Saksi Ahli Hukum Pidana Sebut OTT Tak Diatur di KUHP

Abadikini.com, JAKARTA – Ahli hukum pidana dari STIH Iblam, Abdul Chair Ramadhan dihadirkan menjadi saksi dalam sidang gugatan praperadilan I Nyoman Dhamantra terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan agenda pemeriksaan saksi termohon. Kasus yang menimpa Dhamantra terkait dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih.

Dalam sidang tersebut, Abdul menjelaskan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurutnya, untuk menerapkan strategi menangkap seseorang melalui operasi senyap itu merupakan perkembangan lembaga penegak hukum.

“Jelas bahwa OTT tidak dikenal dan memang tidak diatur dalam KUHAP. Secara prosedural, baik dari sistem pembentukan KUHAP maupun maksud yang terkandung dalam pembentukan UU secara teologis tidak ditafsirkan lain dan berlainan bahwa OTT adalah hal lain dengan definisi, batasan, pengertian dengan tertangkap tangan,” katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/11) dilansir Merdeka.

Dia mengungkapkan, tak menemukan definisi atau kajian tentang strategi lembaga penegak hukum untuk menangkap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana melalui OTT tersebut.

“Karena sampai sekarang ahli belum menemukan dalil argumentatif maupun pendekatan penafsiran baik secara teologis, teoretika terhadap pembenaran OTT itu menyimpang dari ketentuan Pasal 1 angka 19 KUHAP,” jelasnya.

KPK Tidak Perlu Jawab Saksi Ahli

Sementara itu, anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Togi Robson Sirait menanyakan aturan detil dari pemahaman Abdul terkait KUHAP yang tidak mengatur OTT.

Menjawab pertanyaan tersebut, Abdul berdalih aturan tersebut tidak perlu dibuktikan. “Yang jelas sesuatu yang sudah menjadi ketentuan umum tidak perlu dibuktikan,” pungkasnya.

Sidang Sempat Ditunda

Hakim tunggal Krisnugroho menunda sidang gugatan praperadilan I Nyoman Dhamantra terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan agenda pembuktian. Kasus yang menimpa Dhamantra terkait dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih.

“Sebelum besok menghadirkan saksi kami akan terima lebih dulu bukti surat yang ditunda dari termohon. Sidang ditunda hari Kamis 7 November 2019,” kata Krisnugroho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/11).

Sidang gugatan praperadilan dengan agenda pembuktian ini akan kembali digelar pada Kamis (7/11) sekitar pukul 09.00 WIB.

“Acara persidangan masih pembuktian yang dipending dari termohon dan saksi, baik ahli maupun bukti dari pemohon dan termohon. Sidang disepakati dimulai pukul 09.00 WIB,” ujar Krisnugroho.

Salah satu pembuktian dalam sidang gugatan praperadilan yang digelar besok yakni memperlihatkan isi CD yang dibawa oleh pihak KPK.

“Kalau boleh kami mohon waktu besok dan minta disediakan alat pemutar CD-nya Yang Mulia,” ujar Tim Biro Hukum KPK, Evi Laila.

“Yang Mulia, sebaiknya besok diperlihatkan di laptop saja,” sambungnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan I Nyoman Dhamantra (INY) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Selain Nyoman, KPK juga menjerat lima orang lainnya dalam kasus ini.

Yakni Mirawati Basri (MBS) selaku orang kepercayaan Nyoman, Elviyanto (ELV) orang dekat Nyoman, dan tiga pihak swasta yakni Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).

Nyoman diduga meminta fee sebesar Rp 3,6 miliar dan Rp 1.700 hingga Rp 1.800 per kilogram dari pengurusan izin impor bawang putih dengan kuota 20 ribu ton untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh CSU alias Afung.

Dari komitmen fee tersebut, Nyoman diduga sudah menerima Rp 2 miliar yang dikirim oleh Doddy ke rekening kasir money changer milik Nyoman. Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus surat persetujuan impor

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker