Danau Toba Akan Dikunjungi Raja dan Ratu Belanda, Anak Cucu Korban Westerling Ajukan Satu Syarat

Abadikini.com, JAKARTA – Raja dan Ratu Belanda, Willem Alexander dan Maxima rencananya akan berlibur di Indonesia pada 9-13 Maret 2020. Salah satu tempat yang akan dikunjungi yakni kawasan Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut).

Direktur Utama (Dirut) Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BOPDT) Arie Prasetyo mengatakan Raja dan Ratu Belanda akan mengunjungi Danau Toba pada 13 Maret 2020 setelah mendarat di Bandara Sisingamangaraja XII (Silangit) Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).

“Di kawasan Danau Toba, Raja dan Ratu Belanda akan berkunjung satu hari,” kata dia, dalam keterangannya, Sabtu (29/2/2020).

Menurut Arie, salah satu kawasan yang akan dikunjungi yakni Bukit Singgolom di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang memiliki pemandangan Danau Toba. Kemudian, Raja dan Ratu Belanda akan bertolak ke Dusun ‎Siambat Dalan, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa.

“Di sana ada rumah adat Batak yang berusia ratusan tahun dan masih ditempati oleh masyarakat. Tentu nantinya Raja dan Ratu Belanda akan mengambil foto shoot dan akan di share kepada media-media Belanda,” jelasnya.

Sejumlah tempat di Toba Samosir juga akan dikunjungi, sebelum kemudian mendatangi lokasi terakhir yakni Parapat di Kabupaten Simalungun.

“Ke Samosir dengan menggunakan kapal. Nantinya ada dilakukan jumpa pers secara resmi. Raja dan Ratu Belanda dalam lawatannya juga membawa serta media-media ternama di Belanda. Ini menjadi point utama dalam mempromosikan industri pariwisata tanah air, khususnya di Danau Toba,” urainya.

Kunjungan Raja dan Ratu Belanda ke Danau Vulkanik terbesar di dunia itu, lanjut Atie, tentu membawa dampak positif untuk mempromosikan pariwisata Danau Toba. Sehingga lawatan itu dapat menarik wisatawan mancanegara (Wisman) terutama dari Belanda.

“Karenanya promosinya cukup baik dan besar ya. Karena kita tahu ya, tahun 90-an kunjungan Wisman Belanda cukup besar waktu Bandara kita di Polonia. Sehingga banyak wisatawan Belanda ke Danau Toba.‎ Karena krisis ekonomi jadinya menurun,” ungkap dia.

Arie berharap dengan kunjungan Kepala Negara Belanda tersebut Pemerintah Indonesia dapat mendukung dengan mengembalikan penerbangan dari Amsterdam-Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA) di Kabupaten Deli Serdang.

“Semoga didukung dengan penerbangan langsung dari Belanda ke Kualanamu. Tapi, kemarin ada Garuda. Tapi, suatu dan lain hal diberhentikan. Semoga dari kunjungan Raja belanda ini, kembali diaktifkan penerbangan tersebut,” bebernya.

Anak Cucu Korban Westerling Tolak Kedatangan Raja dan Ratu Belanda

Sebelumnya, sejumlah ahli waris, anak, serta cucu korban peristiwa Rawagede dan Westerling menolak kedatangan Raja Belanda Willem Alexander ke Indonesia yang diagendakan pada Maret 2020. Para ahli waris korban agresi Belanda sepanjang 1945-1949 mendesak Raja dan Ratu Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Willem rencananya akan datang ke Indonesia, tanggal 10-12 Maret 2020, dan dijadwalkan akan mengunjungi Danau Toba, Sumatera Utara.

Penolakan tersebut terekam dalam surat terbuka yang disampaikan para ahli waris korban pembunuhan di Rawagede Karawang dan Westerling di Sulsel kepada Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijs pada 30 Januari 2019.

“Menolak tegas kedatangan Raja Belanda sebelum mengakui de jure Indonesia merdeka dan berdaulat sejak Proklamasi 17 Agustus 1945,” bunyi salah satu poin penolakan dalam salinan surat yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (3/2/2020).

Para cucu korban Westerling dan Rawagede juga menuntut pertanggungjawaban dan permintaan maaf langsung dari Raja Belanda kepada bangsa Indonesia, atas berbagai pelanggaran HAM Belanda di Indonesia sepanjang agresi I dan II yang dilakukan terhadap bangsa Indonesia.

Dalam surat tersebut, penolakan disampaikan oleh sedikitnya lima perwakilan cucu korban agresi H Abdul Halik (ahli waris korban Westerling di Sulawesi Selatan Tahun 1946-1947), Cardi (Keluarga/Ahli Waris di Rawagede Jawa Barat tahun 1947), Nini Turaiza (ahli waris peristiwa Pembantaian Sungai Indragiri di Riau 1949), Hj. Sitti Saerah (ahli Waris korban Westerling di Sulawesi Selatan 1946-1947), dan Abu Nawas (ahli waris korban Westerling di Sulawesi Selatan Tahun 1946-1947).

Selain kepada Duta Besar Belanda, surat tersebut juga telah disampaikan kepada Presiden Jokowi melalui Kantor Staf Presiden pada Senin (2/2/2020).

“Telah disampaikan oleh salah satu perwakilan keluarga korban kejahatan perang Belanda, Bapak Ujang Swarya,” kata kuasa hukum perwakilan Indonesia untuk korban agresi, Irwan Jeffry Lubis kepada dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (2/2/2020).

Irwan mengakui hingga saat ini tidak ada iktikad dari pihak Belanda untuk menyelesaikan tuntas 350 nama warga sipil Indonesia yang dieksekusi dan dibunuh tanpa alasan.

“Sebagaimana hasil penemuan arsip Belanda oleh Nederlands Instituut voor Militaire Historie (NIMH),” kata Irwan menambahkan.

Terpisah, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda, Jeffry Pondaag menilai hingga saat ini belum ada iktikad baik pemerintah Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Seperti diketahui, Belanda hingga saat ini mengakui kemerdekaan Indonesia seiring kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949.

“Sebab, jika pengakuan datang untuk kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, maka Belanda akan membayar ganti rugi yang besar. Karena mereka telah menyerang negara yang telah berdaulat sepanjang 1945-1949,” kata Jeffrey.

Menurutnya, dengan pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan RI pada 1949, maka Belanda selama ini berlindung bahwa serangan yang dilakukan sepanjang 1945-1949 adalah aksi polisionil, penertiban yang dilakukan Belanda terhadap rakyat di negaranya sendiri.

“Itu yang harus dipahami bangsa Indonesia saat ini,” tutup Jeffrey.

Sumber Berita
CNN Indonesia

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker