Mengenal Zat Beracun di Udara Jakarta

Abadikini.com – Isu polusi udara ibu kota semakin ramai diperbincangkan. Pasalnya, berdasarkan aplikasi AirVisual, polusi udara ibu kota dinilai semakin berbahaya untuk kesehatan.

Tetapi tak banyak yang mengetahui kandungan di balik polusi udara ibu kota tersebut. Dikutip dari situs resmi Greenpeace, Laporan Kualitas Udara Dunia 2018 yang dikeluarkan AirVisual mengungkap polusi udara diperkirakan menelan korban sekitar tujuh juta jiwa di seluruh dunia.

Dilansir Abadikini dari CNN, Laporan tersebut mengungkap Jakarta dan Hanoi menjadi dua kota yang paling terpolusi di Asia Tenggara. Di Jakarta sendiri, kendaraan bermotor dinilai jadi salah satu penyebab polusi udara.

Berdasarkan situs Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta, Perencana Fungsional Ika Warakasih Puspitawati memaparkan makalah mengenai polusi udara yakni jumlah kendaraan bermotor dan meningkatnya kemacetan akan meningkat emisi gas buang yang menurunkan kualitas udara.

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin.

Sisa hasil pembakaran berupa air (H2O), gas CO atau disebut juga karbon monoksida yang beracun, CO2 atau disebut juga karbon dioksida yang merupakan gas rumah kaca, NOx senyawa nitrogen oksida, HC berupa senyawa Hidrat arang sebagai akibat ketidaksempurnaan proses pembakaran serta partikel lepas.

Situs ini menuliskan dara yang terdapat pada atmosfir bumi utamanya terdiri Oxigen (O2) dengan volume 21 persen, Nitrogen 78 persen dan 1 persen beragam gas. Dengan adanya pencemaran gas buang kendaraan, udara menjadi rusak karena muncul gas monoksida (CO), Oksida nitrogen (Nox), Sulfur Dioxida (SO2).

Gas monoksida merupakan gas yang tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa, namun memiliki sifat beracun. Sedangkan Oksida Nitrogen merupakan gas yang berada di atmosfir dan merupakan bahan pencemar udara.

Kondisi Polusi Jakarta Sekarang

Kasubbid informasi pencemaran udara BMKG Suradi mengungkap data sejak 2014 menunjukkan secara umum polutan PM10 di atas ambang.

“Kalau setahun itu nilai batasnya 50 mikron tetapi di atas semua kecuali 2017. Kalau level bulanan, Agustus ini mencatat PM10, paling tinggi dibandingkan bulan lain.

Terkait pola sepekan, Suradi mengungkap akhir pekan 21 Juli dengan 4 Agustus masih lebih rendah 21 Juli. Sehingga hal ini menunjukkan pemadaman listrik tidak membuat polusi lebih rendah.

Editor
Sulasmi

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker