Rajamuddin dkk Adukan Oknum Penyidik ke Propam

Abadikini.com, BULUKUMBA – Rajamuddin dan Suhardi Hammado mengadukan oknum penyidik ke Propam Mabes Polri dan Propam Polda Sulawesi Selatan. Hal tersebut terkait dengan kasus Pidana yang diduga patut dicurigai sangat dipaksakan.

“Kami sudah mengirim surat aduan ke Propam Mabes Polri dan juga akan memasukkan surat ke Propam Polda Sulsel,” kata R. Wijaya Dg Mappasomba, juru bicara keluarga Rajamuddin, Bulukumba, Senin (10/2/2020).

Ketua Departemen DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini menambahkan, kami adukan ke Propam agar oknum penyidik tersebut bekerja sesuai dengan prosedur dan berdasarkan hukum atau perundangan-undangan yang berlaku.

“Kami harapkan kepada Propam agar bisa bekerja secara maksimal untuk menindaklanjuti aduan kami,” ujar mantan Sekretaris Umum HMI Cabang Jakarta ini.

Diketahui, Polres Bulukumba menetapkan tersangka kepada Rajamuddin dan Suhardi Hammado atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau menggunakan alat bukti palsu di persidangan perdata. Namun, alat bukti berupa Akte Jual Beli yang diduga palsu sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap adalah milik Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI) Bulukumba, Sulawesi Selatan berdasarkan putusan Mahkamah Agung, Nomor: 1844 K/ Pdt / 2014 tanggal 16 Desember 2014 dan putusan Mahkamah Agung, Nomor: 194/ PK/ PDT/ 2017 tanggal 26 Juli 2017.

Polri Janji Tindak Tegas Personelnya yang Terlibat Mafia Hukum

Polri berkomitmen untuk memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang terbukti melakukan praktik-praktik mafia hukum.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes (Pol) Asep Adi Saputra menjelaskan, ada tiga sanksi yang dapat diberikan kepada personelnya yang melakukan praktik mafia hukum.

“Apabila ada dugaan-dugaan praktik mafia hukum, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya, di kepolisian ini ada tiga aturan hukum yang bisa dikenai pada oknum-oknum penyidik yang melakukan penyimpangan itu,” kata Asep di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).

Ketiga hukum yang dapat dijatuhkan, yaitu pelanggaran disiplin, kode etik hingga pidana.

Asep menuturkan bahwa seorang penyidik seharusnya bekerja secara profesional dan proporsional.

Tak hanya itu, personel kepolisian juga diharapkan memiliki nurani untuk menciptakan keadilan.

“Harapannya adalah, penyidik semua bekerja selain profesionalisme yang dikedepankan, (tapi juga) berdasarkan hati nuraninya nenciptakan hal yang berkeadilan,” lanjut dia.

Pernyataan Asep berkaitan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang meminta hukum jangan dijadikan industri.

“Ini penting karena di dalam praktek itu judulnya penegakan hukum, sekarang banyak industri hukum bukan hukum industri,” kata Mahfud di kantornya, di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019).

“Industri hukum itu adalah proses penegakan hukum dimana orang yang tidak masalah dibuatkan masalah agar berperkara, orang yang tidak salah diatur sedemikian rupa menjadi bersalah, orang yang bersalah diatur sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Itu namanya industri hukum,” tambahnya.

Salah satu contoh kasusnya, ketika suatu perkara perdata sudah inkrah di MA, tetapi tidak dieksekusi karena melalui aparat penegak hukum digugat, dibelokkan menjadi hukum pidana.

Perkara lain misalnya, ketika sudah menang di pengadilan tetapi tidak bisa dieksekusi karena penuntut dilaporkan memalsukan fakta sehingga menjadi perkara pidana.

 

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker