Akademisi Ini Sebut ada Keanehan dalam Demonstrasi Mahasiswa

Abadikini.com, KUPANG – Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Bataona mengatakan, ada keanehan dalam gerakan mahasiswa yang menuntut pembatalan revisi Undang-undang KPK dan RKHUP.

“Saya melihat ada keanehan dalam demonstrasi kali ini, di mana mereka yang melakukan demonstrasi, belum sepenuhnya paham akan substansi tuntutan mereka, tetapi menolak dialog,” kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Kamis, terkait demonstrasi dan penolakan untuk berdialog dengan Presiden

Menurut dia, hal pertama bahwa demonstrasi adalah sebuah cara konstitusional dalam demokrasi. Masalahnya adalah demonstrasi mahasiswa ini dilakukan atas sebuah isu yang belum dipahami secara benar oleh semua mahasiswa.

Bahkan mereka yang menjadi penggerak demonstrasi dari badan eksekutif mahasiswa (BEM) UI saja saat dikonfrontir oleh Menkumham Josana Loly dalam sebuah debat, tidak mampu berargumentasi soal substansi protes mereka tentang pasal-pasang dalam KUHP itu.

Artinya, ada keanehan dalam demonstrasi ini, di mana mereka yang berdemonstrasi, belum sepenuhnya paham akan substansi tuntutan mereka.

Kedua, para mahasiswa butuh berdiskusi secara tajam dan argumentatif soal isu ini, sebelum menyuarakan tuntutan mereka.

“Karena akan menjadi lucu ketika mereka memaksakan jumlah kepala sebagai patokan dalam aksi, dan lupa bahwa jumlah isi kepala itu lebih penting,” katanya.

Hal berikutnya adalah masyarakat membaca bahwa mahasiswa saat ini sepertinya bernostalgia dengan senior-senior mereka dalam gerakan 98.

Menurut dia, kebengisan dan pembungkaman di zaman rezim otoriter Orde Baru sangat berbeda dengan situasi politik saat ini.

Hasil pilpres

Dia menambahkan, jangan sampai demonstrasi mahasiswa yang mulia, kemudian ditunggangi kelompok yang masih mempersoalkan hasil Pilpres yang baru saja usai.

Bahkan lebih bahaya lagi adalah sebagaimana apa yang publik suarakan di media sosial bahwa, jangan sampai mahasiswa yang berdemonstrasi adalah pemilih yang dalam Pilpres silam mendukung calon yang kalah.

“Saya kira penilaian ini wajar, karena itu fakta bahwa mahasiwa yang berdemo juga pemilih, dan sulit dideteksi motif politik mereka secara tepat,” katanya.

Hal berikut menurut dia, yang juga penting dicek kebenarannya adalah klaim bahwa mahasiswa adalah pengubah bangsa.

“Apakah dengan mempercayai sebuah fakta bahwa gerakan mahasiswa 98 adalah pengubah bangsa atau yang mereformasi bangsa, maka gerakan mahasiswa pasca 98, apa pun itu, adalah juga manifestasi dari sprit “gerakan perubahan bangsa?”,” katanya dalam nada tanya.

Dalam studi politik, jika menggunakan perspektif Michael Foucault, bisa dilakukan semacam genealogi pengetahuan untuk mengecek lapisan-lapisan wacana, dan ideologi-ideologi yang bersemayam di balik istilah “mahasiswa dan gerakan perubahan itu”.

Di mana akan ditemukan fakta lain bahwa ternyata kepercayaan dan wacana tersebut mengandung banyak kepentingan dan ideologi lain di sana.

Artinya, tidak hanya murni soal perlawanan terhadap kekuasaan yang zalim, tapi juga kepentingan pihak-pihak yang menggerakan dan mendukung gerakan-gerakan mahasiswa.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker