarakat dan petugas dalam hal penyusunan daftar pemilih, verifikasi dukungan calon perseorangan dan sosialisasi.

“Kemudian di pertengahan ada tahapan kampanye dan berakhir dengan pemungutan suara,” jelas Ferry.

Konsekuensi lainnya, kualitas proses bisa tidak berjalan baik karena tidak mungkin petugas akan bekerja profesional ketika berhadapan dengan ancaman virus.

Sementara pengawas tidak mungkin selalu berada di lapangan setiap saat.

Jika demikan akan berpotensi terjadi banyak pelanggaran karena ketiadaan pengawas.

“Money politik bisa dijadikan alasan pembenaran karena tekanan ekonomi masyarakat yang sulit,” tegasnya.

Kemungkinan buruk lainnya, tidak semua pemerintah daerah siap dengan anggaran tambahan yang tertuang dalam NPHD Pilkada.

“Sebab, anggaran Pilkada perlu disesuaikan dengan pengadaan alat pelindung diri bagi petugas dan masyarakat. Tidak semua daerah sanggup menambah anggaran, sebab banyak membiayai Covid-19,” terangnya.

Sekali lagi diingatkan akademisi Unsrat ini, jika kualitas proses buruk, maka akan berdampak pada kualitas hasil. Bisa jadi yang terpilih bukan pemimpin yang diharapkan, karena prosedur tidak dilakukan secara ketat dan terbuka.

“Saya berharap keputusan ini dapat ditinjau lagi. Demokrasi penting untuk diselamatkan, namun konstitusi kita menyebutkan bahwa hukum tertinggi itu adalah keselamatan  masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah, DPR, dan penyelenggara sepakat Pilkada serentak 2020 digelar pada 9 Desember 2020. Keputusan itu sekaligus menjadi kesimpulan rapat kerja Komisi II dengan Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI.

Tahapan Pilkada 2019 yang akan dilanjutkan pada Juni mendatang yakni pembentukan panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dan seterusnya.

Kemudian, masa pendaftaran bakal calon kepala daerah dibuka pada 4-6 September. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap bakal calon yang mendaftar. Kemudian, penetapan pasangan calon kepala daerah 23 September.

Sedangkan untuk tahapan kampanye akan berlangsung pada 26 September hingga 5 Desember atau berlangsung selama 71 hari. Pemungutan suara dilakukan pada 9 Desember secara serentak di 270 daerah sekaligus penghitungan suara di TPS.

Lalu dilanjutkan dengan penghitungan suara di tingkat kecamatan pada 10-14 Desember, kemudian penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota 13-17 Desember. dan penghitungan suara di tingkat provinsi untuk pemilihan gubernur berlangsung pada 16-20 Desember 2002.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker