Kisah Kematian Korban Termuda Akibat Virus Corona yang Mengguncang Prancis

Abadikini.com, JAKARTA – Seminggu yang lalu, Julie (16), seorang remaja perempuan di Paris mengeluhkan batuk ringan yang mengganggunya. Sang ibu, Sabine memberinya sirup obat batuk dan menduga anaknya sakit akibat musim dingin. Sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit, Julie mengembuskan napas terakhir dan dinyatakan positif Covid-19.

Kematian Julie mengguncang Prancis. Apalagi para ahli mengatakan virus corona selama ini bukan ancaman terhadap remaja dan lebih mudah menular kepada orang-orang tua dan mereka yang memiliki penyakit bawaan. Kematian Julie pada Rabu (25/3) lalu mendapatkan perhatian luas dari berbagai media di Prancis. Dia tercatat menjadi bagian dari 1.700 korban meninggal akibat virus corona dan yang paling muda.

“Tidak tertahankan,” kata Sabine mengomentari masifnya laporan berita tanpa henti tentang anaknya seperti dikutip Straitstimes, Senin (30/3) yang dilansir Merdeka.com.

“Mengerikan karena aku tahu mereka membicarakan putriku. Kita seharusnya memiliki kehidupan yang normal,” tambah Sabine.

Hingga kini dia mengaku tidak tahu kenapa anaknya bisa tertular dan meninggal akibat virus corona.

Berawal dari Batuk Ringan

“Dia hanya batuk,” kata Sabine menceritakan awal mula sakit Julie.

Tak mempan dengan sirup batuk, Julie sempat mendapat perawatan inhalasi uap. Namun, pada hari Sabtu (21/3), Julie mulai merasakan sesak di dadanya.

“Bukan masalah serius, dia hanya kesulitan bernapas,” kenang Sabine.

Namun, Julie tak kunjung sembuh dan ibunya kemudian membawanya ke praktik dokter.

Mendiagnosis gangguan pernapasan, dokter memanggil ambulans. Namun yang merespon adalah petugas pemadam kebakaran, yang sering menanggapi panggilan darurat di Prancis.

Petugas yang datang berpakaian pelindung, masker dan sarung tangan. Julie kemudian dipakaikan masker oksigen dan dilarikan ke rumah sakit terdekat, di Longjumeau, Essonne, selatan Paris.

Pemeriksaan paru-paru dilakukan terhadap Julie dan diuji untuk Covid-19. Sambil menunggu hasilnya, Sabine pulang ke rumah, dan kemudian menelepon rumah sakit untuk menanyakan hasilnya. Dari hasil tes, diketahui Julie mengalami gangguan di paru-paru yang mengakibatkan sesak napas akan tetapi, pihak rumah sakit menyatakan tidak ada yang serius.

Positif Covid-19

Tapi, malam itu ternyata Julie kembali mengalami sesak napas. Sebuah ambulans memindahkannya ke rumah sakit anak-anak, Necker yang terkenal di Paris. Dia menjalani dua tes virus corona lagi.

Pada hari Selasa (24/3), Sabine sempat menjenguk Julie di ruang perawatan intensif. Kondisi Julie saat itu agak cemas, kesulitan bicara dan mengeluh bahwa sakit di bagian hati. Satu dari dua tes yang dijalani Julie dinyatakan negatif Covid-19.

“Pintu kamarnya terbuka, para perawat masuk tanpa mengenakan gaun pelindung, dan dokter memberi saya tanda jempol yang mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja,” kata Sabine.

Dia kemudian pulang dan sempat berpamitan dengan Julie. Rupanya itu menjadi pertemuan terakhir Sabine dengan putrinya.

Hanya beberapa jam kemudian, rumah sakit menelepon Sabine dan mengabarkan salah satu tes Covid-19 ternyata positif, dan kondisi Julie semakin memburuk sehingga dokter harus meletakkan tabung di tenggorokannya untuk menjaga pernapasannya.

“Kami tidak bisa memercayainya, pasti ada kesalahan. Dan mengapa hasil ini datang begitu lama?” kenang Sabine.

Bagi kakak perempuan Julie, Manon, diagnosis positif Covid-19 itu juga mengejutkan. “Sejak awal, mereka memberi tahu kami bahwa virus ini tidak menyerang anak muda. Kami percaya, sama seperti orang lain,” katanya.

Tak lama setelah tengah malam, rumah sakit menelepon lagi, menyuruh Sabine datang dengan cepat. “Pada saat itu, aku panik,” kata Sabine.

Dia dan Manon bergegas kembali ke Paris, tetapi Julie sudah meninggal ketika mereka tiba di rumah sakit. “Kulitnya masih hangat,” kata Sabine.

Sabine tak diberi waktu lama karena jasad Julie harus segera diisolasi dan pakaiannya serta barang-barang pribadi lainnya dibakar. Namun Sabine berhasil mempertahankan kalung dan gelang pembaptisan putrinya.

Untuk membatasi risiko penularan, peti mati Julie akan tetap ditutup untuk pemakaman, yang hanya boleh dapat dihadiri 10 orang.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker