Belajar Nasionalisme dan Cinta Tanah Air dari BJ Habibie

Abadikini.com – Presiden ke-3 Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) meninggal dunia dalam usia 83 tahun. Habibie dirawat di RSPAD sejak 1 September lalu.

Saat berkunjung di RSPAD, Presiden Joko Widodo menuturkan, Habibie sebagai sosok yang harus dijadikan contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. “Beliau adalah suritauladan,” ujar Jokowi.

Habibie meninggalkan pelajaran penting bagi seluruh rakyat Indonesia. Yakni soal nasionalisme dan kecintaan yang tinggi terhadap negara. Pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan ini menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1,4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7.

Kecerdasan, totalitas dan tanggung jawab terhadap negara rupanya tidak hanya terlihat saat dia di Indonesia. Sebelum Indonesia sadar akan potensinya, Habibie sudah beberapa kali ditawari oleh beberapa negara lain untuk menggalakkan teknologi pesawat terbang. Tawaran pertama datang datang dari Jerman. Jerman yang saat itu tahu Habibie bukan orang biasa, langsung saja menawari Habibie dengan status ‘warga negara kehormatan’. Bukannya senang dengan status yang jarang diberikan Jerman, Habibie justru menolak.

“Sekalipun menjadi warga negara Jerman, kalau suatu saat Tanah Air ku memanggil, maka paspor (Jerman) akan saya robek dan akan pulang ke Indonesia,” kata Habibie seperti dikutip dalam buku Habibie dan Ainun.

Dilansir dari Medeka.com, Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia. Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Sejak saat itu Habibie pun mulai mengembangkan industri dan lembaga strategis hingga akhirnya lahir perusahaan milik pemerintah seperti PT Dirgantara Indonesia, Batan, badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Pindad.

Ini dilakukan Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974, saat usia 38 tahun, Habibie pulang ke tanah air. Dia langsung diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung di bawah Presiden Soeharto) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.

Hal yang hampir sama juga dilakukan pemerintah Filipina. Di zaman Presiden Ferdinand Marcos, Habibie ditawari mengelola dirgantara Filipina. Marcos yang saat itu turun langsung membujuk Habibie beralasan bahwa ini untuk kepentingan Asia. Jawaban Habibie sama. Dia menolak.

Ujian tentang nasionalisme tidak berhenti di situ. Pasca referendum Timor Timur, Habibie diterpa ketidakpercayaan masyarakat. Padahal kala itu dia berkesempatan besar mendapatkan tempat tinggal nyaman dan jaminan hidup. Tapi bapak dua anak ini tetap berbesar hati dan terus memberikan manfaat dan sumbangsih bagi Indonesia.

Kecerdasan Habibie

Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, beliau kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.

Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Blkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).

Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, Habibie dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dia menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi permata di negeri Jerman dan iapun mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti Habibie Factor, Habibie Theorem dan Habibie Method.

Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Habibie.

Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman.

Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Beliau pun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.

Habibie mulai benar-benar fokus setelah beliau melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, beliau diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Di samping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.

Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegrasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet.

Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Beliau juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pada era pemerintahannya yang singkat beliau berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.

Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

Setelah turun dari jabatannya sebagai presiden, Habibie lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Habibie kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker