Usulan AHY The Next Ketum Demokrat dari Kelompok Penjilat di Sekeliling SBY

Abadikini.com, JAKARTA – Achmad Mubarok, memimpin kelompok senior Partai Demokrat. Mereka gelisah dengan kondisi yang terjadi di tubuh partai berlambang bintang Mercy tersebut.

Mubarok menyebut, para senior ini mundur teratur melihat gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di partai. Terlebih, SBY di kelilingi orang-orang yang disebutnya sebagai penjilat.

Tambah pelik, saat SBY dinilai sebagai figur yang tak mampu menjadi oposisi. Sekali SBY diserang, para kelompok yang disebut penjilat ini menyerang balik sang pengkritik. Hal ini yang membuat para senior malas untuk memberi masukan objektif kepada SBY.

“Muncul lah kelompok-kelompok kalau istilah politik kelompok penjilat dan selalu muji-muji menghilangkan daya kritisnya, sementara Pak SBY kan orang yang gak punya jiwa oposisi, dia jiwanya adalah selalu mencari kebersamaan,” kata Mubarok.

Tuduhan Mubarok ini disanggah langsung oleh Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Menurut dia, yang dilakukan selama ini di partai bukan menjilat. Bahkan dia berani keluar dari partai sekarang juga tanpa beban.

“Saya petarung yang berani menyatakan kebenaran. Mubarok salah tentang saya. Mundur hari ini pun dari Demokrat saya tak pernah takut. Kalau saya bela SBY dan almarhum ibu Ani selama ini, itu karena saya anggap mereka ayah dan ibu bagi saya. Bukan karena politik,” tegas Ferdinand.

Berikut wawancara lengkap Iqbal Fadil dan Genantan Kusuma dengan Achmad Mubarok tentang Kongres Demokrat, Kamis 5 Maret 2020:

Bagaimana Kondisi Demokrat Menurut Bapak?

Sesungguhnya memang ada problem di ujung. Yaitu partai ini menyimpang dari khitah awal, khitah awal itu partai ini partai terbuka, ideologinya nasionalis religius, berpolitik, cerdas, bersih dan santun, itu dari Pak SBY sendiri, SBY banget. Tapi setelah jatuh pertumbuhannya itu tidak ada tokoh-tokoh yang setara dengan dia, dan kemudian jabatan ketua umum diambil alih oleh Pak SBY.

Karena beliau seorang presiden beliau sungkan untuk kritis, nah setelah itu muncul lah kelompok-kelompok kalau istilah politik kelompok penjilat dan selalu muji-muji menghilangkan daya kritisnya. Sementara Pak SBY kan orang yang enggak punya jiwa oposisi, dia jiwanya adalah selalu mencari kebersamaan, tapi kesibukan dan psikologi mantan presiden, kemudian dinamika ini surut, maka kemudian banyak tokoh-tokoh senior itu membatasi diri karena enggak enak.

Hubungan tokoh senior dengan Pak SBY gimana sekarang?

Kalau dulu beliau dewan pembina itu rapat rutin, kadang sebulan sekali, beberapa belas sampai 25 orang itu rapat rutin.

Kapan terakhir rapat rutin?

Ketika Anas masih ketua umum, jadi budaya itu hidup, Pak SBY sendiri ketua Dewan Pembina, setelah Pak SBY jadi ketua umum jadi sungkan ya maka lalu jarang ketemu, sampai sekarang juga, karena ketika terlibat etika politik santun.

Inisiatif SBY mengumpulkan tokoh-tokoh senior?

Beliau dengan gayanya lebih menyampaikan, tapi kemudian respon dinamika itu gak muncul, kita gak enak mau ngritik lagi.

Bahkan setelah enggak jadi presiden?

Iya tetap gak enak, karena kita sangat hormat kepada Pak SBY, contoh ya ketika kita mengumpulkan orang mengekspos kongres luar biasa KLB, itu diresponnya negatif sekali oleh anak-anak muda yang enggak tahu sejarah, bangsa Ferdinand.

Penjilat itu ya?

Iya, sampai saya disebut biadab, enggak tahu pendirinya ini saya, akhirnya yang tua-tua yaudah paling ngobrol-ngobrol saja.

Ada forumnya?

Gak resmi, kadang 5 sampai 10 orang.

Yang intens siapa yang ngumpul?

Kadang-kadang ada yang vokal, siapa lupa namanya itu ya, nah sehingga tidak terbangun iklim yang bagus, sehingga berpengaruh ke daerah, daerah juga tokoh-tokoh yang berjasa di daerah ‘ah males jadinya’ karena pendekatan pusat ke bawah gak kaya dulu.

Zaman Anas dulu pendekatan kaya apa?

Zaman Anas dulu benar-benar kebebasan ekspresi, itu bebas, boleh berpendapat boleh berbeda, mencaci maki dalam batas batas tertentu disenyumin saja.

Sekarang ngomong saja gak berani?

Gak enak sama Pak SBY, karena kemudian ngomong dikit ditembak sama orang yang gak tahu sejarah, tapi setelah mau kongres ini senior mulai ini waktunya lah, karena apa, kalau gak ada langkah-langkah strategis partai ini akan terpuruk terus, karena kan sudah dari dua itu kan turun terus kan, dari ruling party turun balik ke asal kayak baru lahir. Tetapi melihat kunjungan Pak SBY ke daerah masih dapat respon, maka kemudian kita saya kira masih. Apalagi sekarang semua partai terpuruk.

Mengembalikannya khittah itu gimana, kan hubungan sama SBY agak sungkan ya?

Memang sekarang ada problem, setelah Bu Ani wafat, Pak SBY itu menurut istilah Luhut itu hanyut (sedih) kebawa Bu Ani, jadi kita jadinya aduh gimana, tapi ketika kemarin kami hadir di Pacitan itu kembali semangat, Pak SBY sudah rasional, kemudian gagasan yang disampaikan orisinil yang santun bersih, maka sekarang tokoh-tokoh senior mulai kumpul ada 5-6-8 orang, besok Jumat (6 Maret) juga ada kumpul-kumpul, sengaja gak ngundang pers, karena (internal) nanti kira kira dua minggu sebelum kongres baru akan dimunculkan, ini gagasan apa, siapa yang pantes jadi ketua.

Apa yang sedang diurus tokoh-tokoh senior?

Bagaimana mengembalikan partai ini ke posisinya sebagai sebuah kekuatan yang diakui.

Momen kongres ini mau dijadikan apa?

Ya dijadikan kembali ke khitah, oleh karena itu kita bisa terima biarlah AHY-Ibas muncul, kalau satu saja gak bagus kaya nepotisme, tapi kalau dua enggak papa banyak punya potensi kok.

Tapi kalau kesan partai keluarga gimana?

Oh nanti setelah mendekati itu (kongres) baru muncul yang lain.

Sedang disiapkan?

Ya sudah mulai muncul gagasannya, tapi sengaja gak dilempar sekarang.

Di luar AHY-Ibas?

iya, iya.

Tokoh muda juga apa senior?

Ya ada muda dan senior.

Daerah apa pusat yang diusung?

Ya ada daerah, ada pusat, jadi lalu timbul semangat, wah boleh juga nih, boleh juga nih.

Respon pengurus daerah terhadap kondisi Demokrat sekarang?

Ada yang kemudian menemukan ‘nah ini nih’ jadi kalau selama ini (pengurus daerah) diam saja ‘nah ini waktunya nih’.

Upaya ngomong langsung ke SBY ada?

Oh enggak, sekarang enggak karena kita tahu psikologi Pak SBY sekarang masih seperti itu, yang jelas kita tidak memusuhi siapapun dan bahkan kita memfasilitasi, AHY silakan ayok, kita tahu kelebihan masing-masing, Ibas punya pengalaman lapangan, AHY punya kecerdasan lebih tinggi tapi minim pengalaman lapangan. Sementara politik tidak cukup intelektual, tapi pengalaman taktis, biarin saja, bisa saja dua orang itu saling melengkapi, kalau toh mereka bersaing, bersaing juga yang dapat diambil pelajaran, sehingga nanti akan ada kebebasan, yang dihindari sekarang pokoknya nanti aklamasi AHY, nah enggak.

Ada upaya ke arah sana (aklamasi)?

Ada, itu kelompok kecil itu.

Siapa? Dari golongan mana?

Kelompok penjilat itu.

Sudah diupayakan (aklamasi AHY)?

Sudah gitu mulai, ya aklamasi. Ya di dunia politik selalu ada begitu, ya kita menyikapinya biarin saja, orang dia memang harus gitu tingkatannya.

Siapa yang melawan kan canggung dengan SBY, karena lawan anaknya?

Saya kira enggak ngelawan.

Jadi pesaing lah?

Iya iya kalau bersaing kan watak politik.

Kan ada eweuh pakeuweuh nanti?

Enggak enggak, karena kita enggak menjelek jelekkan, ibarat keduanya kita memuji, ini punya pengalaman lapangan, ini punya kelebihan intelektual, kita puji.

Calon ketiga, keempat?

Nah iya itu nanti, sehingga nanti muncul yang lain tidak di dalam kerangka menjatuhkan.

Tetap santun ya?

Tetap santun kita jaga.

Kelompok penjilat itu main di struktur DPP gak?

Membangun opini, sekarang kan Pak SBY praktis tidak aktif langsung karena beliau begitu, maka kemudian mainnya bisa nyelusup kesini ‘oh saya dari Pak SBY’ bisa gitu ya.

Lingkaran SBY sekarang siapa?

Kemarin ke Pacitan datang banyak.

Yang sekarang yang dekat di lingkaran SBY, yang bisa ngasih masukan ke SBY?

Gak ada, karena Pak SBY belum siap itu saya pun belum, tapi semua itu menghormati dan menyayangi Pak SBY, nah munculnya harapan baru kemarin di Pacitan setelah melihat Pak SBY oh bagus juga ini karena dia menunjukkan seorang tua wawasannya luas, sama sekali tidak mendorong anaknya ini. Kemarin juga mantan menteri pada datang, sehingga kami yang pernah kecewa ‘oh boleh juga nih’ tadinya saya pikir kesan datang sampai hari Jumat, karena Sabtu saya ngajar, eh begitu kedengaran Pak SBY ‘eh beliau gak boleh pulang’ katanya begitu, biar ikut.

Sempat jalan dengan SBY?

Oh ketemu di acara, tapi gak sempet ngomong berdua.

Untuk ngomongin partai dan kongres gak ada?

Enggak ada, karena tamunya juga banyak, gak sempat.

Sejauh ini belum omongan SBY soal kongres?

Sesungguhnya saya sudah diberi waktu, ‘Pak nanti kita ketemu tanggal sekian ya’ tapi (saya sampaikan) ke ajudan (SBY) masih belum, masih belum, saya (menduga) jangan-jangan ini memang sengaja menghalangi itu kelompok itu (penjilat) yasudahlah biarin saja.

Lihat posisi AHY-Ibas sendiri mereka bersaing atau saling (dukung)?

Enggak enggak, kalau saya melihat tidak bersaing, mereka itu berlomba tapi bukan saling bersaing menjatuhkan, dan menurut saya positif.

Kalau Ibas nguasain struktural ya?

Dia menguasai struktural, dia komunikasi (sini sana) nah AHY menguasai ilmuwan, dia ceramah di sini (sana) terus keliling dia, kalau dimana-mana dia itu melakukan pencerahan, tidak mempengaruhi pilihlah saya tidak, dan saya pernah mengikuti ceramahnya AHY luar biasa itu, dia itu lebih cerdas dibanding Pak SBY dalam seusia, dalam seusia (SBY seperti AHY) seperti itu dia (AHY) lebih cerdas, saya respect, kemudian ketika saya komunikasi nangkapnya cepat sekali, mas (AHY) kalau ini jangan ngomong begini karena dia punya dampak ini, oh iya siap-siap dan (AHY) langsung berubah, jadi dia punya bakat.

Yang dibutuhkan Demokrat ke depan sosok seperti AHY atau Ibas?

Pertama dibutuhkan meledakkan sebuah mimpi visi, visi itu harus spektakuler menyongsong 2024 sampai 2045 itu harus ada ke arah sana. Kalau visi sekarang itu mengkhawatirkan, coba kita ambil contoh infrastruktur. Indonesia itu filosofinya bangunlah jiwanyu, bangunlah badannya, badan itu infrastruktur jiwanya itu manusianya. Sekarang itu infrastruktur kebangun, manusianya gak terbangun.

Demokrat gimana melihat AHY-Ibas?

Makanya dibutuhkan kembali satu gagasan yang lebih menunjukkan kecerdasan. Politik sekarang kan lebih banyak akomodasi, akomodatif, yang berjasa dikasih peran, Fadjroel Rahman dikasih ini, terus siapa ini. Padahal dulu janjinya gak begitu. Oleh karena itu ujung sunnatullah yang seperti ini akan sulit para menteri akan berbeda-beda.

Coba gagasan untuk membuat Pansus lima partai diundang ke istana, begitu keluar Panja saja cukup. Nah zaman Pak SBY gak pernah ada, politik dikasih keleluasaan. Bahkan, zaman Pak SBY soal korupsi, koruptor terbesar itu adalah Golkar, kedua PDIP, Demokrat nomor tiga tapi ekspress Demokrat terus, padahal lagi berkuasa (Demokrat).

Nah sekarang semua tunduk karena apa? Karena politik sekarang dikendalikan oleh uang, saya bukan hanya tahu tapi merasakan. Waktu Pemilihan Ahok jadi gubernur sebelum munculin nama Anies dan AHY saya didatangi orang, diajak kerja sama ngusung boneka hanya untuk dikalahkan oleh Ahok, dengan asumsi mereka Pak Mubarok kan didengar dengan Pak SBY, janjinya apa? Saya pribadi ditawari Rp 500 miliar, partai ditawari Rp 7 triliun untuk kampanye bohong-bohongan, dari mana uangnya?

Orang partai yang menawarkan?

Enggak, dia orang yang organisasi, ya dia tokoh tapi tokoh pragmatis. Jadi semua sekarang itu pakai uang, Pilkada, Pilpres.

Calonnya kan AHY dan Ibas, kalau AHY yang mimpin Demokrat kira-kira gimana? Kalau Ibas kira-kira seperti apa?

Ibas lebih dalam jangka pendek itu jalan, tapi visi ke depan agak kurang.

Kebutuhan untuk 2024 nanti?

Ya kalau 2024, tapi kalau 2045 lain lagi. Kalau AHY visi dia jauh ke depan tapi mengawal perjalanan ini butuh bantuan dari ini.

Jadi mungkin lebih cocok diduetkan?

Iya. Ada lagi yang memunculkan nama Pak Gatot hehehe ada, Pak Gatot gimana, ya Pak Gatot belum tentu mau. Suara-suara itu muncul dan kita tidak pernah berbicara dengan beliau. Tapi Pak Gatot pernah ke sini waktu saya mantu, beliau hadir.

Kalau Pramono Edhie?

Kalau Pramono Edhie kurang dia, dia visi politik sudah. Dia lebih profesional militer.

Kalau dari kalangan militer Jenderal purnawirawan siapa yang mau nyalon?

Mereka gak pernah mendekat ya, belum ada ya, ya itu contoh contohnya ada yang nemu nama Pak Gatot. Tapi Pak Gatot kayak apa, kita sendiri belum tahu apakah dia berminat juga kita belum tahu, cuma sudah ada yang memunculkan nama itu.

Dari daerah?

Dari orang DPP.

Jadi sekarang di luar AHY-Ibas, baru muncul nama Pak Gatot?

Ada yang memunculkan.

Siapa yang sedang disiapkan para senior-senior ini?

Nah para senior sekarang pada diskusi siapa yang (layak), gitu.

Tapi sudah ada kandidat?

Sadar, betul tidak akan menyebut (calon lain) kecuali nanti kira-kira dua minggu sebelum kongres di luar AHY dan Ibas. Tetapi tidak memusuhi AHY-Ibas, biarlah demokrasi meriah sehingga finalnya tidak akan kayak PAN kemarin.
Kebetulan tidak ada potensi memusuhi Ibas dan AHY. Jadi kalau (calon lain) muncul bukan menyaingi tidak, tapi membangun iklim politik dinamis, adanya persaingan sehat.

SBY condong persiapkan Ibas apa AHY jadi ketum?

Saya melihat, orang banyak keliru dikira (AHY nyalon) jadi gubernur itu pak SBY itu, Enggak, Pak SBY menolak, saya ikut rapat di Cikeas dulu. Jadi semua yang dimunculkan ini kurang, ini kurang, ini kurang lalu akhirnya ada yang ngusulkan Pak Syarief Hasan atau siapa ya waktu itu, Pak bagaimana kalau Mas AHY saja? Pak SBY pas itu (reaksinya) gak mungkin, gak mungkin lah dia lagi Australia, saya kira gak mungkin, cari lagi, cari lagi.

Kemudian malam-malam jam berapa ya Pak SBY (bilang) sudah kutelepon ya Mas AHY ya, halo Gus (Agus) ini orang-orang pada berpikir nyalonin kamu jadi gubernur, AHY nolak. Enggak ah, gak kepikir pak. Ya ini banyak yang menyebut nama kamu, tapi (AHY) enggak-enggak.

Cari lagi gak ketemu. Tiba-tiba lima jam kemudian, Pak AHY kan ada di Australia, Pak kalau itu panggilan sejarah mungkin kita harus merespons tetapi saya tidak ngerti apa respons Pak Gatot nanti, Panglima masih kan. Jadi ya enggak tahu. Ooh itu masalahnya, sudah ya saya telepon Pak Gatot.

Pak SBY telepon Pak Gatot, ini ada gagasan ngusung ini. Tiba-tiba Pak Gatot 1000 persen saya dukung. Dua hari sudah cukup surat suratnya habis itu pulang. Akhirnya jadinya AHY pulang ke sini ketemu dengan orang, maka kemudian jam 3 pagi baru selesai kan waktu itu.

Jadi tidak nemu orang lain waktu itu, tadinya kan mau ngusung Yusril sama (Sandiaga) Uno. Tiba-tiba Pak Prabowo kok mengusung sama Anies, terus akhirnya ditelepon oleh Pak SBY, oh yasudah. Nah akhirnya datang PKB-PAN, gimana nih pak? Akhirnya kita bicarakan. Jadi keliru kalau mengatakan Pak SBY ngorbankan anaknya, enggak itu idenya dari orang, pertamanya menolak.

Demokrat nih butuh orang setelah SBY?

Sekarang problemnya tidak ada orang, coba Wakil Ketua Umum Pak Syarief Hasan kan dia gak vokal juga gak mau saja, jadi gak ada itu beberapa orang itu, siapa ya yang setara (sama SBY), kalau saya dulu kan saya ketua umum dari Pak Hadi Utomo, nah saya yang imbangi, yang kerja itu Hadi Utomo yang ngomong saya, dulu, yang banyak dikenal saya, baru yang kerja Hadi Utomo, saya ngomong doang tapi itu keseimbangan.

Kalau sekarang?

Nah kalau sekarang memang tidak ada, Pak Pramono Edhie dia sama sekali tidak bicara politik, langkahnya langkah militer, banyak daerah, enggak. Karena pendekatan nya pendekatan praktis, gak ada.

Jadi setelah SBY ada kosong generasi ya, dulu harusnya Anas ya, sekarang AHY?

Seandainya Anas jalan ini ini di bawah, Gede Pasek akhirnya lain ke ini, kemana, orang orang punya bakat akhirnya pindah.

Kaderasi Demokrat gimana?

Setelah gak ada Anas jadi lamban.

Siapa yang bertanggung jawab di situ?

Saya lupa siapa ya. Jadi lamban di samping duit juga susah. Pak SBY bukan orang berduit dia, orang bilang duitnya banyak, enggak.

Yang dibutuhkan Demokrat untuk menghadapi 2024?

Makanya harus imbang nanti, siapa ketum, wakilnya, harus dinamis.

2024 Kan gak ada petahana, peluang Demokrat usung AHY?

Kita belum berpikir ke situ, kita ketika siapa sulit biasanya akan muncul tokoh. Indonesia sekarang itu tidak punya konsep besar, tidak punya langkah besar, tidak punya pemimpin besar. Setelah UUD amandemen sekarang gak lagi jadi konsep besar, jadi serba susah. Dulu waktu MPR jadi lembaga negara, nurunin Pak Harto bisa, ngangkat Habibie bisa, ngangkat Gus Dur bisa, sekarang jadi susah. Maka UUD-nya itu harus di amandemen kembali.

Karena konsepnya gak besar, maka langkahnya gak besar, improvisasi. Gak jelas ini mau apa. Pemimpin besar itu kayak matahari, ketika terbit semua orang terpengaruh, matahari turun semua istirahat. Dan Ketika terbit tidak ada bintang yang keliatan. Lah sekarang karena gak ada matahari besar, muncul bintang yang banyak. Ada bintang Luhut, bintang ini, bintang ini, maka kemudian Jokowi itu dipuja puja pendukungnya, dimaki maki oleh anunya. Jadi gak ada matahari.

Setelah pak Jokowi nanti, kita enggak tahu apakah Prabowo lagi yang maju?

Munculnya pemimpin besar itu dari dua pintu, pertama revolusi tapi kalau sekarang revolusi pemainnya asing kita jadi penonton. Kedua dari keharusan menghadapi kesulitan dalam waktu lama, jadi akan muncul tak terduga. Contoh di daerah sekarang calon independen.

Karena threshold itu membatasi pemimpin, mestinya 0 persen sehingga banyak yang muncul, sehingga ada peluang orang tidak terduga naik. Malah sekarang akhirnya partai tunduk sama yang ngatur, ngasih uang. kalau partai kecil dia muji muji supaya terjamin, kalau partai besar bisa agak sedikit mempermainkan presiden.

Sejauh ini pergerakan Ibas-AHY ke daerah gimana?

Dua-duanya. AHY banyak ke daerah, didukung oleh tim, tetapi isinya adalah pencerahan kepada orang muda dikagumi. Banyak loh anak muda kagum histeris sama dia yang belum kenal. Saya pernah ikut ke NTB, begitu muncul ngasih bola kan, ‘Ah Mas AHY’ daya tariknya boleh juga nih, jadi dia punya bakat.

Kalau Ibas?

Kalau Ibas dalam sistem karena dia sudah jadi ketua Fraksi, jadi dia komunikasi surat, kemudian mau apa sudah dalam sistem. Kalau AHY itu tapi kan keliling juga.

Terkait kongres?

Enggak, pencerahan. Tapi itu ketika suasana kondusif bisa menjadi modal nanti.

Mentornya AHY siapa?

Dia karena memang cerdas, banyak mengadopsi konsep konsep global, kemudian dia punya kemampuan panggung di teknologi, jadi ngomongnya itu dipanggung ada teknologinya gitu, jadi bukan modal pidato ‘saudara-saudara’ enggak, jadi dia punya peluang jauh ke depan, tapi untuk jangka pendeknya enggak siapa yang mimpin. Kalau seandainya (AHY) harus didampingi dengan orang yang terampil di lapangan.

Bisa di Sekjen-nya ya?

Bisa Sekjennya gitu ya.

Siapa untuk imbangi AHY?

Hinca agak kurang ternyata, saya tadinya udah senang sekali, tapi kurang. Sekarang administrasi yang nguasai bukan Sekjen, yang nguasai adalah Direktur Eksekutif di kantor. Jdi Hinca lebih banyak komunikasi komunikasi politik saja. Seperti surat surat SK segala macem itu lebih banyak direktur eksekutif.

Senior usul siapa?

Belum, belum, jadi senior-senior ini belum menyebut nama, pokoknya ada.

Sudah ada instruksi menangin AHY?

Enggak, enggak itu instruksi dari kelompok itu.

Situasi internal kondusif?

Jadi tidak ada implikasi serius enggak ada justru yang dibutuhkan menghidupkan kembali semangat ke khitah.

Orang yang pernah tersingkir, sakit hati?

Karena yang nyingkirkan sekarang juga tersingkir.

Senior ambil peran nanti kira-kira seperti apa?

Jadi pengalaman dari Pacitan kemarin itu lumayan, kemarin ada pertandingan voli piala SBY, tapi itu meriah juga di stadion kemudian ada aktivis dari berbagai daerah, wah yang datang banyak, dan mereka cerita, mereka ini positif. Dan tidak terjebak harus ini, enggak. Sependapat bahwa kita mari kembali ke iklim yang terbuka dan Pak SBY saya kira nanti sudah tidak di politik lagi, dia lebih banyak mungkin di spiritual lah gak memimpin.

Pasca kongres peran SBY apa? Dewan Pembina?

Saya kira dia hanya tokoh teladan saja, tidak dalam struktur, saya kira mungkin di atas pembina lah.

Di kongres ini apa justru Ibas yang melindungi AHY biar tak ada calon lain?

Oh enggak, enggak. Kalau saya lihat pendukungnya gak ada permusuhan gak ada rekayasa. Karena Ibas juga semangat dengan tim, karena Ibas juga gak yakin AHY untuk ini, tapi juga tidak menyabot.

Kalau peluang money politics?

Bisa saja, ya kaya pengalaman di PAN kemarin kan gak bagus juga, ada preman preman bisa masuk.

Dulu partai penguasa pengusaha banyak merapat, sekarang?

Iya sudah enggak, jarang.

Jadi sekarang murni iuran kader?

Iya iya iuran dari kader, dan mudah-mudahan itu justru menghidupkan moral bersih.

10 Tahun berkuasa, setelah tidak berkuasa ditinggal banyak orang?

Enggak juga, yang ada itu kemarin orang kemudian mana ya, mana ya. Tapi setelah ada kongres, itu orang mulai kembali. Besok hari Jumat ada forum senior.

Siapa biasanya suka ngumpul?

Ada, ada dari pendiri, saya bertemu dengan ini pernah, dengan ini pernah, besok juga ada sudah daftar 20 orang.

Yang kordinir bapak?

Enggak, enggak saya diundang, kalau aku kemana saja mau hadir.

Yang aktif mengkoordinir senior?

Masing-masing ada. Ada yang bayar makannya iuran, ada juga yang nanggung.

Yang sering intens ngajak siapa?

Banyak, jadi ada juga orang yang pernah disakiti juga ada.

Pembahasannya positif? Untuk lengserkan SBY?

Enggak, enggak karena sudah melihat SBY bukan ancaman, jadi setelah Pak SBY ditinggal Bu Ani, wilayah Pak SBY itu bukan lagi ambisi politik. Tapi apa yang bersifat santun, bersih.

Ada upaya kumpul ketemu SBY?

Iya. cuma Pak SBY belum mau, berkali-kali belum mau karena dia secara masih suasana kelembutan yang masih ya. Tapi saya kira dalam waktu pendek sudah (reda), karena Pak SBY kan di Kuningan gak pernah, di Cikeas terus.

Tim pemenangan Ibas siapa saja?

Ya anak buahnya, stuktural.

Kalau Ibas ada mentornya?

Saya gak hafal, kalau AHY punya tim profesional dengan teknologi oleh karena itu setiap kemunculan itu sudah tertib.

Komunikasi Ibas kurang?

Memang di situ, dia punya pengalaman tapi kemudian dia lalu pengalaman lapangan itu membuat dia punya orang-orang, komunikasinya lewat bukan jalur manuver, jalur administrasi.

Memang sekarang agak menghindar dari komentar orang, jadi cenderung komentar itu kadang-kadang salah, kadang dipelintir.

Tokoh Demokrat kurang untuk dikutip media?

Ya itu yang diomongin oleh senior-senior sekarang, ya tapi kalau mau meledakkan sesuatu jangan sekarang, nanti banyak spekulasi, nanti kongresnya malah menjadi itu ya. Nanti setelah dekat saja sehingga ledakan itu tidak membangun opini negatif.

Soal dana lagi susah ya? Ini kan 10 tahun berkuasa?

Dana susah, karena bukan partai penguasa, tapi kalau mau jadi pelacur dana datang, ngeri ngeri, ngeri.

Pilkada 2020 peluang Demokrat untuk bangkit?

Ya ada, sudah cuma yaitu apa ya ini ada Pilkada di Indramayu pada komunikasi ke saya ini tapi artinya imbang saja semua ngalir.

Keputusan Pilkada masih di SBY?

Secara formal ya, karena semua juga tahu SBY pada posisi tidak mau, kemudian permainan dibawahnya gimana.

Potensi Demokrat di 2024?

Sangat bergantung situasinya kayak apa, ingin muncul tokohnya kayak apa, belajar PPP ya, PPP pernah menang di Jakarta kan dulu, sekarang udah gak ada orang, karena di PPP udah gak ada orang, tokohnya masuk penjara.

DPP kok ngomong kongres susah? Ada larangan bicara?

Bukan. Pada enggak berani, gak enak sama bapak. Kalau saya enggak punya beban.

Pak SBY ngasih arahan kongres harus gimana?

Belum, jadi ngomongnya masih suasana haru. Tapi kalau dulu istilahnya 40 hari Bu Ani kan Pak SBY masih ngomong. Mohon maaf saya masih belum normal gitu lah. Tapi kemarin (di Pacitan) sudah agak anu, tapi lembut.

Kalau misalnya AHY jadi nanti, akhirnya jadi partai keluarga?

Ya watak karena gimana di Indonesia politik itu idealisme susah, semuanya pragmatis, pragmatisme itu sesungguhnya gak pernah bisa dinikmati, nikmatnya bohong-bohongan. Kalau yang indah ya idealis, jatuh tapi tetap indah.

Kalau jaringan pak Anas masih ada di Demokrat?

Simpatisannya masih, karena Anas itu korban, korbannya Nazarudin. Dulu kan ketua tim Pemenangan Anas saya, saya tahu persis uang itu dia gak pernah. Anas itu kayak pengantin. Tetapi uang enggak.

Dan udah diingetin itu Nazarudin mencurigakan, contoh begitu dipilih jadi Bendahara, Pak SBY kan kan mempertanyakan, ‘sesungguhnya dia siapa’? Pak Syarief Hasan ‘saya enggak kenal pak’ kok coba dipilih ulang. Pilih ulang ternyata Nazarudin ngasih anggota formatur masing-masing Rp 500 juta kecuali Anas. Anas enggak dikasih.

Ya di mata formatur (Anas) ini (jadi) orang baik. Yaudah kompak. Saya keras sekali sama Nazar. Dia pernah nembak saya juga kan, tapi saya enggak peduli, wartawan kemudian nyerbu ke kantor.

Orang seperti Anas itu belum ada sekarang di Demokrat?

Belum ada, makanya kalau orang ketemu Anas di penjara, dia wajahnya tetap. Ya karena dia gak merasa. Dia ngomong kalau terbukti gantung saya (di Monas) gitu. Kan gak terbukti kan, gak ada terima itu. Tapi opini politik di republik dia (Anas) harus kena, makanya yang dilindungi Nazarudin. Nazarudin dipenjara punya alat komunikasi bisa rapat mimpin perusahaan di penjara, gimana?

Sumber Berita
Merdeka

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker